Mohon tunggu...
L A Priambada
L A Priambada Mohon Tunggu... -

Leo Andrean Priambada

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Film sebagai “Senjata” dalam Membentuk Opini Publik dan Propaganda pada Film “Belakang Hotel” terkait Kasus Hotel Fave

24 April 2015   08:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:44 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

I.Latar Belakang

Dimana kita sadari, Yogyakarta adalah kota pariwisata, dengan berbagai macam objek wisata yang tersebar di berbagai daerah dan juga memiliki banyak sekali macam tempat wisata untuk ditawarkan. hal ini tentu saja menarik jumlah wisatawan yang banyak ke Yogyakarta. Menurut data Badan Pusat Statistik Yogyakarta, sebanyak 327.856 wisatawan lokal dan mancanegara menginap di hotel di D.I.Yogyakarta hanya selama kurun Agustus 2014, naik 35,12% dibandingkan bulan sebelumnya sebanyak 242.643 wisatawan. Namun, sebagian besar wisatawan tersebut menginap pada hotel nonbintang atau memilih usaha akomodasi lainnya.

Sebagaimana data yang dirilis Badan Pusat Statistik DIY pada Oktober 2014, sebanyak 65,24% atau sekitar 213.897 wisatawan lebih memilih menginap pada hotel non bintang atau usaha akomodasi lainnya. Hal ini menujukkan bahwa sebenarnya Jogjakarta tidaklah membutuhkan penambahan jumlah hotel yang cukup signifikan. Sayangnya, Hal ini tidak menjadi perhatian dari pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten. Bahkan untuk kurun waktu 2014 dan 2015 ini saja, akan dibangun 20 hotel baru di Kota Yogyakarta. belum lagi pembangunan apartemen yang mulai marak.

Hal ini pun berdampak pada keadaan masyarakat sekitar. Terdapat banyak kasus keringnya sumur warga akibat pemakaian air yang sangat besar di hotel-hotel yang mulai bermunculan. Jika satu rumah tangga rata-rata membutuhkan 300 liter air, satu kamar hotel membutuhkan air hingga 380 liter. dengan jumlah kamar hotel mencapai 14.000-an untuk hotel berbintang maupun melati bisa dibayangkan berapa besar kebutuhan air hotel tersebut.

Nyatanya, Setahun lalu, pada bulan Agustus 2014, sumur-sumur penduduk Miliran tiba-tiba mengering. Dodok, yang juga merupakan salah seorang penduduk tersebut kemudian mencoba mengusut penyebab keringnya sumur. Dugaan awal waktu itu karena berdirinya Fave Hotel.Menurutnya selama bertahun-tahun tinggal di Miliran pada waktu musim kemarau pun sumur tidak pernahasat(kering). Namun setelah kemunculan Fave Hotel dua tahun lalu tiba-tiba sumur Dodok asat. Aksi protes Dodok pun di ikuti oleh beberapa warga daerah Gowongan dan Prawirotaman. Kesadaran meraka muncul ketika kehadiran gedung mewah bernama “hotel” ternyata tidak sesuai harapan.

Peristiwa keringnya banyak sumur dangkal warga Yogyakarta baru satu kali terjadi, tahun 2014. Belum pernah ada peristiwa asat dalam pengalaman warga yang hidup di kampung-kampung padat di seantero kota. Sumur-sumur berusia ratusan tahun yang juga tersebar di banyak kampung itu pun hampir serentak mengering. Kemarau dengan suhu yang cukup tinggi disebutkan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta sebagai satu faktor utama keringnya air sumur. Sementara, warga Yogyakarta memiliki pandangan lain tentang sebab “Jogja Asat”. Maraknya pembangunan gedung untuk fungsi hotel, apartemen, dan mall di Yogyakarta pada kurun waktu 2-3 tahun terakhir dipandang menjadi penyebab utama.

Tuntutan warga dijawab pengelola hotel dengan sudut pandang sekedar kompensasi atau permintaan bantuan. Padahal, fokus perhatian warga ada pada aspek penegakan keadilan pemanfaatan sumber daya air di wilayah perkotaan. Pemerintah Kota Yogyakarta, walaupun terlambat, bertindak menutup beberapa sumur air tanah dalam milik hotel yang tidak berizin. Air sumur warga sekitar pun kembali muncul. Namun, pemerintah kota justru mengarahkan usaha hotel untuk memenuhi air bakunya melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Padahal, sumber air PDAM juga sebagian besar berasal dari sumur air tanah dalam. Untuk memenuhi volume kebutuhan air baku, hotel bisa tidak mengoperasikan sumur air tanah dalam sendiri, tetapi tetap akan menghabiskan air tanah kawasan yang mereka ambil melalui PDAM. Jadi, bicara“Jogja Asat”tidak bisa sebatas satu per satu hotel dan kampung, tetapi harus bicara pada konteks kawasan.

Berbicara mengenai komunikasi lingkungan, ada sedikit kebutuhan untuk persuasi dan diskusi mengenai isu lingkungan. Dalam hal ini, ada sebuah kesenjangan. Meskipun di satu sisi, alam adalah diam, politisi, pemimpin perusahaan, lingkungan, media - mengklaim hak untuk berbicara bagi alam, atau untuk kepentingan mereka sendiri dalam penggunaan sumber daya alam. Oleh karena itu, kesenjangan terjadi jika alam tidak dapat berbicara, siapakah yang memiliki hak untuk berbicara atas nama alam? Siapa yang harus mendefinisikan kepentingan masyarakat terkait dengan hubungannya dengan alam? Pertanyaan tersebut merrupakan sebuah ilustrasi pertanyaan yang merupakan retorika lingkungan dalam komunikasi lingkungan. Hanya masyarakat yang memungkinkan berdiskusi dalam masyarakat yang daapat menjadi penengah diantara para pendapat-pendapat dan cara memahami sebuah lingkungan kaitannya dalam hubungan masyarakat.

Lingkungan seringkali menjadi topik pembahasan yang terkadang menggugah manusia agar lebih peduli terhadap lingkungan. Berbagai kegiatan bertemakan lingkungan sering kita jumpai, beragam organisasi yang mengatasnamakan peduli lingkungan pun terus bermunculan. Namun pertanyaannya adalah apakah kegiatan kampanye peduli lingkungan yang banyak dikumandangkan oleh organisasi-organisasi peduli lingkungan dapat benar-benar menyadarkan dan dapat mengajak manusia untuk berbuat sesuatu bagi lingkungannya?

Mungkin sampai saat ini belum ada yang mampu mengukur dampak kegiatan peduli lingkungan terhadap kemauan diri seseorang untuk berubah dan mulai peduli terhadap lingkungan. Apakah anda pernah mendengar atau mengetahui tentang komunikasi lingkungan? Apa yang dimaksud dengan komunikasi lingkungan?

Komunikasi lingkungan menurut Robert Cox seperti yang tertulis salam bukunya ‘Environmental Communication and Public Sphare’ adalah alat pragmatis dan konstitutif untuk mengajarkan, mengajak, mendorong, atau memberitahukan seseorang untuk peduli terhadap lingkungannya. Selain itu komunikasi lingkungan juga berfungsi untuk membentuk persepsi kita terhadap realitas kondisi lingkungan kita saat ini. Inilah yang dinamakan fungsi pragmatis dan konstitutif dari komunikasi lingkungan.

Komunikasi Lingkungan menurut Robert Cox, dalam bukunya “Environmental Communication And Public Sphare”, menjelaskan bahwa terdapat dua fungsi Komunikasi Lingkungan:


  1. Fungsi pragmatis, dimana fungsi ini menuntut kita untuk mengajarkan, memberitahukan, menggerakan, orang lain untuk memelihara lingkungan hidupnya.
  2. Fungsi konstitusif, dimana simbol dan bahasa membantu kita untuk membentuk presepsi tentang realitas masalah lingkungan di sekitar kita.

Kedua fungsi tersebut masuk dalam definisi komunikasi lingkungan sebagai sarana pragmatis dan konstitusif bagi pemahaman kita tentang lingkungan serta hubungan manusia dengan alam merupakan sarana simbolis untuk membangun permasalahan lingkungan, dan bermusyawarah dengan masyarakat yang berbeda tanggapan.

II.Pembahasan

a.Film merupakan media komunikasi massa

Film merupakan salah satu alat komunikasi massa, tidak dapat dipungkiri bahwa antara film dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang dalam kajian para ahli komunikasi. Sebuah film adalah tampilan gambar-gambar dan adegan bergerak yang disusun untuk menyajikan sebuah cerita pada penonton (Montgomery, 2005:342).

Film memberikan pengalaman yang amat mengasyikkan. Film membuat orang tertahan, setidaknya, saat mereka menontonnya  lebih intens ketimbang medium lainnya.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1992 disebutkan  bahwa,

Film merupakan karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya.

Sebagai salah satu media komunikasi massa, menurut M. Alwi Dahlan(1981:142), film memiliki keunggulan di antaranya:

1. Sifat informasi

Film memberikan keunggulan dalam menyajikan informasi yang lebih matang secara utuh. Pesan-pesan didalamnya tidak terputus-putus, namun memberikan pemecahan suatu permasalah dengan tuntas.

2. Kemampuan distorsi

Sebagai media informasi, film dibatasi oleh ruang dan waktu tertentu. Untuk mengatasinya media ini menggunakan “distorsi” dalam proses konstruksinya, baik di tingkat fotografi ataupun perpaduan gambar dengan tujuan untuk memungkinkan seseorang untuk menciptakan atau mengubah informasi yang ditangkap.

3. Situasi komunikasi

Film membawakan situasi komunikasi yang khas yang menambah intensitas khalayak. Film dapat menimbulkan keterlibatan yang seolah-olah sangat intim dengan memberikan gambar wajah atau bagian badan yang sangat dekat.

4. Kredibilitas

Situasi komunikasi film dan keterlibatan emosional penonton dapat menambah kredibilitas pada suatu produk film. Karena penyajian disertai oleh perangkat kehidupan (pranata sosial), manusia dan perbuatannya, hubungan antar tokoh dan sebagainya yang mendukung narasi, umumnya penonton dengan mudah mempercayai keadaan yang digambarkan walaupun terkadang tidak logis atau tidak berdasar kenyataan.

Film sangat berbeda dengan seni sastra, seni rupa, seni suara, seni musik, dan arsitektur yang muncul sebelumnya. Seni film mengandalkan teknologi, baik sebagai bahan baku produksi maupun dalam hal penyampaian terhadap penontonya. Film merupakan penjelmaan terpadu antara berbagai unsur yakni sastra, teater, seni rupa, dengan teknologi canggih dan modern serta sarana publikasi (Baksin, 2003:3).  Menurut Baksin, pesan-pesan komunikasi film juga dikelompokkan dalam proses pembuatan dan penyampainnya, yang biasa disebut dengan genre.

b.Film dalam membentuk opini publik

Opini publik secara umum dapat diartikan sebagai sekumpulan pandangan/kumpulan ekspresi sejumlah individu yang tergabung dalam suatu kelompok tertentu terhadap suatu isu karena memiliki opini yang sama berdasarkan ketertarikan atau kepentingan. Opini Publik dapat mencerminkan sarana pernyataan aspirasi dari masyarakat. Opini publik juga dapat menggambarkan motivasi psikis yang melatarbelakangi suatu opini (lewat media massa). Opini publik dapat menunjukkan hubungan timbal balik dengan media.

Beberapa cacat opini publik. Opini Publik merupakan ekspresi sekelompok anggota masyarakat yang berlangsung secara tidak permanen, berubah setiap saat dan pengukuran opini publik kerapkali dilakukan terlambat dimana isu-isu yang tengah berlangsung mungkin telah usang, seperti pendapat Walter Lippmann mengenai publik opinion bahwa pendapat umum sebenarnya adalah pendapat mengenai suatu keadaan yang sudah lalu. (Susanto, 1985: 48)

Proses Pembentukan Opini Publik

Faktor apa saja yang membentuk opini publik?


  1. Rasional: opini dan sikap individu (ditentukan pertimbangan rasio terhadap suatu info)
  2. Psikologi: Opini dan sikap ditentukan karakteristik individunya. Pengalaman masa lalu seseorang menentukan struktur kepribadian dan sikap.
  3. Sosiologis: Budaya masyarakat, norma-norma kelompok, dan institusi sosial.

Pembentukan Opini menurut penulis.

·Analisis

Film ini merupakan wujud gerakan protes yang dilakukan oleh beberapa komunitas di Yogyakarta atas efek negative pembangunan. Pembangunan yang seharusnya memberikank esejahteraan, namun yang terjadi justru sebaliknya. Keuntungan itu hanya menggumpal pada segelintir orang pemilik modal. Warga dirugikan atas ekes-ekses negative pembangunan. Alih-alihi kut merasakan madu hasil pembangunan bahkan kecipratanpun tidak. Mereka hanyakebagian residunya, itupun residu negatif yang merugikan warga.

Semenjak sumur-sumur itu asat, mereka kesulitan untuk mendapatkan air untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Sehingga dibutuhkan pengorbanan waktu dan biaya tak sedikit untuk mendapatkan air. Sebelum-sebelumnya mereka hanya perlu mengambil air dari sumur-sumur di sebelah rumahnya. Ketika sumber-sumber air di sumur-sumur itu mulai mongering mereka harus menempuh jarak yang lebih jauh untuk mendapatkan air. Salah satu warga bahkan sampai harus kepasar untuk mandi itupun masih harusbayar. Ada pula kisah seorang ibu yang harus menimba sampai puluhan kali hanya untuk mengisi bak airnya. Padahal biasanya hanya butuh beberapa kali angkatia sudah bias memenuhi baknya.

Dalam film itu dipaparkan pula data kebutuhan satu kamar hotel/hari 380 liter sedangkan kebutuhan rumah tangga satu keluarga hanya 300 liter/hari. Alangkah gelapnya hati manusia. Orang-orang kecil hanya dijadikan selop atau alas kaki egois kesejahteraan pemilik modal yang rakus. Kesejahteraan selalu terserap keatas, kemakmuran selalu menggumpal di atas. Walaupun begitu mereka masih bisa guyon, ngguya-ngguyu ketika gambarnya diambil dalam proses wawancara, senyum mereka masih mengembang. Mereka mampu mengolah dan memproses kebahagiaannya sendiri di tengah himpitan keterbatasan. Mereka seperti memiliki banyak pintu untuk mengundang kebahagiaan. Padahal di saat yang bersamaan kebutuhan vital mereka akan air terancam.

Kesadaran sejumlah kelompok warga di Yogyakarta terkait dengan dampak negatif pembangunan hotel mulai muncul. Hal itu antara lain tecermin dari sejumlah aksi protes dan keprihatinan terkait dengan pembangunan hotel di Yogyakarta yang digelar oleh sejumlah kelompok masyarakat beberapa waktu belakangan.

REFRENSI :

Baksin, Askurifai. 2003. Membuat Film Indie Itu Gampang. Kataris: Bandung.

Cox, Robert. 2010. Second Edition Environmental Communication and the Public Sphere. Thousand Oaks, California : Sage Publications

Montgomery, Tammy L. 2005. Interpretations: writing, reding, and critical thinking. Pearson Education: New York

Olli, Helena. 2007. Opini Publik. Jakarta : PT.Indeks

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun