Namun, dengan adanya keterbatasan gedung sekolah maka hal ini menjadi sebuah ganjaran kewajiban khususnya pada murid-murid yang akan menyelesaikan sekolah dalam bangku SD khususnya yang telah lulus dibangku kelas tiga dan lanjut naik kelas empat harus ke SD GMIH Soamaetek sebab disana sudah memiliki ruangan yang cukup, mulai dari kelas satu hingga kelas enam karena sekolah ini menjadi pusat dari sekolah yang ada di Bailengit.
 Seiring berjalannya waktu sekolah tersebut mendapatkan tantangan baru soal kemajuan pendidikan, hal ini karena kesadaran pihak sekolah bahwa hal yang tidak mungkin sekolah ini akan ditanggung oleh desa selamanya, mengingat desa pun mempunyai kebutuhan tersendiri, belum lagi anggaran untuk desa sendiri masih sangat terbatas kala itu. Â
Karena tidak dianggap membantu pembangunan fisik maupun pembangunan manusianya oleh masyarakat Bailengit hinggah memasuki pada tahun 1996 datanglah seorang perintis serta tokoh penting dalam sejarah pendidikan Bailengit.Â
Bapak Samuel Kapita tokoh dibalik kehadiran SD Negeri Bailengit. Berpikir kedepan, mencerdaskan generasi menjadi gumul ketika itu, sehinggah jalan yang sulit dilalui tidak mengurutkan niat dan tekat untuk juang misi mulia itu.
 Pada tahun yang sama pula Bailengit yang masih masuk dalam daerah kabupaten Maluku Utara dan kota Ternate menjadi ibu kota pada saat itu maka kantor perintahan pun didirikan atau ditempatkan di kota Ternate.
Dengan sulitnya jalan menuju ke kota ternate bapak Samuel dapat menyebrangi. Ketika itu dari Bailengit ke kota Ternate memiliki dua alternatif untuk bisa ditempuh ke terminal penumpang yang saat itu bertempat di pusat Kao.Â
Seperti dijelaskan diatas bahwa jalur yang akan dilalui memiliki dua arah yaitu jalan darat dan laut, yang jika melalui laut maka menggunakan rakit dan berlayar disungai wailamo dengan jarak 70 km yang harus dilewati, semuanya itu dapat dilakukan karena tekad dan impian pada generasi mendatang.
 Dalam pengurusan seperti ini yang tentunya bukan tanpa halangan, terbukti pada saat bapak Samuel memperjuangan sekolah tersebut. Pertama kali beliau pergi ke kota Ternate sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Maluku Utara untuk menyampaikan aspirasi masyarakat Bailengit dalam bidang pendidikan, pihak pemerintah daerah tidak langsung mengakomodir aspirasi tersebut.Â
Hal tersebut mengharuskan beliau balik pulang hingga terhitung beliau tiga kali pergi ke pusat pemerintahan baru bisa diakomodir aspirasi tersebut oleh pemerintah kabupaten. Ini semua bukan karena pihak pemerintah tidak bisah atau tidak dapat mengakomodir aspirasi tersebut. Namun hal ini bukanlah tanpa proses yang dengan sendirinya terwujud.Â
Dengan demikian bapak Samuel Kapita harus bolak balik ke pusat pemerintahan guna mengawal niat baik atau aspirasi ini sampai terwujud, karena tak lupa juga semuanya harus tersedia atau layak untuk didirikan sebuah sekolah, seperti kondisi dilapangan dan beberapa ketentuan secara legalitas yang perluh dipenuhi sebagai syarat membangun Sekolah Negeri tingkat SD.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H