Malam itu sepi..
Aku melangkahkan kaki ke jendela, tepat di mana aku mengintip kau sedang berlarian menghindari hujan yang turun memburu, kau berlari dengan wajah basah penuh bahasa, seperti spectrum yang menghiasi mawar dengan kelopak yang rekah.
Indah dan dirindu..
Saat itu pula aku terakhir kali melihatmu tertawa, setelah itu kau melewati jendela yang sama, dengan wajah hilang air muka, tahi lalat di dagumu menjadi abu, wajahmu dingin. Berbicara tanpa suara itu yang aku anggap tenar untuk siapa saja yang menatap.
Wajahmu...
Menceritakan banyak genggaman luka yang kau simpan pada kantung mata, perlahan-lahan kentara dengan rambut yang sebagian terlepas pada ikatannya.
Kau wanita hujan yang aku tatap saat itu tawamu sekali,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H