Selagi melewati jalanan di depan Galaxy Mall di Surabaya, saya terkagum-kagum melihat perumahan mewah di depannya. Ketika berbelok ke arah mal, teman saya yang ikut dalam perjalanan menunjuk ke salah satu rumah mewah itu, "Tuh rumahnya pendeta X, dari gereja X, yang di halamannya banyak patung malaikat." Saya terperangah melihat rumah tersebut, yang walaupun pagarnya setinggi kira-kira 2 meter, namun pintu masuk utamanya masih bisa terlihat karena lebih tinggi dari pagarnya. Saya taksir kira-kira harga tanahnya saja bisa jadi sekitar 5M, apalagi dengan bangunannya dan isinya.
Tujuan semula main ke mal adalah untuk makan siang dan jalan jalan di akhir pekan saja, tapi saya jadinya tidak menikmati sisa hari saya. Apalagi setelah itu saya melihat tayangan infotainment di TV tentang ustad X yang punya rumah dan mobil mewah. Saya malah sibuk berpikir kok bisa ya Si Pendeta dan Si Ustad punya rumah yang sebesar dan seindah itu. Apa saya salah pilih profesi ya? Enak bener jadi Si Ustad dan Pendeta, udah dihormati banyak orang, istrinya (mungkin) cantik atau lebih dari satu (bagi Si Ustad), kaya lagi.
Dalam hati saya berpikir mungkin Si Ustad atau Si Pendeta punya usaha lain dan tidak cuma mengandalkan persepuluhan umat saja. Tapi saya lalu berpikir lagi, kalau umatnya salah satunya konglomerat ternama di Indonesia, yang penghasilannya (yang dilaporkan) anggaplah 200 M setahun, berarti Si Pendeta mendapatkan sepersepuluhnya yaitu 20 M setahun! Setahu saya, ada beberapa gereja yang pengelolaan uang perpuluhannya terserah kepada si pendetanya. Kalau memang benar begitu, alangkah enaknya menjadi pendeta di gereja yang umatnya konglomerat. Sedangkan bagi Si Ustad, mungkin saja beliau mengelola pondok pesantren yang juga menghasilkan. Seperti pondok pesantren buat membina remaja nakal ataupun mantan pecandu narkoba anak orang kaya, yang saya dengar uang iuran bulanannya lumayan mahal. Ataupun uang tampil untuk memberikan ceramah atau kultum di suatu tempat sesuai pesanan.
Terlepas dari rejeki tiap-tiap manusia, kadang saya jadi berpikir, wajar atau tidak ya Pendeta atau Ustad jadi kaya raya dari uang umatnya? Kok rasanya lama-lama profesi ini makin seperti profesi duniawi (pengacara, dokter): asal klien sedia uang, mereka siap menghapus beban kliennya.
Salam Bingung
Laode Makrus
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H