Mohon tunggu...
LAODE. M. JUNAIM
LAODE. M. JUNAIM Mohon Tunggu... Konsultan - Pegiat Desa/Jurnalis MoJo Indonesia/Pengurus Relawan Pegiat Desa Nusantara (RPDN)

Menulis dan terus menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nilam, Ladang Rezeki di Tiworo @KompasianaDESA

28 Januari 2025   10:39 Diperbarui: 28 Januari 2025   10:39 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Petani Nilam desa by CHatGPT

Pagi itu, saat matahari baru saja terbit di ufuk timur, Kampung saya di Tiworo mulai hidup dengan kesibukan warganya. Udara segar bercampur aroma dedaunan yang khas menemani langkah para petani menuju kebun nilam. Dengan cangkul di tangan dan semangat di hati, mereka berjalan menyusuri jalanan tanah, bersiap merawat tanaman yang kini menjadi primadona desa.Saya ikut menyapa salah seorang petani, Pak Ahmad, yang sedang mempersiapkan peralatannya. "Sudah berapa lama tanam nilam ini, Pak?" tanya saya memulai obrolan.

"Sampai hari ini sudah empat bulan. Insyaallah, bulan April 2024 kami mulai panen," jawabnya dengan senyum lebar.

"Luar biasa. Bagaimana hasilnya selama ini, Pak?" lanjut saya.

Ia tertawa kecil, matanya penuh kebanggaan. "Alhamdulillah, rezeki dari nilam ini besar sekali, Pak. Anak saya sekarang bisa kuliah di Kendari, dan saya sudah bisa beli motor untuk mengangkut hasil panen dari kebun. Nilam ini benar-benar berkah buat kami," jawabnya penuh syukur.

Saya semakin penasaran dan bertanya, "Kalau panen nanti, biasanya dapat berapa kilo, Pak?"

"Antara 15 sampai 20 kilogram, tergantung kualitas daun yang kami panen. Kalau 20 kilo, hasilnya bisa sampai 36 juta rupiah. Memang harga per kilonya sekarang Rp 1.800.000, sudah turun dibanding dulu, tapi tetap sangat menguntungkan," jelasnya dengan antusias.

Mendengar angka itu, saya terkesima. Sebuah kebun sederhana di desa bisa menghasilkan penghasilan yang luar biasa. Namun, saya tahu pasti ada tantangannya. "Apa kendalanya, Pak, dalam menanam nilam?"

Pak Ahmad menghela napas sambil tersenyum. "Ada saja, Pak. Kadang ayam kampung warga suka mengais tanaman nilam yang baru ditanam. Kalau musim panas, tanah cepat kering, jadi kami harus rajin menyiram pagi dan sore. Tapi itu semua kami jalani dengan semangat karena hasilnya benar-benar sepadan."

Obrolan kami terhenti sejenak saat rombongan petani lain melintas, membawa keranjang dan cangkul. Mereka juga terlihat penuh semangat, tak peduli dengan terik matahari yang mulai meninggi. Nilam telah membawa kehidupan baru bagi masyarakat Tiworo. Mereka bukan hanya menanam tanaman, tetapi juga menanam harapan.

"Kenapa harganya bisa tinggi, ya, Pak?" saya bertanya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun