Mohon tunggu...
Mayangthika
Mayangthika Mohon Tunggu... Guru - Guru

Mengajar adalah menyentuh kehidupan dengan cara yang tidak terduga, dan menulis adalah cara untuk membagikan cerita dari hati ke hati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencari Harapan di Tengah Keputusasaan: Tantangan Hidup Modern

20 Oktober 2024   17:22 Diperbarui: 20 Oktober 2024   17:22 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca atau mendengar kalimat "susahnya mencari pekerjaan" membuat saya kembali teringat kisah yang pernah saya alami 24 tahun yang lalu. 

Saat itu tahun 2000-an, saya pernah merasakan berjalan  sambil membawa tas yang berisi beberapa map coklat. Map coklat kala itu sangat identik dengan pencari pekerjaan. Surat lamaran ditulis tangan dan langsung di antar ke tempat tujuan atau dikirim via Pos. Sempat merasakan salah alamat, berteduh di tempat yang asing karena hujan lebat dan bahkan pernah tersesat karena salah naik angkutan umum (angkot). Kala itu saya sempat merasakan putus asa, dan sempat berfikir "sudahlah ga usah cari kerja, mau diam aja di rumah"..

Keputusasaan atau suatu keadaan yang menggambarkan kondisi seseorang yang merasa tidak ada harapan kini disebut dengan istilah Desperate. Kondisi ini bisa menimpa siapa saja, tanpa memandang usia, latar belakang, atau status sosial. Namun, beberapa kelompok yang dinilai lebih rentan mengalami keputusasaan ini adalah generasi muda.  Mengapa mereka para generasi muda lebih rentan dibanding dengan kelompok lainya? Karena mereka, terutama yang sedang atau baru memasuki dunia kerja seringkali mengalami ketidakpastian dalam karier, tekanan sosial untuk mencapai sukses, ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan yang di hadapi dan pengaruh media sosial yang membuat mereka merasa tidak cukup baik.

Di era modern seperti saat ini, kita dihadapi oleh berbagai tekanan yang lebih intens dibandingkan dengan era sebelumnya. Kemajuan teknologi, perubahan ekonomi dan meningkatnya tuntutan sosial menciptakan kehidupan yang serba cepat dan kompetitif. Orang-orang akan dituntut untuk bekerja lebih cepat dan efisien yang menyebabkan kelelahan baik secara mental maupun fisik. 

Salah satu tantangan utama dalam kehidupan modern adalah krisis identitas. Banyak orang merasa tertekan untuk menemukan "siapa diri mereka sebenarnya" di tengah tuntutan sosial yang berbeda. Dengan munculnya media sosial, maka mereka berlomba-lomba menunjukkan versi diri yang terbaik secara online yang terkadang berbeda dari kehidupan nyata mereka. Sehingga munculah fenomena social comparason, yang membuat banyak orang merasa bahwa hidup mereka tidak sebaik yang mereka harapkan, meskipun kenyataannya setiap orang hanya menampilkan aspek terbaik dari hidup mereka di media sosial.

Teknologi yang semakin maju membuat kita lebih terhubung secara digital,banyak orang di era modern merasakan sangat kesepian. Kita bisa melihat saat kita berada di suatu acara yang dihadiri oleh banyak orang, namun intensitas mereka untuk saling berbicara dinilai lebih sedikit dibandingkan dengan intensitas mereka asyik dengan gawai mereka masing-masing. "Kesepian di tengah keramaian" mungkin itu istilah yang lebih tepatnya.

Lalu, apakah perasaan putus asa atau desperate tersebut bisa diatasi? 

Tentunya pasti ada jalan untuk mengatasi segala persoalan termasuk perasaan putus asa itu. Kita bisa mencoba dengan berbagai strategi diantaranya:

  • Mencari teman yang bisa di ajak untuk berbagi cerita tentang perasaan atau masalah yang sedang kita hadapi. Setidaknya kita tidak merasa sendiri dan ada tempat untuk membantu meringankan beban.
  • Membatasi penggunaan media sosial karena seringkali perasaan putusasa itu muncul dari membandingkan kehidupan kita dengan kehidupan yang ditampilkan di media sosial. Kita bisa mengambil jeda dari media sosial dan menikmati momen dunia nyata. Hal ini bisa membantu meningkatkan kesehateraan emosional dan fokus pada hal-hal yang lebih penting.
  • Membangun kesehatan mental itu sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik. Belajar untuk tidak terlalu keras pada diri sendiri dan menerima bahwa kegagalan atau keputusasaan merupakan bagian dari proses hidup yang harus dihadapi. Yang perlu diingatkan kembali adalah bukan kegagalannya yang menjadi point penting, namun seberapa kuat kita bangkit setelah kegagalan itulah yang akan menjadikan kita pribadi yang lebih tangguh.
  • Mengatur kembali ekspektasi dan tujuan yang lebih realitas. Terkadang, putus asa muncul karena ekspektasi yang terlalu tinggi atau tujuan yang tidak realistis. 
  • Menghindari sikap yang telalu perfeksionis. Menerima bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini, akan mengurangi perasaan putus asa.

Semoga bermanfaat.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun