Mohon tunggu...
Sulardi
Sulardi Mohon Tunggu... Lainnya - Purnabakti

Dunia jurnalistik, baik media TV maupun cetak bukan hal baru yang saya geluti. Dari situlah kearifan hidup terasah, empati dan simpati terus bersemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aceh: Diantara Dua Keping Wajah

24 Juli 2024   07:02 Diperbarui: 24 Juli 2024   07:08 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Aceh dijuluki Serambi Mekkah, merupakan sebuah wilayah kaya raya. Membaca riwayat sejarah Aceh tidak akan lepas dari potret perjalanan panjang sebuah suku bangsa yang penuh dengan air mata dan bersimbah darah. Militansi yang didasari semangat jihad fi sabililillah dalam menentang penjajahan dan ketidakadilan membuat perlawanan rakyat Aceh tidak pernah bisa dilumpuhkan. dalam waktu singkat.

Kerajaan Aceh Darussalam dibangun Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1511 M yang merupakan penyatuan beberapa kerajaan kecil di aceh dan pesisir timur Sumatra seperti Peurelak (di Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya (Aceh Barat Daya) dan Aru (di Sumatera Utara).

Sejak awal berdiri dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah hingga di masa kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam, Sultan Iskandar Muda, konflik dan perjuangan bersenjata melawan kolonialisme bangsa Eropa baik portugis maupun Belanda terus berkobar. Terlebih sejak abad ke 19, dibukanya terusan Suez makin membuat posisi kerajaan aceh dan selat Malaka menjadi lalulintas perdagangan sangat strategis dimata bangsa eropa sehingga hasrat menguasai daerah itu begitu besar.

Perlawanan rakyat Aceh menentang penjajahan terus berkelanjutan dari generasi ke generasi. Dari perlawanan yang dipelopori oleh Kasultanan sampai dilanjutkan dengan kaum ulama dan ullebalang yang menjadi motor pergerakan. Tersebut tokoh seperti Teuku Umar, Tgk. Cik Ditiro, Cut Nyak Dien, Cut Meutia menjadi martir kemerdekaan. 

Memasuki paruh abad ke-20, ketika Jepang menduduki Aceh, perlawanan juga tidak pernah surut. Diberbagai tempat perlawanan terus berlanjut melihat tindakan kesewenanwenangan jepang sampai pada proklamasi kemerdekaan Indonesia. Salah satunya yang diperingati dengan adanya tugu Cot Plieng di pidie.

Periode awal revolusi fisik sampai masa akhir pemerintah Presiden Sukarno, hubungan aceh dan pemerintah pusat mengalami pasang surut. Tapi yang tak bisa dipungkiri, peran Aceh bagi pemerintah republic tidak kecil. Dengan bantuan financial dari masyrakat aceh, Indonesia bisa membeli pesawat Seulawah yang menjadi komoditi perjuangan dan penghasil pendapatan utk perjuangan.

Kekecewaan dan diingkarinya janji oleh pemerintah pusat membuat masyarakat aceh meradang dan Tgk Daud Beureuh mengambil sikap berseberangan dengan pemerintah pusat dan menyokong Kartosuwiryo dengan Negara Islam Indonesia. Konflik bisa diakhiri dengan digelarnya musyawarah kerukunan masyarakat aceh dimana Daud Beureuh mau turun gunung dan kembali ke pangkuan RI. Dimana pemerintah pusat memberikan konsesi untuk mastarakat aceh sebagai Daerah Istimewa Aceh. 

Pada periode orde baru, penekanan pembangunan lebih banyak terpusat di jawa dan luar jawa tidak memperoleh porsi yang besar, memunculkan persoalan baru lagi di aceh. Ketika Hasan Tiro memproklamasikan bentuk perlawanan terhadap pusat dengan Gerakan Aceh Merdeka ( GAM ) yang didirikan di gunung halimun 1976.

Pemerintahan pusat yang bersifat militeristik saat itu menjawab ketidakpuasan masyrakat aceh itu dengan mengelar operasi penumpasan GAM dan pemberlakuan Daerah Operasi Militer ( DOM) yang sangat menyakitkan hati masyarakt aceh pada umumnya dan merendahkan derajat suku bangas aceh. Tak terhitung berapa jumlah korban tewas pada masa-masa itu.

Berbagai upaya perdamaian terhadap kedua kubu yang bertikai terus digalakan dengan beragam mediator netral. Namun semuanya belum mencapai kata sepakat. Akhirnya, tahun 2004 bencana tsunami menerjang aceh dan meluluhlantakan kota. Peristiwa ini menjadi pendorong bagi kelompok yang bertikai antara GAM dan pemerintah pusat untuk saling intropeksi diri dan menggalakan perundingan demi tercapainya kedamaian yang abadi di bumi rencong,.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun