Mohon tunggu...
Inovasi

Novel "Ayahku (Bukan) Pembohong" Menyiratkan Mendidik Anak dengan Cerita dan Kesederhanaan

21 Februari 2018   07:03 Diperbarui: 21 Februari 2018   07:45 2661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

“Untuk membuat hati kita lapang dan dalam, tidak cukup dengan membaca novel, membaca buku-buku, mendengar petuah, nasihat, atau ceramah. Para sufi dan orang-orang berbahagia di dunia harus bekerja keras, membangun benteng, menjauh dari dunia, melatih hati siang dan malam.” (epilog)

Sebagai anak, pernahkah anda mengenang betapa hebatnya orangtua anda semasa kecil dulu? Bagaikan Superman dengan jas hujan merahnya, beliau menjemput anda di tengah badai hujan, ataupun pesulap yang dengan lihainya memberikan mantra penghilang rasa sakit.

Perasaan inilah yang saya rasakan beberapa minggu lalu. Kerinduan terhadap keluarga dan kebangaan anak pada orangtuanya. Sebuah buku karya Tere Liye berjudul Ayahku (Bukan) Pembohong, memuaskan hasrat membaca, mengajak untuk bernostagia tentang masa kanak-kanak, bahkan memberikan efek ketagihan untuk terus membaca.

Ayahku (Bukan) Pembohong berpusat pada seorang anak bernama Dam yang penuh mimpi, pekerja keras, dan berbakti. Kisah hidupnya yang dipenuhi hal-hal sederhana menyiratkan banyak pesan-pesan moral yang kadang sering kita lupakan. Cerita-cerita ayah Dam yang memotivasi menyirnakan beratnya rintangan yang dihadapi Dam untuk mencapai mimpinya. Sayangnya, seiring berjalannya waktu Dam yang telah tumbuh dewasa meragukan cerita-cerita ayahnya. Akibat dari keraguannya timbullah kebencian, hingga akhirnya Dam sadar kebenaran dibalik cerita ayahnya.

Hal yang paling saya sukai dari buku ini adalah tema cerita yang tidak pasaran, yaitu kisah kekeluargaan antara ayah dengan anaknya yang dididik dengan cerita-cerita yang memotivasi. Bahasa yang digunakan juga ringan sehingga mudah dimengeri tetapi tetap berkualitas.

Ibu meletakkan kertas itu di atas meja, sesenggukan, menyentuh jemari Ayah, menatapnya dengan sejuta tatapan cinta. ”Kau telah mendidiknya menjadi anak yang berbeda sekali…. Sungguh dia akan tumbuh besar dengan pemahaman yang baik, hati dan kepala yang baik, meski itu terlihat aneh dan berbeda dibanding- kan jutaan orang lain.” (hal. 59)


Tokoh Dam tumbuh dan berkembang sejalan dengan jalannya cerita. Dam kecil merupakan sosok yang sangat berbakti, penyabar, pekerja keras, dan penuh rasa ingin tahu akan cerita-cerita ayahnya. Berbanding terbalik dengan Dam dewasa yang sangat membenci cerita-cerita ayahnya, hingga memutuskan tali kekeluargaan diantara Dam dan Ayahnya.

Dam kecil

”Ceritakan, Yah…. Ceritakan!” (hal. 22)

Mulutku terbuka, cerita ini amat hebat. (hal. 161)

Dam dewasa

”Hentikan omong kosong ini!” aku berteriak. ”Aku tidak pernah percaya cerita-cerita Ayah. Si Raja Tidur itu dusta, tidak ada satu pun catatan mengenai dirinya. Apel emas, layang-layang raksasa, itu hanya ada di buku cerita. Dan Ayah mengarang- ngarangnya dari sana.”

Dalam buku, Ayah Dam digambarkan sebagai seorang laki-laki yang bijaksana, sederhana, penyayang, dan sosok yang dihormati masyarakatnya karena kejujurannya.

”Tidak mungkin. Kata bapakku, ayah kau tidak pernah ber- bohong. Ayah kau terlalu jujur.” (hal.141)

Seluruh kota mengenal Ayah sebagai pegawai jujur dan sederhana, tidak pernah ada kata dusta yang keluar dari mulut Ayah. (hal.193)


Alur cerita yang digunakan Tere Liye dalam cerita adalah maju mundur yang dikemas dengan menarik, jelas, tetapi tetap menggundang hasrat untuk membaca hingga akhir. Konflik cerita tidak hanya dipicu oleh satu kejadian, tetapi juga keraguan-keraguan Dam akan cerita ayahnya yang dipaparkan secara bertahap.

Namun, kenapa ia harus berbohong bersahabat dengan sang Kapten, pernah mengunyah apel emas, menunggang layang- layang raksasa, atau menjadi anak angkat si Raja Tidur? (hal.193)

Kenapa Ayah berbohong padaku? Anaknya satu-satunya? separuh hatiku membantah. (hal.193)


Meskipun latar belakang sosial dan budaya ‘Ayahku (Bukan) Pembohong’ tidak terlalu ketara atau memang sengaja tidak ditampilkan, latar tempat seputar rumah dan sekolah Dam kecil menunjang kehidupan sederhana yang dijalani Dam dan keluarganya.

Malam itu hujan gerimis membungkus rumah kecil asri kami. (hal.56)

Ibu tidak pernah ke mana-mana selain rumah kecil kita. Tidak punya rumah mewah, mobil, perhiasan, hanya berkutat meng- urus rumah. (hal.233)


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun