Boleh percaya atau tidak, setiap akhir pekan aku bangun lebih pagi dari biasanya. Kalau pada hari kerja biasanya aku bangun pagi jam 06:00 WIB. Tapi di hari Sabtu atau Minggu aku terbangun dengan sendirinya lebih awal dari itu, kira-kira jam 05:00 atau bahkan lebih pagi lagi.
Aku tidak pernah memasang alarm atau weker untuk bangun pagi. Bukan apa-apa, badanku sendiri sudah berfungsi sebagai alarm. Bedanya, kerja alarm di badan sesuai dengan kondisi yang tidak bisa kuduga dan kukendalikan. Itu sudah dari sono-nya, kata orang Betawi.
Pernah suatu saat aku khawatir bangun kesiangan karena saat itu harus pergi di pagi buta. Benar juga, alarm badan bekerja lebih cepat dari alarm handphone-ku. Aku bangun dua jam lebih awal dari alarm di handphone. Akibatnya tidurku kurang sekali. Mau kembali tidur sudah terlanjur terjaga. Semua sarafku sudah langsung aktif. Daripada konyol, kumanfaatkan saja waktu yang ada untuk berdoa, meditasi, dan berlatih yoga. Eh, ternyata enak juga lho bangun lebih pagi.
Banyak sekali hal yang bisa dilakukan dengan santai. Aku jadi menikmatinya. Cuma, banyak teman bilang kalau bangun siang di hari libur itu sebuah bentuk kemewahan makanya perlu dinikmati dan jangan sampai terlewatkan. Lho koq? Ya, beda orang khan beda situasi dan kebutuhan.
Memang, kebanyakan di antara mereka itu tinggalnya jauh dari tempat kerja. Mereka terpaksa bangun sangat pagi agar tidak terlambat sampai di kantor. Kalau aku sih, memang sengaja cari tempat tinggal yang mendekati kantor, meskipun itu hanya tempat kost. Rumahku sendiri jauh dan banyak titik-titik rawan macet sepanjang perjalanan ke kantor. Begitulah keuntungan punya tempat tinggal yang mendekati lokasi kantor.
Ironisnya, beberapa teman yang rumahnya relatif lebih dekat ke kantor seringnya malah pada jadi pegawai telatan, begitu kata teman-teman lainnya. Akupun pernah dipanggil bos karena sempat sering datang terlambat. Bukannya sengaja sih, mungkin itu lebih disebabkan oleh perhitungan waktu yang kurang cermat tapi mengandalkan kedekatan jarak kilometer rumah ke kantor dan sebaliknya tidak mempertimbangkan jarak tempuhnya.
Selama hal ini menyangkut situasi lalulintas Jakarta, kita perlu bicara antara jarak kilometer dan jarak tempuh. Orang bisa mencapai waktu 20 menit untuk pergi ke tempat yang jauhnya kira-kira 2 km. Sebaliknya, orang lainnya bisa sampai di lokasi yang hanya 700 meter jauhnya setelah menempuh perjalanan selama 30 menit. Heran?
Begitulah yang terjadi di Jakarta. Semua itu tergantung dari lancar tidaknya lalu lintas di sepanjang jalan yang dilalui. Berapa perempatan, berapa lampu merah, berapa polisi tidur, berapa Pak Ogah (orang yang nampaknya membantu kelancaran lalulintas di tikungan tertentu dengan mengharapkan tip dari para pemakai jalan secara illegal), adakah pompa bensin atau pasar di tengah perjalanan itu dan sebagainya.
Sayangnya untuk ke kantor aku harus melalui hampir semua itu. Ada pompa bensin, ada sekolahan, ada rumah sakit, ada pasar, dua perempatan dengan lampu merahnya pula! Ya sudah, meski rumahku hanya berjarak 700 meter dari kantor, aku harus berangkat paling tidak 45 menit dari rumah. Kalaupun aku bersedia ngantor dengan berjalan kaki saja, mungkin hanya memerlukan waktu paling lama 25 menit. Selalu ada tapi-nya. Jalanan itu sangat berpolusi. Bajaj, angkot, metromini, dan lain-lain. Jadinya kulupakan saja soal jalan kaki.
Oh ya, soal bangun lebih pagi saat liburan itu, temanku bilang bahwa penyebabnya adalah faktor psikologis. Kalau libur kita cenderung tidak punya beban atau merasa berkewajiban untuk sesuatu yang rutin. Dengan sendirinya badan lebih relax dan segar sehingga otomatis kita bisa bangun lebih cepat.
Aku sendiri belum begitu yakin dengan komentar teman itu. Yang jelas, Minggu pagi memang aku harus sudah rapi sebelum pukul 07:30 WIB. Pastinya, ini untuk hal yang sungguh menyenangkan diriku sendiri. Ya, aku memang les piano privat di Minggu pagi. Aku dan Guru piano-nya memang menginginkan pagi hari. Dia ingin datang dan pergi dari rumahku dengan lancar dan tidak kepanasan. Maklumlah rumahnya jauh dan dia harus naik sepeda motor ke rumahku.
Sedangkan aku? Kalau lesnya pagi, latihannya selesai juga masih pagi. Banyak hal-hal menarik lainnya yang menunggu kukerjakan sesudahnya. Mungkin aku akan mengadakan perjalanan atau jalan-jalan keliling kota, atau mengintip apa yang menarik di pasar tradisionil …
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H