Dalam dunia modern sekarang ini, pepatah yang akrab di telingah kita adalah “cepat tepat”. Cepat tepat adalah merupakan koreksi dari pepatah di jaman dulu, yakni “biar lambat asal selamat”. Kenapa perlu dikoreksi? Karena biar lambat asal selamat, terkadang dikonotasikan bahwa kita kurang agresif, lamban bekerja bahkan cenderung pemalas. Padahal dalam kehidupan modern, dengan tingkat persaiangan yang sangat kompentitif diperlukan gerak cepat, gesit dalam bertindak, pendek kata cepat dan tepat dalam bertindak dan berpikir.
Saya punya asumsi, bahwa semua orang yang ingin maju akan sangat setuju dan menganut pepatah “cepat tepat”. Namun ini tidak mudah banyak hambatan dan tantangan. Telebih lagi ketika kita beraktifitas di Jakarta.
Hari ini saya sedang berkeperluan untuk ketemu dengan seseorang di Jakarta, janji sudah dibuat, lokasi pertemuan sudah disepakati, waktu telah ditentukan. Maka kemudian saya mulai melakukan prediksi waktu yang saya butuhkan untuk menempuh perjalanan. Kebetulan jalur menuju tempat yang disepakati adalah jalur Tol (sengaja dipilih) untuk menghindari kemaceten. Saatnya tiba,berkendaralah saya menuju tempat yang di tuju dengan lancar, namun apa daya beberapa saat menjelang tempat yang disepakati tiba-tiba kendaran depan terhenti tak bergerak, macet. Padahal kalau jalan lancar mungkin sekitar 15 menit lagi saya akan tiba di tempat tujuan. Selidik punya selidik, melalui radio yang menyiarkan kondisi arus lalu lintas tenyata sekitar 5 kilometer di depan saya terjadi kecelakaan. Buyaaarrrrr,,,,,
Dampak Negatif
Akibat kemacetan Jakarta yang tak kunjung ada solusi, yang pasti kita dapat adalah dampak negatif alias kerugian. Berikut saya coba me-list dampak negatifnya:
1.Kerugian materi. Janji yang saya sepakati untuk ketemuan adalah berurusan dengan usaha. Karena macet akhirnya rugi yang saya dapat. Mungkin saat itu bukan hanya saya mengalaminya tapi banyak orang lain. Belum lagi penghamburan bahan bakar.
2.Macet yang berujung pada terlambat bisa juga berdampak pada hilangnya kepercayaan orang lain pada diri kita, atau minimal berkurang.
3.Ketidaktenangan psikologis, sehinga berdampak pada sikap emosional, gampang marah, dan hilangnya rasa toleransi. Kemacetan, ditambah lagi untuk suasana Jakarta, selalu akan diiringin dengan ributnya suara klakson, salip/ terobos kiri kanan, bahkan terkadang diikuti dengan umpatan dan makian. Jelas ini suasana yg sangat tidak baik, juga merupakan pendidikan yang tidak baik untuk generasi bangsa ini. Sehingga pada takaran tertentu kemacetan juga merupakan faktor penyebab kegagalan pendidikan untuk menghasilkan manusia yang berbudaya.
4.Kecelakaan yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa manusia.
5.Menurunnya tingkat produktifitas manusia, produktifitas berpikir dan berkarya.
Demikian beberapa hal yang bisa saya kemukakan, semoga ada solusi tetap untuk mengurai kemacetan Jakarta. Amien,,,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H