Pertanyaan diatas kerap kali dilemparkan oleh orang-orang, sahabat, teman kuliah, bahkan tetangga saya di kampung. Dan tulisan ini terlahir juga karena teman-teman di sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatulah memaksa saya untuk mengungkapkan alasan mendukung Prabowo. Terakhir kali mereka bertanya demikian, yakni saat kami diskusi tadi pagi di kantin kampus. :):)
Nahhhhhh, tak perlu basa-basi lagi, saya akan ungkapkan semuanya disini. Namun sebelum itu, ada baiknya bagi pembaca semuaya untuk membaca pengantar ini terlebih dahulu. Selamat membaca. :p:p
Diskusi, Aksi dan Publikasi
"IMAN dan amal saleh bagaikan dua sisi dari sekeping mata uang yang apabila salah satunya tidak ada maka sama dengan ketiadaan keduanya."Â
Pernyataan itu sering disampaikan Dr. Mohammad Nasih al-Hafidh untuk menjelaskan iman tanpa amal saleh tiada berarti apa pun. Juga sebaliknya, amal saleh tanpa didasari iman hanya akan berujung fatamorgana (QS. An-Nur: 39).
Karena itulah keduanya sama-sama penting, saling bertautan dan menguatkan. Manusia kerap kali jauh dari kebenaran-kebaikan-keindahan karena kehilangan salah satu dari keduanya atau bahkan kedua-duanya. Pertanyaan dasar, apakah iman dan amal saleh sudah cukup untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat? Ternyata belum.
Satu yang juga sangat penting adalah ilmu pengetahuan. Tanpa ilmu, iman bisa salah dan berarti sesat. Begitupun amal saleh yang tidak dilandasi ilmu, hasilnya tidak maksimal. Lantas, bagaimana posisi ilmu pengetahuan jika iman dan amal saleh sangat membutuhkannya? Apakah yang paling penting? Ilmu pengetahuan yang tidak dibentengi iman bisa menjeremuskan manusia ke dalam tipuan dunia yang berwujud dhan (dugaan) semata. Pada sisi lain, ilmu tanpa diamalkan, oleh Nabi Muhammad Saw diibaratkan pohon yang tidak berbuah. Kurang bermanfaat.
Memahami relasi antara iman, amal saleh dan ilmu pengetahuan, tampak jelas ketiganya sama-sama penting dan saling bertautan satu sama lain. Itulah trilogi yang sangat dikenal di organisasi mahasiswa tertua dan terbesar di Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Trilogi itu membentuk sebuah piramida-permata yang ketika dipandang dari berbagai sisi akan kelihatan indah berkilauan, menandakan sempurnanya bentuk dan rasa. Trilogi HMI itu menjelaskan, iman haruslah dibarengi ilmu pengetahuan agar kebenaran yang dicapai bisa terukur dengan benar pula. Setidaknya, mendekati kebenaran.
Dengan iman dan ilmu, amal kebaikan yang dijalankan seseorang akan optimal menuai hasil. Namun, jika iman dan ilmu sudah dipadukan secara integratif tetapi tidak menghasilkan capaian maksimal, penyebabnya faktor eksternal manusia. Jika demikian, tawakal dan sabar-dalam arti Ibnu Mandur: kemampuan menahan diri dari adanya hantaman (cobaan, musibah, dugaan dan lain-lain) serta dari keinginan hawa nafsu-merupakan jalan terbaik yang harus ditempuh. Semoga kita bisa memahami dan menjalakan semuanya. Tentunya dengan kepercayaan yang benar, agama yang diridai di sisi Allah, Islam (QS. Ali Imran: 19).
Bagaimana dengan mahasiswa yang merupakan bagian civitas akademika dan yang juga menempati posisi tertinggi pada satuan pendidikan nasional, dalam menjalankan trilogi yang menjadi jargon andalan HMI? Mahasiswa yang berasal dari gabungan dua kata; maha (berarti sangat, amat, teramat) dan siswa (berarti murid, pelajar) sehingga berarti siswa yang teramat sangat (kedudukan dan derajatnya), diharapkan mampu cepat dan mudah memahami serta menjalankan konsep trilogi itu. Mahasiswa yang umumnya remaja/pemuda sedang menuju usia dewasa memiliki karakteristik idealis, independen dan progresif sehingga secara logika lebih mudah dan cepat menemukan kebenaran rasional-empiris.
Bagaimana pula implementasi operasional trilogi itu dalam tataran dinamika kehidupan mahasiswa? Monash Institue menjawab trilogi itu juga dengan trilogi implementatif mahasiswa, yang apabila salah satu saja tidak dijalankan maka sama halnya mahasiswa itu tidak disebut mahasiswa. Trilogi itu terwujud dalam slogan diskusi, publikasi dan aksi.