Nusa Tenggara Barat atau biasa disingkat NTB merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara. Ibu kota Nusa Tenggara Barat terletak di kota Mataram. Provinsi ini memiliki delapan kabupaten dan dua kota yang salah satunya merupakan ibu kota dari provisi ini sendiri yaitu kota Mataram. Nusa Tenggara Barat memiliki luas wilayah 20.153,15 km2 yang terdiri dari dua pulau yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Nusa Tenggara Barat dibatasi dengan Laut Jawa serta Laut Flores di sebelah utara, Selat Sape serta Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di sebelah timur, Samudra Hindia di sebelah selatan, dan selat Lombok serta Provinsi Bali di sebelah barat.
      Pada Selasa 30 November 2021, DPRD Provinsi NTB resmi mengesahkan APBD NTB tahun anggaran 2022 pada rapat paripurna. Jumlah anggaran APBD NTB 2022 sudah ditetapkan sebesar Rp. 5,39 triliun lebih. Pada sisang paripurna, tercatat bahwa pendapatan daerah pada APBD 2022 mengalami penurunan sebesar Rp. 340,88 miliar lebih jika dibandinkan dengan APBD perubahan tahun anggaran 2021. Penurunan ini juga terjadi pada belanja daerah. Belanja daerah yang awalnya ditargetkan sebesar Rp. 5,96 triiun lebih menurun menjadi sebesar Rp. 418,73 miliar lebih yang setara dengan 6,56 persen. Menurut Isvie Rupaeda, komponen pendapatan daerah yang terdiri dari pendapatan asli daerah atau PAD ini sebesar Rp. 2,57 triliun meningkat sebesar RP. 313 miliar atau setara dengn 13,88 persen dari APBD Perubahan tahun anggaran 2021 yang berjumlah Rp. 2,2 triliun lebih.
Anggota DPRD dari Dapil Kabupaten Lombok Timur menyampaikan pada APBN 2022, pendapatan transfer mencapai sebesai Rp. 2,81 triliun lebih atau turun Rp. 607 miliar lebih atau setara dengan 16,73 persen bila dibandingkan dengan pendapatan transfer APBD perubahan tahun anggaran 2021 yang berkisar kurang lebih Rp. 3,42 tiriliun.
Kinerja dari pengelolaan APBD Pemprov NTB dinilai memprihatinkan. Bahkan pada tahun 2021, NTB disebut sebagai pengelolaan terburuh dalam datu dekade terakhir. Dilansir dari Lombok Post, ramli menyatakan bahwa pembangunan daerah beberapa tahun terkahir ini mengalami kemogokan. Hal ini dikarenakan akibat dari buruknya perencanaan kepala daerahyang dulunya sempat berjanji melanjutkan pembangunan dari TGB Zainul Majdi. Beberapa tahun terakhir ini, proyek pembangunan di NTB lebih sering digerakkan oleh pemerintah pisat dan tidak ada penolakan dari pemprov. Kinerja keuangan yang buruk dapat mempuat tujuan NTB yang mandiri dan sejahtera menjadi gagal dan tidak dapat terlaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari semakin merosotnya kapasitas kuangan daerah. Kemandirian keuangan daerah ini bisa dilihat dari realisasi PAD di tahun 2021 yang menurun dibanding dengan tahun 2020. Padahal pada tahun 2021, pemerintah sudah mengklaim bahwa mereka sudah berhasil memulihkan perekonomian daerah jika dibandingkan dengan tahun 2020 yang kondisi ekonominya menurun. Selain tidak maksimal dalam pencapaian PAD, pemprov juga gagal mengalokasikan anggaran daerah untuk memulihkan ekonomi masyarakat, terutama pada masyarakat yang terdampak dari efek covid-19. Dari empat komponen dalam PAD, yaitu seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan PAD lain yang sah. Tiga dari empat komponen realisasi PAD turun. Hanya hasil wealth management yang mencapai 100 persen. Hal ini juga setelah target diturunkan dari APBD Murni menjadi APBD Perubahan.
Akhir-akhir ini muncul sebuah isu bahwa kondisi APBD Nusa Tenggara Barat pada tahun 2022 dianggap tidak sehat dan sedang tidak dalam keadaan yang baik. Hal ini dikarenakan APBD tahun 2022 menanggung beban utang pada APBD tahun 2021. Hutang yang sebesar Rp. 227,6 miliar ini harus sudah dibayar pada bulan Mei 2022 kepada pihak ketiga. Jika dilihat dari keseluruhan, jumlah APBD NTB yang bermasalah aalah sejumlah 5 persen. Menurut anggota DPRD NTB Dapil Kota Bima, Kabupaten Bima dan Dompu mengatakan bahwa munculnya hutang ini karena pemerintah provinsi atau Pemprov pada akhir bulan Desember 2021 tidak memiliki cukup uang ataupun biaya untuk membayar seluruh kegiatan. Hal yang akan dilakukan ntuk menutupi hutang ini, anggota DPRD NTB mengatakan bahwa akan melakukan pergeseran anggaran pada sejumlah OPD yang sekarang sedang dalam tahap proses pembahasan.
Menurut Mori, penyebab APBD NTB ini tidak dalam kondisi yang baik karena pendapatan daerah Transfer Dana Alokasi Umum (DAU) di tahun 2021 dari pemerintah pusat berkurang. Kemudian Pemprov NTB memiliki beban sebesar 8 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) untuk vaksinasi. Sebenarnya program vaksinasi ini gratis dari pemerintah pusat, tetapi Pemprov harus memberikan honor atau gaji kepada vaksinator, kebutuhan distribusi, penyimpan vaksin, Â dan lain sebagainya. Kemudian penyebab lainnya yaitu daya beli masyarakat yang lemah selama pandemi mengakibatkan pendapatan dari BBNKB yang merupakan salah satu potensi pajak yang menyumbang PAD hingga mencapai ratusan miliar dari pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ini menurun. Alasan mengapa BBNKB ini menurun karena orang yang mampu untuk membeli mobil turun drastis.
Beban utang APBD yang mencapai Rp. 300 miliar yang masih belum terbayar membuat pemerintah provinsi (Pemprov) terguncang. Namun Ketua Komisi 3 Bidang Keuangan dan Perbankan DPRB NTB yakin bahwa pemprov masih mampu mengatasi hal ini. Tekanan bersumber dari dana pinjaman yang mencapai Rp. 750 miliar yang bunganya harus dibayar mulai tahun ini. Sedangkan pembayaran pokok dan bunga akan dimulai pada tahun 2023. Kemudian tekanan lainnya berasal dari kesepakatan antara DPRD dengan pemprov NTB untuk menaikkan target pendapatan pada tahun anggaran 2021. Pendapatan APBD murni 2021 yang mencapai Rp. 5,4 triliun menjadi 5,7 miliar di APBD perubahan, mencapai 92 persen realisasi belanja. Dari situ kemudian muncul utang sebesar Rp. 300 miliar yang belum bisa terbayarkan sehingga anggota DPRD memberi saran untuk menjual beberapa asset. Namun, Sambirang Ahmadi selaku Ketua Komisi 3 Keuangan dan Perbankan DPRD NTB menegaskan opsi menjual aset menjadi pilihan terakhir ketika langkah atau rencana lain tak mampu menjawab tuntutan utang yang menumpuk. Â Beberapa opsi diantaranya, pertama melihat dampak perekonomian dari sirkuit Mandalika. Jika sirkuit tersebut berhasil membangkitkan ekonomi masyarakat maka aka nada peluang PAD yang dapat terealisasikan sesuai dengan target. Kemudian pada opsi kedua akan mengevaluasi kerjasama asset yang tidak produktif. Contohnya seperti asset Gili Trawangan yang pada akhirnya dikerjasamakan dengan rakyat. Akan ada peluang jika pemerintah melakukan hal yang sama dengan asset yang lain. Jika kedua opsi ini tidak berjalan lancar sesuai dengan rencana, maka akan dilakukan pilihan terakhir yaitu menjual aset. Namun Sambirang menilai bahwa situasi masi belum mendesak dan pemerintah masih dianggap mampu untuk mengatasi utang dengan dua opsi tersebut.
Sudah sewajarnya sebuah aset yang terbengkalai digerakkan dan hal itu akan membantu pemulihan ekonomi masyarakat. Seperti yang sudah diamanatkan oleh kementerian keuangan, asset itu harus digerakkan, tidak boleh diam. Terlebih Banggar DPRD NTB mendorong untuk mengoptimalisasikan aset daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H