Mohon tunggu...
larasati j
larasati j Mohon Tunggu... -

Pekerja kantoran biasa

Selanjutnya

Tutup

Nature

MAU JADI APA BUMI LANCANG KUNING KAMI? #ASAPRIAU

13 Maret 2014   23:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:58 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini kabut asap sudah mulai masuk lewat kisi-kisi jendela kantor, dan rumah masyarakat Riau. Tidak ada tempat aman lagi di bumi lancang kuning, karena mulai dari jalanan sampai kamar tidur pun sudah terselimuti asap. Bukan cuma satu atau dua hari hal ini terjadi, namun setiap hari sepanjang bulan sejak Februari lalu. Penyebabnya? tidak lain tidak bukan adalah pembakaran lahan dan hutan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatogi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru menyebutkan bahwa tercatat sebanyak 443 titik api (hotspot) di sejumlah wilayah Riau. Pemantauan ini dilakukan pada 8 Maret 2014 melalui satelit Tera dan Aqua.

Keadaan ini menimbulkan berbagai permasalahan lain dimasyarakat. Keluhan serta kritikan masyarakat telah mencuap dibanyak media, baik itu melalui media cetak, elektronik dan yang paling ramai ialah di media sosial. Petisi online pun sudah dilakukan oleh warga Riau sebagai bentuk kritikan ataupun ‘permohonan’ kepada pemerintah agar segera menuntaskan permasalahan kabut asap ini. Tidak sedikit kerugian yang harus ditanggung oleh masyarakat maupun pemerintah sendiri.

Berbagai aktivitas harian ikut terganggu. Asap tebal membuat jarak pandang menjadi lebih pendek, beberapa kali penerbangan mengalami delay dan juga batal mendarat di bandara Sultan Syarif Kasim II (SSK II). Sekolah-sekolah diberbagai daerah terpaksa meliburkan siswanya selama beberapa hari. Berbagai usaha kecil hingga menengah yang memanfaatkan cahaya matahari langsung juga terkena imbasnya, warga dituntun untuk mencari alternatif lain agar usaha tetap bisa berjalan.

Telah lebih dari satu bulan masyarakat kota Pekanbaru beraktivitas ditengah kabut asap. Selain mengganggu aktivitas pekerjaan, tebalnya asap berakibat buruk pada kesehatan. Berdasarkan catatan yang diperoleh Jumat (7/3) malam, Data Dinas Kesehatan Riau menyatakan sebanyak 38.000 jiwa menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).Jumlah itu belum termasuk masyarakat yang menderita iritasi mata, asma, dan pneumonia (infeksi pada paru-paru). Diperkirakan jumlah itu akan terus bertambah mengingat kabut asap masih terus terjadi.

Selain mengganggu sistem pernapasan, ternyata asap yang dihirup juga dapat menyebabkan penurunan fungsi otak manusia. Penurunan fungsi otak ini merupakan akibat buruk dan bersifat jangka panjang bagi penderitanya. Dilansir dari riaugreen.com, Dokter Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Ahmad, Abdul Latif menyampaikan “Selain ISPA, efek buruk kabut asap terhadap kesehatan lebih buruk lagi, bahwa dalam waktu 4 sampai 6 tahun kedepan akan membuat kemunduran daya fikir, intelegensi, dan lainnya.”

Jika masyarakat secara rutin setiap tahunnya ‘mengkonsumsi’ asap melalui sistem pernapasan, bukan tidak mungkin hal yang dikhawatirkan Dokter Abdul Latif itu terjadi. Sekarang kembali lagi pada diri kita sendiri, apakah mau memiliki generasi melayu dengan kemampuan berpikir rendah? Tentunya setiap orang ingin memiliki generasi yang cerdas dan sehat.

Hingga sudah hampir sebulan ini tentunya akibat-akibat yang timbul terus saja dirasakan kami sebagai masyarakat Riau. Kritikan yang cukup keras tidak segan-segan dilontarkan kepada Pemerintah dan juga aparat lain yang terkait. Hanya bisa berharap Pemerintah memang benar-benar serius menangani masalah yang sudah masuk hitungan kasus tahunan ini.

Bahkan sudah banyak didengar Pemerintah berupaya untuk memadamkan sejumlah titik api dengan alat pemadaman dan juga membuat hujan buatan. Tetapi apakah hal tersebut sudah dirasa maksimal? Gaungan hujan buatan dan usaha pemadaman sudah ada sejak pertengahan Februari. Namun hingga kini, masyarakat Riau masih harus menghirup ‘racun’ yang bukan makin hilang tapi malah makin menebal.

Mereka bagaikan berupaya mengatasi masalah hanya dilihat dari permukaan saja. Dan bagaimana dengan tindakan mengejar sang dalang utama? Bisa dibilang masyarakat belum pernah diberitahukan siapakah sebenarnya dalang utamanya. Masyarakat bagaikan disuruh pasrah dan kemudian diberi obat penenang namun ‘penyakit ini bisa timbul kapan saja. Seakan-akan pemerintah tidak pernah belajar dari masalah yang sudah terjadi setiap tahun. Cuma mereka yang tahu kenapa hal ini bisa terjadi. Jadi bisa dipastikan tahun-tahun ke depan hal yang sama akan terjadi dengan kadar yang bisa jadi lebih berbahaya. Maka tidak salah kan apabila kita bertanya MAU JADI APA BUMI LANCANG KUNING KAMI?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun