Mohon tunggu...
La Ode Muhamad Kairudin
La Ode Muhamad Kairudin Mohon Tunggu... Aktor - msahasiswa

hobi bermain bola

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

De Javasche Bank

3 Maret 2024   14:49 Diperbarui: 3 Maret 2024   14:54 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bank Sentral Republik Indonesia

De Javasche Bank Surabaya merupakan cikal bakal Bank Indonesia Surabaya. Gedung ini berlokasi di Jalan Garuda nomor 1, Krembangan, Surabaya. Melalui Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya Nomor 188.45/251/402.1.04/1996 tanggal 26 September 1996 bangunan ini ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya yang dilindungi dan dilestarikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasca bubarnya VOC pada 1799, Surabaya berada di bawah kendali pemerintah Belanda. Setelah mengalami kekalahan perang Napoleon dari Perancis, Belanda mengalami kesulitan ekonomi. Hal tersebut diperparah dengan keharusan membiayai Perang Jawa dari 1825 hingga 1830. 

Hal tersebut Gubernur Jenderal Johannes Van Den Bosch menerapkan kebijakan tanam paksa (cultuurstelsel) atas persetujuan Raja Wilhelm I. Untuk mengelola perekonomian Hindia Belanda pada saat itu, dibangunlah De Javasche Bank Batavia pada 1828. Menyusul satu tahun berikutnya pada 1829, dibangunlah DeJavasche Bank Surabaya untuk mengatur perekonomian di Hindia Belanda bagian Timur.

Lantai 1 DeJavasche Bank dulunya merupakan rubanah (basement) dari masa DJB masih beroperasi sebagai bank sentral. Di lantai ini terdapat tiga khasanah ruangan, yakni (1) ruang koleksi uang, (2) ruang hasil konservasi eks DeJavasche Bank Surabaya, dan (3) ruang koleksi pusaka budaya Bank Indonesia. Dulu, di ruangan inilah uang hasil transaksi DeJavasche Bank disimpan. 

Di akhir hari, para teller akan menyetorkan uang nasabah ke ruangan ini melalui pintu belakang, sebab hanya bankir DJB yang boleh memasuki ruangan ini demi alasan keamanan. Di sekeliling ruang ini terdapapt lorong dengan kaca yang berfungsi sebagai mekanisme pengawasan transaksi antara teller dan bankir. 

Uang disimpan di rak-rak penyimpanan uang yang juga hanya bisa diakses oleh bankir.Setelah DeJavasche Bank dialih fungsikan sebagai bangunan cagar budaya, ruangan ini digunakan untuk memamerkan ilustrasi uang dari masake masa. Di ruangan ini, pengunjung bisa belajar numismatika.Uang yang digunakan sebelumBelanda mengedarkan uang kertas di Hindia Belanda. Sejak masa kerajaan, logam dipilih sebagai material pembuatan uang karena sifatnya yang tahan lam. Di masa pendudukan Belanda, pemerintah kolonial mengedarkan uang Gulden, menggantikan mata uang-mata uang kerajaan yang sebelumnya berlaku di masyarakat Nusantara pada masa itu

Pada 1942, pasukan Sekutu dipukul mundur oleh blok Poros dalam Perang Dunia II. Akibatnya, daerah koloni yang sebelumnya dimiliki sekutu menjadi kekuasaan negara- negara Poros. Dalam hal ini, Hindia Belanda yang sebelumnya dikolonialisasi Belanda menjadi diduduki Jepang yang membawa uang baru ke Hindia Belanda.Setelah Indonesia merdeka pada 1945, Masyarakat  mendesak pemerintah Indonesia untuk menerbitkan uang sendiri guna mendapatkan bargaining power di dunia internasional. 

Tapi karena pada saat itu pemerintah Indonesia belum mampu mencetak uang dalam jumlah besar dan mendistribusikannya ke seluruh Indonesia, Presiden Soekarno memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mencetak uang sendiri, yang disebut dengan ORI Daerah (ORIDA). ORIDA hanya boleh disirkulasikan dan dipakai bertransaksi di satu daerah saja. Setelah ORIDA digantikan oleh uang RIS, mata uang di Indonesia berganti kembali untuk terakhir kalinya menjadi Rupiah yang kita kenal hingga kini.Ketika DeJavasche Bank masih beroperasi, tempat ini digunakan sebagai brankas penyimpanan emas. 

Di zaman pendudukan Belanda, emas merupakan salah satu komoditas paling berharga. Kala itu, emas yang disimpan di brankas ini mencapai 60 ton!. Emas disimpan dalam bentuk batangan seberat 13,5 kilogram. Jika dirupiahkan dengan nilai tukar saat ini, per batangnya akan setara dengan 13,5 miliar rupiah. Setelah Belanda pergi dari Indonesia, emas yang ada di ruangan ini "dievakuasi" ke Afrika Selatan, Australia, dan Amerika Serikat.

Sebagai orang awam, penulis semakin menyadari betapa pentingnya mempelajari dan memahami sejarah. Mengapa? Karena dengan mempelajari sejarah, kita akan banyak mengetahui apa yang terjadi pada masa lalu (secara faktual) terkait dengan kehidupan atau aktivitas kita di masa kini. Adanya masa kini disebabkan kejadian/peristiwa masa lalu dan bilamana hal tersebut dipahami akan menggugah kesadaran kita untuk berbuat lebih bijak di masa yang akan datang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun