Pada 28 Agustus 2024 marak sekali pembahasan tentang beberapa kepala desa se-kabupaten Purwakarta yang mengantarkan salah satu pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat ke KPU. Hal ini di telah di verifikasi kepada Agus Yasin sebagai pengamat publik Purwakarta menyikapi persoalan tersebut, ia saat dikonfirmasi awak media melalui sambungan telepon memberikan tanggapan,
"Itu bentuk ketidak patuhan terhadap Aturan, kenapa hal itu dilakukan, sebab keterlibatan para Kepala Desa, Perangkat Desa dan Kader Posyandu se-Purwakarta yang turut serta mengantar pasangan Calon Gubernur ke KPU Provinsi Jabar hari ini Selasa (27/8/2024), sesuai ketentuan, melanggar aturan dan harus ada tindakan serta sanksi dari Pemda Purwakarta",
"Secara umum, Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Kader Posyandu di Indonesia dilarang untuk terlibat dalam politik praktis",
"Hal ini diatur oleh beberapa peraturan, menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 29 ayat (2) Kepala Desa dilarang menjadi pengurus partai politik. Selain itu, kepala desa dan perangkat desa juga tidak diperbolehkan untuk ikut serta dalam kampanye pemilihan umum (Pemilu) atau pemilihan kepala daerah (Pilkada) sebagai pelaksana atau tim sukses dari salah satu calon",
"Keterlibatan dalam politik praktis juga bertentangan dengan kewajiban mereka untuk menjaga netralitas dan tidak memihak dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan di tingkat desa",
"Kemudian terkait Kader Posyandu, sekalipun bukanlah Aparatur Pemerintah Desa yang formal, mereka tetap bagian dari struktur pelayanan masyarakat di Desa dalam membantu pelayanan kesehatan masyarakat",
"Keterlibatan mereka dalam politik praktis, dapat dianggap tidak etis dan dapat menimbulkan konflik kepentingan. Oleh karena itu terkait ketidakpatuhan para Kepala Desa, Perangkat Desa dan Kader Posyandu terhadap netralitas, Pemda Purwakarta tidak punya alasan untuk tidak memberikan sanksi, sesuai ketentuan yang berlaku, sebab sesuai ketentuan,
1. Kepala desa yang terbukti melanggar ketentuan larangan berpolitik praktis dapat diberhentikan dari jabatannya. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada Pasal 29 ayat (2) dan Pasal 78.
"Pemberhentian dapat dilakukan oleh Bupati/Walikota setelah melalui proses pemeriksaan dan mendapatkan rekomendasi dari camat atau pejabat yang berwenang," tambahnya kemudian.
Lebih lanjut Agus Yasin juga jelaskan, sebelum pemberhentian, Kepala Desa juga dapat menerima sanksi administratif, seperti teguran atau peringatan, tergantung pada tingkat pelanggaran yang dilakukan.