Amerika Serikat, Inggris, dan Australia pada tanggal 15 September 2021 mendeklarasikan pembentukan pakta pertahanan trilateral di kawasan indo-pasifik yang disebut dengan AUKUS. Objektivitas pakta ini adalah membantu Australia mengembangkan kapal selam berkekuatan nuklir termasuk pengembangan sejumlah teknologi bawah laut, artificial intellegence, dan teknologi komputasi kuantum untuk kepentingan keamanan kawasan.
Keberadaan AUKUS mendapatkan beragam respons dari negara-negara kawasan, termasuk Indonesia. Sejalan dengan politik luar negerinya, bebas aktif, sikap Indonesia dapat dikatakan netral dengan memberi penekanan pada semua pihak atas kewajiban menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan.Â
Hal ini diinformasikan secara resmi melalui Statement on Australia's Nuclear-powered Submarines Program yang berisi 5 poin penting. Pertama, Indonesia memperhatikan dengan hati-hati keputusan Australia mengakuisisi kapal selam bertenaga nuklir.Â
Kedua, Indonesia mengkhawatirkan keberlanjutan perlombaan senjata dan proyeksi kekuatan di kawasan. Ketiga, Indonesia menekanan komitmen Australia dalam memenuhi kewajibannya terhadap NPT. Keempat, Indonesia meminta Australia untuk menjaga komitmennya terhadap perdamaian, keamanan, dan stabilitas regional sesuai dengan Treaty of Amity and Cooperation.Â
Kelima, Indonesia mendorong Australia dan pihak-pihak terkait untuk mengutamakan dialog dalam menyelesaikan perbedaan secara damai. Dalam hal ini, Indonesia menggarisbawahi penghormatan terhadap hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982, dalam menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan.
Meskipun demikian, Indonesia tetap mengungkapkan kekhawatirannya terhadap keberadaan AUKUS karena sejumlah pertimbangan. AUKUS dinilai dapat memicu perlombaan senjata di kawasan.Â
Meskipun pakta ini ditujukan untuk membentuk keamanan kolektif kawasan, sejumlah pihak menilai pembentukan AUKUS merupakan usaha menyeimbangkan kekuatan China di Indo-Pasifik yang semakin agressif, seperti dalam kasus Laut China Selatan.Â
Kekhawatiran Indonesia ini dapat divalidasi melalui Teori Balance of Power yang menjelaskan bahwa pada saat suatu negara meningkatkan kekuatan keamanannya pada level tertentu, hal tersebut dapat memicu negara lain melakukan hal yang sama atau yang dikenal dengan counter balancing.Â
Counter balancing dipengaruhi oleh situasi security dilemma yang dihadapi oleh negara-negara yang berada dalam kawasan yang sama atau yang sedang berkonflik atau dalam hubungan yang tidak baik.Â
Jika diimplementasikan, maka menjadi logis adanya kemungkinan perlombaan senjata antara AUKUS dan China di kawasan mengingat China dan Amerika berada dalam situasi yang kurang baik karena  China berusaha untuk mendominasi kawasan dengan menggantikan dominasi Amerika.Â