Mohon tunggu...
Larissa Amanda Indianti S
Larissa Amanda Indianti S Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Political Science - Universitas Indonesia | DPR | private teacher | Lifelike Pictures (Tabularasa Film)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Desa Betok, Setitik Kehidupan di Kepulauan Karimata

24 Oktober 2013   12:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:06 1697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desa Betok? Apa itu? Dimana? Ada ya nama tempat kayak gitu? Saya juga tidak tahu ada tempat yang bernama Desa Betok, hingga pada awal Juli lalu, sebuah kesempatan luar biasa datang kepada saya. Saya mendapatkan kesempatan untuk dapat tinggal di desa tersebut selama kurang lebih 1 bulan. Desa Betok itu terletak di Kepulauan Karimata, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Kalau kita lihat di Peta, Kepulauan Karimata ini hampir tak terlihat, padahal begitu banyak pulau-pulau indah di sana, bahkan beberapa di antara pulau-pulau tersebut berpenghuni. Gambar peta di atas merupakan gambar yang saya ambil dari google image, di sebelah kanannya itu adalah Pulau Kalimantan, sedangkan Pulau Karimata harus ditempuh dengan menyebrangi lautan terlebih dahulu. Perjalanan saya menuju ke pulau tersebut dari Jakarta cukup lama, kurang lebih sekitar 1 minggu. Pada awalnya saya menaiki bis menuju Semarang terlebih dahulu, perjalanan kurang lebih 16 jam. Di Semarang, saya menginap dulu semalam di Wisma Pemda, kemudian esok harinya saya berangkat dari Pelabuhan Tanjung Emas menggunakan kapal Satya Kencana menuju Pelabuhan Ketapang, Kalimantan Barat. Perjalanan yang ditempuh kurang lebih 2 hari. Di kapal selama 2 hari, tanpa kasur, tanpa bantal, hanya diberikan kapasitas 1 seat saja perorang. Jadi, kalau mau tidur sambil rebahan ya curi-curi kesempatan aja kalau teman di sebelah kita lagi jalan-jalan atau lagi pergi, hehe. Nah, sampai deh akhirnya di Pelabuhan Ketapang, Kalimantan Barat. Rasanya seneng banget bisa menginjakkan kaki ini untuk pertama kalinya di tanah Kalimantan, salah satu dari 5 pulau terbesar di Indonesia. Kemudian, saya menginap semalam di semacam markas polisi setempat. Esok harinya, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan kapal nelayan menuju Kepulauan Karimata. Perjalanan tersebut ditempuh selama kurang lebih 8 jam. Tetapi, karena hari sudah cukup gelap, saya menginap dulu semalam di Desa Pelapis (beda pulau dengan Desa Betok). Baru keesokan harinya, perjalanan saya lanjutkan menuju desa Betok. Selama 8 jam perjalanan itu, pemandangan yang dilihat benar-benar hanya air laut dan langit biru saja. Beruntungnya, tidak hujan. Kalau hujan, saya tidak terbayang apa yang akan terjadi karena kapal nelayan tersebut hanya memiliki atap seadanya.

1382591051926477991
1382591051926477991
Akhirnya tiba di Desa tujuan saya, yaitu Desa Betok. Saya tidak pernah menyangka, bahwa kehidupan di pulau-pulau tersebut benar-benar ada. Tanpa mall, tanpa pasar, tanpa taman bermain (seperti Dufan di Jakarta), dan tanpa ada toko ini itu. Hanya ada beberapa warung kecil yang dikelola oleh beberapa warga setempat. Rumah-rumah panggung yang jika malam hari bawahnya adalah air laut, ya, itulah Desa Betok.
1382590991409245303
1382590991409245303
Selama kurang lebih 3 minggu saya tinggal di Desa Betok ini. Berbagai kekayaan laut, seperti ikan, kerang, kepiting, udang, cumi-cumi, dan lainnya (yang di Jakarta harganya sangat mahal), ternyata di sini merupakan makanan sehari-hari mereka. Wow. Cumi-cumi yang seukuran lengan kita pun seolah merupakan 'mainan' bagi anak-anak Desa Betok. Mereka dapat dengan mudah mendapatkan cumi-cumi tersebut sambil bermain-main air pada sore hari, yaitu pada waktu air laut akan mulai pasang. 'Jika bahagia, apalagi yang dicari?', tagline tersebut muncul dalam benak saya ketika melihat anak-anak di Desa Betok bermain-main dengan gembiranya. Suatu pemandangan yang hampir tidak pernah saya lihat lagi di Jakarta. Jika di Jakarta anak-anak bahagia dengan permainan di tab ataupun ipad mereka, lain halnya dengan anak-anak Desa Betok yang terlihat aktif dan ceria ketika mereka bermain lari-larian, sepak bola, ataupun bermain air bersama-sama. Mungkin karena mereka belum kenal dengan yang namanya tab ataupun Ipad ya.. Kalau mereka sudah diperkenalkan dengan games-games canggih di tab atau ipad itu, tidak menutup kemungkinan mereka juga akan se-individualis seperti kebanyakan anak-anak Jakarta. Tetapi, yang ingin saya tekankan adalah, mereka tetap bahagia loh tanpa adanya games-games canggih itu. Malah terlihat lebih bahagia. Selain itu, kehidupan sosial mereka juga terbangun dengan sering berinteraksi dengan sesama mereka. Penduduk yang ramah dan terbuka juga saya temukan di Desa Betok. Ketika saya dan teman-teman saya datang ke Desa tersebut, penduduk Desa Betok sangat ramah dan terbuka menyambut kami. Bahkan, kami semua tinggal di beberapa rumah penduduk setempat. Ada yang bajunya dicucikan, selalu dimasakkan makan siang (waktu itu sedang bulan puasa, tetapi seperti saya yang tidak berpuasa tetap dimasakkan makan siang walaupun pemilik rumah beragama muslim), diberikan kamar sendiri, dan diperlakukan dengan baik. Hidup mereka boleh saja terbilang sederhana secara materil, tetapi hati mereka seperti selalu dilimpahi kekayaan. Saya dan teman-teman saya datang ke Desa Betok ini bukanlah tanpa misi. Kami menjalankan beberapa program, seperti program Rumah Kreatif, Ekonomi Kreatif, dan Kesehatan Untuk Semua. Kami ingin membantu mengembangkan potensi masyarakat setempat. Misalnya bakat dan potensi pada anak-anak, kemampuan ibu-ibu dalam membuat kerupuk yang super enak dan bagaimana cara memasarkannya, serta kami juga ingin membantu dalam program kesehatan, misalnya bagaimana cara menyikat gigi yang baik bagi anak-anak, bagaimana hidup yang bersih, dan juga memberikan pengobatan pada lansia.
1382592207627765438
1382592207627765438
Ketika saya akan pulang pun, berbagai macam oleh-oleh saya terima. Bukan melihat apa dan seberapa mahal apa yang mereka beri, tetapi lebih kepada nilai dari pemberian mereka itu. Sebuah nilai yang tidak akan bisa terungkapkan oleh kata-kata. Niat yang tulus untuk memberi, itu merupakan sebuah pembelajaran berharga yang saya dapatkan dari penduduk Desa Betok. Saya benar-benar merasakan bahwa bahagia itu sederhana ketika saya tinggal di Desa ini. Ketika banyak memberi tidak akan membuat kita miskin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun