Mohon tunggu...
Lathifah Husna
Lathifah Husna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswa Pendidikan IPS

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengapa Pengadilan Tidak Adil Terhadap Rakyat Miskin?

26 Juni 2023   11:31 Diperbarui: 26 Juni 2023   11:45 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengadilan adalah lembaga hukum yang bertugas untuk menyelesaikan perselisihan dan pencarian keadilan dalam sebuah negara. Dimana setiap manusia berhak diperlakukan adil di mata hukum tanpa adanya diskriminasi antara kalangan atas dengan kalangan bawah. Hal ini tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi "bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya".

Namun, pada kenyataannya, keadilan di indonesia tidak tersebar secara merata, bahkan masih memandang status sosial seseorang. Lantas mengapa pengadilan di indonesia tidak adil terhadap rakyat miskin? Hal ini terjadi karena beberapa faktor yaitu, minimnya akses keadilan bagi masyarakat kalangan bawah serta adanya diskriminasi dalam sistem peradilan. Ini menjadi kendala utama bagi rakyat miskin yang cenderung kesulitan dalam finansial. Karena mereka tidak memiliki uang untuk membayar biaya pengacara, transportasi dan administrasi lainnya. Padahal, rakyat miskin perlu mendapat bantuan ketika menghadapi proses hukum. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum bagi masyarakat yang kurang mampu untuk menjamin hak konstitusi warga negara bagi keadilan dan kesetaraan dimuka hukum. Selain itu, lemahnya akses informasi yang dibutuhkan untuk mengajukan tuntutan hukum, sehingga mereka tidak dapat memperoleh keadilan yang semestinya.

Selain minimnya akses keadilan bagi kalangan bawah, diskriminasi dalam sistem peradilan juga menjadi permasalahan bagi rakyat miskin. Karena sistem peradilan cenderung lebih memihak kepada orang-orang yang mempunyai kekayaan dan status sosial yang lebih tinggi. Mereka merasa lebih mampu membayar biaya pengacara yang mahal dan memiliki akses informasi yang lebih baik. Selain itu, mereka juga dapat mempengaruhi keputusan pengadilan atau memanipulasi bukti-bukti yang ada. Salah satunya dengan gratifikasi antar oknum aparat penegak hukum atau sesama warga sipil. Padahal sudah jelas, bahwa integritas merupakan hal yang fundamental bagi tegaknya hukum dan peradilan.

Di lansir dari KOMNASHAM, Hairansyah mengungkapkan bahwa hak memperoleh keadilan masih memiliki masalah dan menjadi salah satu hak yang sering diadukan. Karena hal ini berkaitan erat dengan kinerja aparat penegak hukum. "Baik itu kepolisian, kejaksaan, dan lembaga peradilan yang di antaranya soal bagaimana lembaga-lembaga penegak hukum ini menjalankan kewenangannya yang tidak sesuai dengan prosedur, terjadi penyalahgunaan wewenang, dan/atau penggunaan kekuatan/kekerasan secara berlebihan," tutur Hairansyah Komisioner Mediasi Komnas HAM acara Launching Layanan Bantuan Hukum oleh Paham Hukum pada Minggu, 7 November 2021.

Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia terkait ketidak adilan terhadap rakyat miskin yang telah menyita perhatian publik. Salah satunya kasus nenek Asyani pada tahun 2014. Nenek Asyani dituduh karena mencuri kayu jati dari kawasan hutan produksi. Namun, nenek Asyani berdalih kalau kayu yang dimilikinya merupakan hasil dari lahannya sendiri di Dusun Secangan, Situbondo. Yang menjadi permasalahannya adalah untuk menyeret kasus nenek Asyani ke meja hijau penegak hukum tidak membutuhkan waktu yang lama. Berbeda dengan penanganan kasus Bank Century yang telah merugikan negara sebesar Rp6,7 triliun yang tak jelas ujung pangkalnya.

Kemudian, kasus penjual cobek miskin bernama Tajudin pada tahun 2016. Tajudin ditetapkan menjadi tersangka atas tuduhan mempekerjakan dua anak. Padahal, dua anak itu adalah keponakannya. Tetapi alasan itu tidak diterima oleh aparat kepolisian. Bahkan Tajudin langsung dijebloskan ke sel dengan ancaman 15 tahun penjara. Setelah kasusnya sampai ke pengadilan, Tajudin dituntut 3 tahun penjara dan denda Rp150 juta. Namun, kasus ini diperjuangkan oleh tim LBH keadilan sehingga dikabulkan oleh majelis hakim. Dan pada akhirnya Tajudin lepas dari dakwaan tersebut dan bebas setelah 9 bulan menghuni penjara.

Dalam kasus diatas membuktikan bahwa ketidak adilan bagi rakyat miskin masih terjadi dinegara demokrasi salah satunya Indonesia. Dimana perilaku hukum tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan tidak proporsional dengan apa yang diperbuat. Padahal keadilan merupakan hak asasi manusia yang wajib di jaga dan di lindungi sepenuhnya oleh negara. selain itu, hal ini juga bisa menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah terutama penegak hukum.

Harapan masyarakat kepada pemimpin selanjutnya menjelang pilpres 2024, Dalam rangka mencapai pengadilan yang adil bagi seluruh rakyat. Perlu adanya kesadaran dan komitmen dari semua pihak, baik pemerintah, aparat penegak hukum, maupun masyarakat. Terutama pemimpin yang terpilih harus bijak dalam memilih penegak hukum yang baik dan amanah sesuai dengan rekam jejaknya. Pengadilan yang adil adalah hak asasi manusia yang harus dijunjung tinggi dalam sebuah negara demokratis. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang terus-menerus untuk mengatasi pengadilan yang tidak adil terhadap rakyat miskin dan memastikan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dalam sistem peradilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun