Mohon tunggu...
Latania Aini
Latania Aini Mohon Tunggu... -

The Sampoerna Academy

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kesempatan Sadar

25 November 2014   02:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:56 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesempatan Sadar

Hai, aku Tania. Aku seorang gadis yang tengah duduk di bangku SMA. Aku belum kenal banyak rasa kehidupan dunia, tetapi izinkan aku untuk bercerita. Tentang anugrah Tuhan yang diberikan padaku begitu besarnya.

Sekolahku menerapkan sistem sekolah berasrama, tentunya aku sangat jarang menginjakkan kaki di rumah dan bertatap muka dengan keluargaku. Terlalu banyak acara yang harus diikuti disini. Kadang aku merasa jengah dan bosan berada di sekolahku ini. Tak jarang aku ingin sekali kabur dan pulang ke rumah, menghambur ke pelukan ibu. Suasana kamar di asrama tak terlalu terasa seperti rumah.

Ini dia  saatnya. Saat aku sendirian dan teman temanku memiliki banyak kegiatan lain yang aku tak ikut serta. Itulah saatnya dimana aku ingin sekali pulang. Namun apa boleh buat, birokrasi perizinan pulang yang dibuat sedemikian rupa membuatku sulit tidur di pangkuan ibu. Biasanya, aku hanya bisa menelepon ibu dan menangis sejadi-jadinya. Ibu paling sering berkata seraya memberikanku harapan bahwa minggu depan ibu akan datang menjenguk bersama kakak-kakakku. Akan tetapi, kali ini tidak. Ibu memberikanku tawaran yang sangat mengejutkan, bahwa ibu memintaku pulang pada minggu selanjutnya. Bukan untuk bermain seperti biasa, namun ibu memintaku untuk mengikuti sebuah pelatihan. “ESQ Executive Training”, itulah tajuk yang diberikan pada pelatihan tentang pembagian emosional, spiritual, dan intelektual ini. Hari itu bertepatan pada tanggal 25 Oktober dimana sahabatku mengadakan acara di sekolah. Aku sedikit tidak tertarik dengan ajakan ibuku, karena aku sebenarnya sudah pernah mengikuti pelatihan ini sebelumnya. Namun karena rinduku pada suasana rumah dan kehangatan naungan keluarga kian memuncak, aku memutuskan untuk meninggalkan acara sahabatku untuk kembali ke pelukan ibu.

Pagi itu, nyawaku kembali memasuki ragaku pada pukul empat. Aku membersihkan diri dari sisa-sisa perjalanan malam tadi. Aku mempersiapkan hal-hal yang kiranya akan aku butuhkan pada saat pelatihan nanti. Aku membawa beberapa potong roti dan aku diharuskan memakai papan nama yang menyatakan bahwa aku adalah seorang alumni sehingga aku tidak perlu lagi memberi uang tambahan untuk mengikuti pelatihan ini. Aku berprasangka bahwa training ini tidak akan menyenangkan, karena sedari aku datang aku hanya melihat ibu-ibu dan bapak-bapak yang berseliweran di pintu masuk.

Menginjak pukul 8, pelatihan ini dimulai. Kami disambut oleh para fasilitator dengan sangat hangat dan kami duduk di kursi yang sudah disediakan. Di atas kursi tersebut terdapat kertas kosong yang tampaknya kelak akan digunakan untuk sebuah permainan yang entah apa itu.

Rangkaian acara pun dimulai. Kami diminta untuk mengambil kertas kosong tadi dan sebuah pulpen yang juga sudah disediakan. Kami harus menyebardan berkenalan satu sama lain dan menanyakan kota asalnya dari mana dan mengapa ia datang kemari. Kami berburu kawan baru dalam waktu 15 menit. Setelah 15 menit kami ditanyakan satu persatu berapa banyak kawan yang kami dapatkan, yang terbanyak maka ia mendapatkan hadiah. Kakakku mendapatkannya, dia mendapatkan 33 kawan baru dalam waktu 15 menit. Setelah kegiatan ini, ada sedikit pembahasan materi secara keseluruhan oleh DR. HC. Ary Ginanjar Agustian selaku penggagas adanya pelatihan ini. Setelah pembahasan kegiatan kami diberi waktu istirahat.

Sesi kedua dimulai. Pada sesi ini ada sebuah kegiatan bernama outer journey. Kegiatan ini membawa kita keluar angkasa. Tujuannya adalah untuk menunjukkan betapa besarnya alam semesta ini dan betapa kecilnya kita di mata Sang Pencipta. Sungguh air mata ini tak lagi tertahankan. Mengingat betapa sombongnya aku selama ini, merasa bahwa aku mampu berjalan lebih tegak dari apapun dan menganggap remeh semesta. Sedangkan bumi dan segala guguan bintang tunduk taat bertawaf mengelilingi pusat semesta dan senantiasa tak melanggar perintah Allah. Sedangkan aku yang hanya bagian kecil dari semesta ini mampu berperilaku tak elok dan membangkang printah Allah. Aku berpikir bahwa aku hanya seorang manusia, yang tercipta dari tanah, tinggal di atas anah, dan makan dari hasil tanah. Namun mengapa aku masih bersifat langit?

Sesi selanjutnya adalah inner journey, kegiatan ini membawa kita terjun kedalam jiwa dan bagian terkecil tubuh kita. Menunjukkan bahwa setiap inci sel tubuh kita tunduk patuh berputar pada porsnya tanpa membantah pada Allah. Namun mengapa kita justru yang tersusun atas sel-sel yang patuh, malah membangkang pada Allah sedemikian rupa? Sungguh banyak sekali rasanya dosaku. Saat sesi ditutup, aku berusaha mencari ibuku dan aku bersujud di telapak kakinya memohon ampun. Setelah melalui dua sesi yang berat, kami diberi waktu istirahat untuk makan siang.

Kegiatan kembali dimulai pada pukul 13.00. kami melakukan sesi terakhir yaitu tentang rukun iman yang juga hanya dianggap remeh dan tak pernah benar-benar dimaknai. Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir, takdir baik dan takdir buruk yang seharusnya diimani dengan benar sebagai seorang muslim yang baik justru diabaikan dan lebih mementingkan karier serta kehidupan duniawi tanpa memikirkan bahwa kehidupan yang kekal abadi adalah nanti di akhirat kelak.

Setelah ada jeda yang diberikan untuk solat ashar, kami melanjutkan ke sesi selanjutnya. Sesi ini menjelaskan kami tentang rukuk-rukun islam yang selama ini hanya dianggap sebagai hafalan bocah sekolah dasar namun tidak dimaknai sebenar-benarnya. Dua kalimat syahadat yang hanya dibaca saat tahiyat awal dan akhir pada solat wajib yang hanya berdiri merunduk tanpa dihayati gerakannya. Puasa wajib bulan Ramadhan yang hanya menahan lapar dan haus tanpa paham makna sebenarnya. Zakat yang hanya dikeluarkan untuk menambah gengsi dan meningkatkan strata sosial. Pergi haji yang hanya untuk berbangga-bangga dengan para tetangga dan memunafikkan diri dengan berhijab hanya karena ingin dianggap mabrur. Sungguh betapa jauh rasanya aku dari harumnya surga. Begitu banyak hal-hal yang luput dari perhatianku. Aku takut sekali mati pada saat itu. Aku memeluk ibuku erat sambil menangis tak henti-hentinya. Sesi ini adalah sesi terakhir, pelatihan ini diakhiri dengan doa yang juga menghujam dengan kerasnya.

Pelatihan ini sungguh membuatku merasa sangat jauh dari Allah dan jauh sekali dari pintu bahkan jauh dari harumnya surga. Aku sungguh sangat bersyukur atas kesempatan yang Allah berikan padaku untuk mencintaiNya dengan lebih besar dan jauh lebih sadar dari sebelumnya. Allah juga menyadarkanku bahwa aku memiliki keluarga yang sangat mendukungku dalam hal-hal keagamaan dan terus menggiringku agar aku tetap di jalan yang benar. Sungguh Allah memberikanku anugrahNya yang begitu besar, hidayahNya ditampakkan begitu jelas.

Ampuni aku ya Allah sang Maha Penerima Taubat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun