Mohon tunggu...
Sulardi
Sulardi Mohon Tunggu... Lainnya - Purnabakti

Dunia jurnalistik, baik media TV maupun cetak bukan hal baru yang saya geluti. Dari situlah kearifan hidup terasah, empati dan simpati terus bersemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Prahara di Pulau Minyak

29 Juli 2024   16:31 Diperbarui: 29 Juli 2024   16:36 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menyebut Pulau Tarakan di Kalimatan Timur secara otomatis ingatan kolektif bangsa akan merujuk suatu daerah penghasil minyak bumi. Ini memang sudah sewajarnya.  Namun tiada yang menyangka di pulau

kecil tersebut pernah terjadi pertempuran besar dan sengit antara pihak sekutu dengan jepang di masa awal masa pendudukan jepang di Indonesia. Bahkan sebagian menilai pertempuran antara kekuatan sekutu dan kekuatan poros itu begitu hebat sehingga dijuluki ’Pearl Harbour-nya Indonesia’.  

Tarakan, sejak masa kolonial berada di bawah kekuasaan kerajaan Bulungan. Kerajaan inilah yang pertama kali melakukan kerjasama kontrak kerja dengan perusahaan pengeboran minyak belanda (BPM) untuk melakukan eksplorasi di bumi tarakan.

Hasilnya sungguh menajubkan sehingga Tarakan yang semula tidak dikenal mulai menjadi buah bibir bangsa barat dan menjadi incaran semua bangsa untuk menguasai. Terutama ketika berkecamuknya perang dunia kedua, dimana pihak jepang yang merupakan salah satu kekuatan poros diembargo oleh kekuatan sekutu. Akibatnya, jepang mencari sumber bahan mentah terutama minyak bumi untuk keperluan angkatan perangnya dengan cara melakukan invasi ke daerah tersebut termasuk tarakan yang waktu itu dikuasai kolonial Belanda/KNIL.

Pendaratan Jepang pertama kali dilakukan di tarakan 11 januari 1942. Seriusnya Jepang untuk menyerang dan menguasai Tarakan terlihat dengan dipersiapkan dan dibentuknya pasukan khusus terdiri dari orang-orang yang ahli dibidang perminyakan. Diawali dengan serangan udara pesawat Jepang terhadap posisi pertahanan pasukan Belanda yang lebih dahulu menguasai di sana. Sekitar 20 ribu serdadu Kekaisaran yang dimotori Pasukan Kure, pasukan elit angkatan laut Jepang, mendarat di pantai timur Tarakan dalam dua kelompok. Pihak Belanda berusaha bertahan, meski tanpa harapan untuk bisa mengusir tentara Dai Nipon. Bermodalkan 1.300 serdadu Batalion VII KNIL, segelintir kapal perang ringan, pesawat tempur dan bomber. Pulau kecil yang kaya minyak itu pun akhirnya bagaikan neraka. Sebelum pasukan Jepang mendarat,

terlebih dahulu tentara Belanda membakar ladang-ladang minyak di Tarakan agar lawannya tidak mendapatkan pasokan bahan bakar. Dalam pertempuran tak seimbang itu, Belanda akhirnya kalah telak. Sebagian tentaranya tewas terbubuh, dibunuh dan lainnya menjadi tawanan. Tak sedikit pula korban di pihak sipil. Pertempuran itu terus berlanjut disepanjang perairan laut jawa yang dikenal dengan pertempuran laut jawa dimana salah seorang admiral sekutu Karel Doorman tewas bersama dengan kapal tempurnya.
Namun kekuasaan jepang di tarakan tidak berlangsung lama. Tahun 1943 kekuatan poros sudah mulai banyak mengalami kekalahana di berbagai pertempuran oleh pihak sekutu. Dan puncaknya, pasukan sekutu dibawah komando jendral mac arthur melakukan intruksi untuk kembali merebut wilayah tarakan dari tangan jepang. Untuk kedua kalinya, pertempuran hebat terjadi antara pihak sekutu dan jepang. Kendati saat itu kekuatan jepang tidak sekuat masa awal, tapi semangat juang mereka yang tinggi membuat perlawanan begitu sengit sehingga banyak jatuh korban dari pihak sekutu khususnya tentara australia yang menjadi tulang punggung serangan ke tarakan. Sedikitnya tercatat 200 prajurit australia tewas dalam pertempuran pengambilalihan itu dan ribuan prajurit jepang binasa.

Tak bisa dinafikan, pulau tarakan memiliki catatan tersendiri sebagai daerah yang pernah menjadi ajang pertempuran paling hebat di wilayah asia pasifik antara kekuatan sekutu australia dengan kekuatan poros jepang.

Ironisnya, banyak dari kita

tidak mengetahui dan tidak ingin tahu akan peristiwa tersebut dan menganggap kecil peristiwa tersebut. Situs-situs tempat terjadinya peristiwa tersebut banyak yang terbengkalai dan tak terurus, padahal lokasi semacam ini dibanyak negara maju menjadi salah satu penghasil devisa negara sebagai tujuan wisata sejarah...**

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun