sajak-sajakmu telah mengalir bersama darah di nadi, menuju lembah pikir menyejukkan akal. Menuju palung hati menyemai rasa. Namun kini engkau pergi...
Tahukah engkau, wahai pemahat kata. BahwaTahukah engkau, wahai pelukis makna dalam kata. Hingga saat ini banyak yang mencarimu disetiap bait sajak-sajakmu. Tak lagi ditemui ragamu, namun dalamnya makna sajak-sajakmu selalu saja membuat berladung air mata. Ragamu tiada, jiwamu hidup bersama bait sajak-sajakmu.
Duhai penenang jiwa, kini permadani surga telah terbentang luas bersama deretan kata dalam sajak ukhrawimu. Bait-bait sajak itu menghadap Tuhan dalam senyap. Lalu dengan eloknya, sajakmu membelai dedaunan di taman surga Jannatul Firdaus.Â
Duhai penenang jiwa, engkau tak pergi, namun hidup dalam keabadian. Dalam pelukan Tuhan di jantung nirwana. Selamat jalan duhai jiwa yang tak pernah mati. Namamu kan abadi dalam karyamu. Tenanglah dalam kasih sayang Ilahi.
Makassar, 20 Juli 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H