Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah organisasi mahasiswa Islam terbesar dan tertua di Indonesia yang berfokus pada pengkaderan intelektual dan moral. Meski demikian, dalam beberapa tahun terakhir, HMI menghadapi tantangan signifikan terkait dengan keterlibatannya dalam politik praktis, yang berisiko mengaburkan tujuan dan peranannya sebagai organisasi mahasiswa Islam.
Tantangan terbesar HMI saat ini adalah menjaga independensinya di tengah derasnya arus politik praktis yang sering kali memanfaatkan organisasi untuk kepentingan sesaat. Terlibat dalam politik praktis dapat mencederai independensi ini, karena organisasi bisa ditarik ke dalam konflik kepentingan atau menjadi alat bagi pihak-pihak tertentu.
HMI harus menjadi penengah, bukan pemain dalam percaturan politik. Dengan menjaga independensi, HMI dapat terus berperan sebagai kontrol sosial yang kritis, memberikan kontribusi nyata untuk membangun masyarakat adil makmur yang diridai Allah Subhanahu Wata'ala.
Sudah wajib hukumnya, bahwa setiap daripada kader HMI untuk tidak boleh menggunakan atau memanfaatkan organisasi sebagai kendaraan atau alat kepentingan pribadi. HMI berkewajiban untuk mempertahankan perannya sebagai entitas yang independen dan berintegritas. Karena pada dasarnya, HMI bertujuan untuk menciptakan kader-kader yang berkualitas baik secara akademis maupun moral serta mampu menjalankan amanat organisasi sebagaimana dalam Anggaran Dasar (AD) HMI, bab III, pasal 4 mengenai tujuan tersebut.
Badan Pengelola Latihan (BPL) HMI memiliki peran sentral dalam proses ini, dengan tanggung jawab untuk menganalisis masalah-masalah yang dihadapi dan memberikan solusi yang berkelanjutan. Walaupun demikian, dari kompleksitas yang dihadapi oleh organisasi hijau hitam ini, akan menjadi hal yang bisa diikhiarkan secara bersama-sama dalam sinergitas antar pihak dalam keluarga HMI.
Yang dimana bukan hanya disematkan kepada para instruktur dari BPL saja dalam pola latihan, akan tetapi dari tingkatan paling bawah yaitu Komisariat, Koordinator Komisariat (Korkom), Â lalu Cabang, Badan Koordinasi (Badko), dan juga Pengurus Besar (PB), juga tidak lupa Korps HMI-Wati (KOHATI), ataupun Lembaga Pengembangan Profesi (LPP).
Pemaksimalan kinerja daripada para pengurus pun perlu ditekankan, yang dalam era digitalisasi ini, bisa menghilangkan batasan yang menghambat komunikasi dalam progresivitas menjalankan program kerja. Akan tetapi, bilamana dinilai tidak membuahkan hasil atau dampak, maka perlu untuk diregenerasi, apapun tingkatannya dalam struktur kekuasaan, hal itu juga merupakan bentuk ikhtiar dalam kaderisasi.
Berdasarkan data yang dikutip dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia saat ini tengah berada dalam fase bonus demografi, yang diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2020 - 2035. Fenomena ini terjadi ketika jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar dibandingkan dengan penduduk non-produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun).
Ini menjadi bonus sekaligus tantangan tersendiri bagi kader HMI khususnya dalam menyikapi hal tersebut. Karena bagaimana pun juga, HMI berfungsi sebagai organisasi kader, maka harus bisa memaksimalkan proses kaderisasi dalam setiap zaman dan generasi sebagai bentuk ikhtiar mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Subhanahu Wata'ala.
Penulis : Dimas Taufiqur Rahman
Ketua Umum BPL HMI Cabang Purwakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H