Para pendukung Jokowi bisa sedikit lega, minimal berdasarkan hasil perhitungan cepat (Quick Count), Jokowi-Basuki berhasil mengungguli Foke-Nara. Tinggal selangkah lagi, menunggu hasil resmi dari KPUD, Jokowi - Basuki akan berhasil duduk di kursi Gubernur dan WaGub DKI untuk periode 2012 - 2017. Tapi yang tidak banyak diketahui publik, saat ini Jokowi sedang menghadapi sebuah masalah sehubungan dengan permohonan persetujuan pengunduran diri dari Walikota Solo. Hal ini sebagai konsekwensi Jokowi yang telah menandatangani Surat Pernyataan Bersedia Mengundurkan Diri Dari Jabatannya ketika mendaftar sebagai Calon Gubernur DKI. Banyak kalangan menilai, DPRD Solo tentu saja dengan suara bulat segera menyetujui permohonan pengunduran dirinya itu, bila Jokowi telah terpilih sebagai Gubernur DKI. Namun demikian tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, sebab untuk memperoleh persetujuan, tentu harus didukung  oleh suara mayoritas yaitu sebasar 3/4 dari anggota DPRD yang hadir dalam rapat paripurna. Seberapa kemungkinannya, mari kita lihat data 40 kursi anggota DPRD Solo sbb : - PDI-P 15 kursi - Partai Gerindra 2 kursi - Partai Demokrat  7 kursi - Partai Golkar 4 kursi - Partai Keadilan Sejahtera 4 kursi - Partai Amanat Nasional  4 kursi - Hanuraa  2 kursi - Partai  lainnya  2 kursi. Dari total 40 kursi, PDIP dan Gerindra, pengusung Jokowi-Basuki hanya punya 17 kursi, sedangkan partai pendukung foke-Nara ada 21 kursi, dan partai lainnya netral 2 kursi. Disini nampak bahwa Jokowi harus bisa mengumpulkan minimal 14 suara lagi, agar permohonan pengunduran dirinya memperoleh persetujuan  suara mayoritas. Pertanyaannya, siapa yang akan bersedia mendukung jokowi, sedangkan sebagian besar sisa suara adalah pendukung Foke Nara ? Anggaplah  2 suara dari partai netral tersebut secara optimis akan mendukung Jokowi, jadi masih kurang 12 suara lagi. Mengumpulkan tambahan 12 suara, itu bukanlah hal yang sederhana,  apalagi suara tersebut harus diambil dari eks. pengusung Foke-Nara. Disinilah sportifitas para anggota Dewan diuji. Sampai sejauh mana mereka membela kepentingan masyarakat yang lebih luas dibanding dengan kepentingan partai mereka. Pada kondisi ini, Jokowi ada pada posisi yang kurang menuntungkan sebab, bila gagal memperoleh suara mayoritas, maka akan menimbulkan ekses yang luas dan masalah besar nantinya, mengingat Jokowi telah terpilih jadi Gubernur. Disisi lain, anggota Dewan berada di 'atas angin', artinya  suara mereka tentulah sangat sangat berharga bagi kubu Jokowi atau lebih tegasnya "MAHAL". Untuk itu, Kubu Jokowi tentu tak bisa mengelak, mau tidak mau, suka tidak suka, harus bisa memperoleh suara mayoritas itu. Yang terjadi kemudian adalah proses "tawar-menawar" secara politik, sebab 1 suara tentu saja ada 'harga'nya. Menyikapi hal tersebut segenap kemampuan dikerahkan termasuk menyiapkan pendanaan yang mungkin bisa jadi tak terduga besarnya, yaitu ketika menerima tantangan dari anggota dewan "Wani Piro" ? :) Apalagi bila terjadi 'kong kalingkong' antar semua anggota DPR pendukung Foke Nara, sehingga mereka secara kompak menyuarakan 'harga' yang sama. Huihhh.. betapa mengerikannya kondisi itu. Sebab kekalahan Foke-Nara, tentu menyisakan kekecewaan yang teramat berat dan disisi lain telah kehilangan biaya kampanye yang sangat besar. Dan bukan tidak mungkin, moment ini akan dimanfaatkan sebagai kompensasi atas segala kekalahan mereka. Kali ini, dibalik kemenangan gemilang selama Pilkada Putaran kedua, Kubu Jokowi harus menanggung 'biaya' untuk menebus suara mayoritas itu. Sanggupkah Kubu Jokowi melakukannya ? Itulah politik, tak ada  teman dan  lawan abadi, yang ada hanyalah 'kepentingan' abadi ! Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H