Mohon tunggu...
La Ode Ramadhan Arifin
La Ode Ramadhan Arifin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang gemar menulis esai dan mendaki gunung.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Perenungan Kondisi Lingkungan Hidup

13 Januari 2025   14:19 Diperbarui: 13 Januari 2025   14:19 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ekosistem Hutan dan Danau Hiuka (Sumber: Fotografer La Ode Muhammad Jabarudin, S.Si)

Manusia sebagai makhluk sosial relatif sulit memahami masalah yang ada disekitarnya karena kurangnya habit merenungkan kondisi sosial di sekitarnya, termasuk lingkungan hidup (ekologi). Konsekuensi logis yang diterima dari habit tersebut adalah kecenderungan untuk menormalisasi berbagai kondisi sosial-ekologi yang dialami, sehingga seluruh fenomena sosial-ekologi yang dihadapi akan direspon sesuai dengan sikap dominan masyarakat disekitarnya. Kondisi tersebut menjadi gambaran umum yang terjadi dimasyarakat saat ini.

Tesis utama dalam tulisan saya kali ini adalah perlu adanya perenungan individual mengenai kondisi sosial-ekologi untuk menciptakan kesadaran kolektif yang menjadi landasan kuat dalam mencegah kerusakan lingkungan hidup akibat aktivitas antropogenik. Kondisi lingkungan hidup setiap saat perlu direnungkan untuk melihat orientasi pengelolaan sumber daya alam yang mengarah ke arah sustainabilitas atau malah mengarah ke arah kehancuran akibat kepentingan segelintir pihak.

Perenungan akan kondisi lingkungan hidup tersebut umumnya hanya terjadi pada sekelumit orang yang memang merasakan impak negatif dari berbagai aktivitas manusia yang memanfaatkan sumber daya alam secara eksploitatif eksesif. Bagi masyarakat yang tidak merasakan impak secara langsung akan cenderung apatis, bahkan menormalisasi hal tersebut sebagai kondisi yang niscaya diterima atau kondisi yang biasa saja. Apabila ditinjau lebih jauh lagi, sebenarnya kerusakan di lingkungan tersebut tidak hanya dirasakan oleh sekelumit masyarakat akan tetapi masyarakat secara keseluruhan, sebab kerusakan kerusakan lingkungan bersifat sistemis.

Sistemis artinya kerusakan ekologis di suatu daerah atau ekosistem akan berdampak pada daerah lainya secara menyeluruh dan berkaitan satu sama lain. Sebagai contoh kerusakan ekosistem terumbu karang di suatu ekosistem laut akibat aktivitas pertambangan akan berdampak pada turunnya produktivitas tangkapan ikan nelayan, tidak hanya nelayan di daerah tersebut melainkan akan dirasakan oleh nelayan di daerah lainya. Selain itu, masih banyak lagi dampa derivat dari rusaknya ekosistem terumbu karang tersebut. Kerusakan terumbu karang adalah sedikit contoh dari berbagai kerusakan ekologi lainya, seperti deforestasi yang berakibat pada global warming, penambangan pasir laut yang menyebabkan rusaknya ekosistem laut dan berbagai kerusakan ekologi lainya yang saling mempengaruhi. Fenomena tersebut tidak terlepas dari hakikat lingkungan hidup yaitu saling berkaitan, berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain.

Kita perlu memahami bahwa lingkungan hidup memiliki pola keterkaitan atau konektivitas antar satu bagian dan bagian lainya. Pemahaman tersebut telah lahir sejak lama, bahkan menjadi paradigma utama yang perlu diterapkan untuk memerangi kerusakan ekologis saat ini. Kemudian pemaknaan "Lingkungan Hidup" tidak hanya terbatas pada substansi materi penyusun ekologi akan tetapi makhluk hidup yang di dalamnya baik hewan, tumbuhan dan manusia adalah bagian tak terpisahkan dari Lingkungan Hidup. Konektivitas akan terjadi baik dari komponen penyusun ekologi dan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Jadi, kerusakan komponen ekologi akibat kerakusan manusia akan berakibat secara langsung pada makhluk hidup, termasuk manusia itu sendiri.

Kesadaran bahwa kerusakan ekologi bersifat sistemis tersebut adalah fondasi awal bagi masyarakat untuk merenungkan kondisi lingkungan hidup saat ini, apalagi di tengah ambisi pemerintah untuk mendeforestasi hutan hanya untuk kepentingan ekonomi semata tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan. Kemudian ancaman kerusakan ekologis lainya seperti pertambangan batubara, konversi hutan menjadi lahan pertanian secara masif dan berbagai aktivitas antropogenik lainya.

Renungan mengenai kondisi ekologis menjadi langkah awal untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Perenungan tersebut akan mengantar pada kesadaran setiap insan manusia akan kerusakan ekologis yang harus dicegah secepat mungkin sebelum kerusakan yang terjadi semakin masif. Kesadaran akan mengubah perspektif manusia, lebih lanjut perspektif tersebut akan mengubah perilaku dan menumbuhkan kesadaran kolektif untuk menjaga lingkungan agar tetap lestari. Oleh sebab itu, perenungan kondisi sosial-ekologis penting dilakukan dalam menciptakan kesadaran sosial guna mencegah kerusakan dan menjaga kelestarian lingkungan untuk generasi mendatang.

Ayo bersama-sama kita renungi kondisi Lingkungan Hidup kita dan melakukan aksi nyata untuk bumi lebih baik lagi!!! #Salam Lestari #Salam Konservasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun