Tanggal 21-22 Desember kemarin, Indonesia telah mengalami perubahan musim yang disebut dengan fenomena solstis.
Solstis adalah saat Matahari mencapai titik terjauhnya dari garis khatulistiwa Bumi.
Fenomena solstis merujuk pada dua titik ekstrem posisi Matahari di langit, yang terjadi sekitar dua kali setahun. Solstis Musim Panas terjadi saat Matahari mencapai titik tertinggi di langit dan menciptakan hari yang paling panjang dalam setahun di belahan bumi tertentu.
Sebaliknya, Solstis Musim Dingin terjadi ketika Matahari mencapai titik terendahnya di langit, menyebabkan hari yang paling pendek dalam setahun di belahan bumi tersebut. Perubahan ini disebabkan oleh inklinasi sumbu Bumi terhadap bidang orbitnya, yang menyebabkan variasi dalam durasi siang dan malam serta musim di seluruh dunia. Fenomena solstis memiliki dampak penting pada iklim dan musim, dan di berbagai budaya, sering kali dihubungkan dengan perayaan dan tradisi yang merayakan perubahan ini.
Warga Indonesia merespon terhadap fenomena solstis ini bervariasi tergantung pada latar belakang budaya, agama, dan pemahaman ilmiah. Sebagian besar masyarakat mungkin merasakannya melalui perubahan cuaca yang terkait dengan musim kemarau atau musim hujan. Di beberapa daerah, solstis mungkin dihubungkan dengan tradisi keagamaan atau kepercayaan lokal yang menyoroti pentingnya perubahan musim.
Sementara sebagian besar orang mungkin menyikapi solstis sebagai bagian dari siklus alam yang alami, ada juga yang dapat mengaitkannya dengan mitos atau keyakinan tertentu. Beberapa masyarakat lokal mungkin merayakan solstis dengan upacara tradisional atau perayaan keagamaan yang merayakan perubahan musim. Dalam konteks globalisasi dan peningkatan akses informasi, semakin banyak orang mungkin juga mengembangkan pemahaman ilmiah tentang fenomena ini.
Penyebab utama dari fenomena solstis adalah inklinasi sumbu Bumi terhadap bidang orbitnya sekitar Matahari. Inklinasi ini menyebabkan perubahan dalam jumlah cahaya matahari yang diterima oleh berbagai bagian Bumi selama setahun. Saat salah satu belahan bumi lebih condong ke Matahari, terjadi solstis.
Pada solstis musim dingin, salah satu kutub Bumi (utara atau selatan) condong paling jauh dari Matahari, sehingga hari menjadi sangat pendek di belahan bumi tersebut. Sebaliknya, pada solstis musim panas, kutub yang berlawanan condong paling jauh dari Matahari, menyebabkan hari menjadi lebih panjang di belahan bumi tersebut. Ini merupakan siklus tahunan yang terjadi karena gerakan Bumi dalam orbitnya.
Dampak fenomena solstis
Dampak solstis melibatkan perubahan yang terlihat dalam durasi siang dan malam serta musim di berbagai belahan bumi. Beberapa dampak utama termasuk:
1. Perubahan Musim: Solstis memarkir awal resmi musim panas atau musim dingin di berbagai belahan bumi. Misalnya, solstis musim dingin di belahan bumi utara menandai awal musim dingin.
2. Durasi Siang dan Malam: Selama solstis, perbedaan antara durasi siang dan malam mencapai maksimum. Pada solstis musim panas, hari lebih panjang, sementara pada solstis musim dingin, malam lebih panjang.
3. Efek pada Iklim dan Cuaca: Perubahan dalam distribusi cahaya matahari dapat memengaruhi suhu dan pola cuaca di berbagai wilayah, berkontribusi pada perubahan musim.
4. Tradisi dan Perayaan: Beberapa budaya merayakan solstis dengan upacara dan perayaan. Contohnya, perayaan Yule pada solstis musim dingin atau perayaan matahari pada solstis musim panas.
5. Navigasi Tradisional: Solstis telah digunakan sebagai panduan waktu oleh masyarakat kuno untuk menentukan musim dan menyesuaikan aktivitas pertanian atau perjalanan.
Namun, dampak ini dapat bervariasi tergantung pada lokasi geografis dan kebudayaan masing-masing.
Kapan fenomena solstis terjadi?
Solstis terjadi pada dua waktu dalam setahun: