Mohon tunggu...
L A Priambada
L A Priambada Mohon Tunggu... -

Leo Andrean Priambada

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pembangunan Berkelanjutan melalui usaha Pendidikan Lingkungan dan Strategi Komunikasi

15 Juni 2015   22:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:02 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembangunan yang berkelanjutan telah menjadi agenda utama dalam lingkup internasional, nasional, maupun lokal yang menjadi isu penting di berbagai belahan tempat di dunia. Para pembuat kebijakan di seluruh dunia telah berusaha untuk mencari cara bagaimana untuk menggunakan aspek pendidikan serta strategi komunikasi untuk menciptakan dunia berkelanjutan dari apa yang ada kini. Pada prakteknya, para pembuat kebijakan sering jutsru hanya terjebak pada penggunaan aspek instrumental (perubahan perilaku) dan emansipatoris (pengembangan manusia) berdasarkan strategi-strategi yang dilakukan untuk usaha keberlanjutan lingkungan. Dengan memahami apa yang sedang terjadi, para pembuat kebijakan baru mampu untuk memutuskan bentuk pendidikan, partisipasi, dan komunikasi macam apa yang paling tepat untuk diterapkan, hasil seperti apa yang dapat dicapai, dan sistem pengawasan dan evaluasi dengan cara apa yang diperlukan.

Sebagai contoh adalah kebijakan yang digunakan oleh Pemerintah Belanda misalnya, dengan mempertimbangkan penggunaan EE (Environmental Education/ Pendidikan mengenai Lingkungan) serta LSD (Learning Sustainable Development/ Pembelajaran mengenai Pembangunan yang  Berkelanjutan) sebagai kebijakan komunikasi untuk mempromosikan pentingnya pembangunan berkelanjutan kepada masyarakat seperti yang dituliskan oleh Arjen, (2008). Baru-baru ini, efektivitas dari kebijakan Pendidikan Lingkungan telah dikaji oleh Netherland Environmental Assesment Agency (Solart, 2004 dalam Arjen, dkk., 2008). Dikatakan bahwa hanya sedikit informasi yang tersedia mengenai instrumen pendidikan untuk dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan di masyarakat secara praktis. Kerancuan antara Pendidikan Lingkungan yang bersifat instrumental dan yang bersifat emansipatoris kemudian terjadi karena adanya perbedaan antara keduanya yang seharusnya perlu terlebih dahulu dipaparkan secara jelas:

Pendidikan Lingkungan dan Komunikasi Instrumental

Dalam pendekatan instrumental, perilaku yang diharapkan dapat dihasilkan dari Pendidikan Lingkungan adalah kemampuan langkah ini untuk dapat diprediksi dan diketahui, disetujui, dan dapat dipengaruhi oleh intervensi yang dilakukan secara hati-hati dan teliti telah dirancang terlebih dahulu. Secara sederhana, pendekatan istrument Pendidikan Lingkungan dimulai dengan membentuk tujuan spesifik terkait dengan perilaku yang diharapkan, di mana “kelompok target” dipandang sebagai “penerima” pasif yang perlu diberi pemahaman melalui intervensi komunikasi yang efektif. Model-model yang mendasari pendekatan yang demikian telah menjadi lebih kompleks dan rumit dari model klasik seperti “kesadaran menuju perbuatan” yang muncul di tahun 1960-an hingga 1970-an. Dalam model ini terdapat beberapa titik masuk bagi pendidikan dan komunikasi lingkungan yang dapat digunakan. Penggunaan ini bergantung pada hasil analisis perilaku yang terlebih dahulu dilakukan sebelum melakukan intervensi, contohnya meningkatkan kesadaran akan permasalahan, memengaruhi norma sosial atau mengubah sikap, meningkatkan efikasi diri atau kendali personal, melalui kombinasi yang dirancang dengan teliti dan hati-hati.

Pemerintah di seluruh dunia tela mepraktekkan dan mendukung penggunaan aspek pendidikan dan strategi komunikasi sebagai alat untuk memberikan pengaruh baik untuk keberlangsungan lingkungan bagi warga negarannya masing-masing melalui kampanye, iklan layanan masyarakat skema pelabelan , serifikasi lingkungan dan disertai program pendidikan lingkungan  yang bertujuan untuk menyatakan tujuan aktivitas bagi perlaku masyarakat. Karakteristik dari proponen dan desain untuk pendekatan instrumental adalah pencarian yang  dilaukan secara terus-menerus berkaitan dengan komunikasi yang lebih terartikulasi, hasil yang lebih terukur, dan indikator-indikator canggih untuk membuat intervensi menjadi lebih efektif dan membuktikan bahwa intervensi ini memang sungguh efektif. Penggunaan instrumental pendidikan lingkungan ini pada pelaksanaanya menuai kritik karena dianggap telah menggunakan pendidikan sebagai sarana untuk melakukan manipulasi serta indoktrinasi. Namun, para proponen dari penggunaan pendidikan yang demikian menyatakan bahwa karena keadaan dunia sedang sangat genting, usaha macam apapun dapat dilakukan untuk menyelamatkan keberlangsungan lingkungan

 

Pendidikan Lingkungan Emansipatoris

Pedekatan emansipatoris, pada prakteknya, telah berusaha untuk memperlibatkan warga Negara dalam usaha dialog aktif untuk melakukan penetapan tujuan bersama yang didasari oleh pemahaman bersama mengenai tindakan perubahan yang memang bertujuan dan diperuntukan untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi berkaitan dengan masalah lingkungan. Melalui pendekatan ini, pemerintah berharap bahwa perubahan yang didasari oleh inisiatif sendiri ini mampu membawa kebaikan bagi pembangunan berkelanjutan secara utuh. Dengan kata lain, tujuan dan cara pencapaiannya bukan merupakan sesuatu yan telah ditetapkan sedari awal oleh pemerintah dan dilaksanakan oleh masyarakat. Dalam proses pembelajaran sosial yang didukung oleh metode partisipatif ini, mekanisme yang diterapkan ini dipandang sebagai hal yang paling sesuai untuk mewujudkan suatu perubahan dalam Pendidikan Lingkungan (van der Hoeven, dkk., 2007; Wals, 2007 dalam Arjen, dkk., 2008) serta manajemen lingkungan (Keen, dkk., 2005 dalam Arjen, dkk., 2008).

Pemerintah Belanda telah mengeluarkan kebijakan yang berfokus pada penyediaan ruang bagi partisipasi dari berbagai pihak yang terlibat sehingga usaha ini dapat dilakukan secara maksimal. Hal ini dilakukan untuk menciptakan kondisi yang berkelanjutan dari apa yang ada sekarang melalui kebijakan-kebijakan yang tidak sedari awal menentukan perilaku akhir yang spesifik, yang mampu mengakomodasi dan mendengar suara dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang minoritas dan bahkan termarginalisasi. Dalam memorandum mengenai Learning for Sustainable Development atau pembelajaran mengenai pengembangan yang berkelanjutan, pembelajaran sosial memiliki peran utama yang perlu didukung oleh seluruh stakeholders, warga negara, organisasi, agensi, dan struktur yang memadai. Namun, pandangan ini pun menuai kritikan karena tidak semua pihak memiliki pengetahuan dan kesadaran yang sama mengenai apa yang baik dan buruk bagi lingkungan, dan ketika seluruh pihdak pada akhirnya telah teremansipasi, reflektif, dan kompeten, keadaan bumi telah terlanjur menjadi begitu parah hingga jauh lebih sulit untuk diperbaiki kembali.

Pendidikan, Komunikasi, dan Partisipasi Lingkungan Campuran

Seorang sosiologis Belanda, Gert Spaargaren, telah berusaha menggunakan teori strukturasi yang dikemukakan oleh Giddens untuk usaha pembangunan sebuah model yang dapat menghubungkan pendekatan actor-oriented dengan pendekatan structure-oriented. Dari hal ini, dipahami bahwa perhatian dititikberatkan pada praktik-praktik sosial dimana agensi manusia dimediasi oleh gaya hidup. Model yang demikian dapat menjadi jembatan bagi pendekatan yang bersifat instrumental dengan pendekatan model emansipatoris, dimana terdapat ketersinambungan antara agensi dengan struktur melalui praktik-praktik sosial. Dalam penerapannya, pemerintah memberi penekanan pada pentingnya partisipasi warga negara dalam pemerintahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun