Mohon tunggu...
Robert Sinaga
Robert Sinaga Mohon Tunggu... Nelayan -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Parsimony

18 April 2012   12:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:28 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini saya mulai berpikir mengenai kesemrawutan bangsa kita tercinta ini. Mungkin yang fenomenal belakangan ini geng motor, kalau memang polisi biasa ga bisa mengatasi, langsung aja turunin Densus 88. Keputusan ini saya pikirkan setelah menonton Tropa de Elite, yaitu bercerita tentang betapa segannya kartel narkoba di Rio de Janeiro terhadap tim S.W.A.T Brazil, BOPE, dibanding dengan polisi biasa.

Mengenai kasus korupsi, kenapa coba pembuktian terbalik tidak bisa digunakan sebagai bukti untuk menangkap para koruptor? "HARUS BISA DONG! SAYA SEBAGAI PRESIDEN MEMPUNYAI HAK PREROGATIF. LAKSANAKAN!" Setelah itu sita seluruh hasil korupsinya. Mengenai istri Nazaruddin, saya minta alasan kenapa ga bisa ditangkap. "Segera, atau kamu saya mutasi."

Mengenai  kegiatan OPM, emang sampai di mana kemampuan tentara kita? Kalau alasannya melanggar HAM, kata siapa? Internasional? Takut, atau takutnya ntar ga lagi dapetin bantuan? Lagi-lagi yang kayak gini. Rakyat jangan dikorbanin lho, ini senjata api yang digunain, berarti bukan sipil lagi, ga main-main. Kalau kita terus-terusan takut karena alasannya justifikasi asing, kita ga pantas disebut bangsa berdaulat. Atau mungkin karena keluarga kamu ga ada di Papua? Kendala dalam orientasi medan? Kamu dulu sekolahnya ngapain? Atau gantian aja, kamu ngerjain skripsi saya, saya yang pergi berburu OPM. Apalagi pasukan khusus kita juga sepertinya tangannya udah gatal ngurusin ginian. "Lebih baik pulang nama daripada gagal dalam tugas."

Mengenai klaim Malaysia terhadap wilayah kita, saya jadi teringat peristiwa Pengeboman MacDonald House. Memang mahal yang harus dibayar, tapi setidaknya kita sudah belajar. Begitu juga dengan para pahlawan devisa kita, kalau memang meraka salah jangan sampai dihukum mati dong. Gimana sih kita? Kalau memang anak buah ga bisa diharapkan, bosnya harus bisa dong. "We are friend right? Right. Please forgive them, I promise never terulang again."

Garam diimpor bukan karena petaninya ga bisa berproduksi lebih, regulasi kalian aja yang sontoloyo. Air laut dimasak, dikasih yodium, jrennggg, jadi deh garam cair. Kalau masalah bahan pangan lain, maaf, saya perlu bantuan. Ga bisa dipungkiri, beras sudah menjadi pangan pokok hampir seluruh penduduk kita, dengan angka pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan luas lahan yang segini-segini aja, alhasil kita perlu teknologi canggih yang efektif dan efisien, ga asal-asalan.

Mengenai sistem Ujian Nasional, saya percaya dengan kemampuan siswa-siswi kita. Yang saya khwatirkan dengan sistem komputerisasinya. Sialan, jawaban benar, karena ngelingkarnya ga sempurna, salah. Apa-apan coba?

Eh, tunggu. Tapi jelas saya ga mau disamain sama pak Zuki! [caption id="" align="alignnone" width="650" caption="Suara Rumput Liar"][/caption] - ROB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun