[caption caption="BERI PENCERAHAN: Mas Iskandar Zulkarnain, dari Kompasiana menjadi moderator. Kemudian selaku nara sumber, Bapak Abidinsyah Siregar dari BKKBN pusat. Ibu Virginia Anggraini Kepala BKKBN NTB, serta Duta Genarasi Berencana BKKBN NTB, Ria."][/caption]
Awal bulan November, tepatnya pada tanggal 1 November kemarin, para bloger dan kompasianer Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) pecah rindu. Bagaimana tidak, Kompasiana mengadakan event perdana dan jumpa para Kompasianer untuk yang pertama kalinya di NTB.
Acara itu sendiri terselenggara atas kerja sama BKKBN NTB dengan Kompasiana. Dimana acara tersebut juga diadakan event dan diskusi langsung dengan mengusung tema 'Pendewasaan Usia Perkawinan'.
Sekitar 40-an peserta mengikuti acara yang bertempat di Puri Indah Hotel, Mataram. Kebanyakan para peserta dari kalangan muda, yakni mahasiswa. Mereka terdiri dari Kompasianer juga bloger pada umumnya.
Acara maupun tema yang diusung sangat tepat. Melihat kondisi NTB sendiri dalam kaitannya dengan usia perkawinan menuai banyak masalah. Mulai dari perceraian, pernikahan usia dini dan kekerasan seksual.
Yang dimana ujung-ujung permasalahannya disebabkan karena adanya faktor pendewasaan perkawinan yang belum matang. Hal inilah yang perlu untuk diketahui dan dimengerti oleh semua. Khususnya kaum muda.
Deputi bidang advokasi, penggerakan dan informasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, dr Zainal Abdidinsyah dalam pemaparannya menyebutkan, usia kawin dini di Indonesia cukup tinggi. Ini menjadi salah satu faktor kenapa Indonesia masih terpuruk secara ekonomi, pendidikan dan budaya.
Usia kawin dini, yang dimana rata-rata usia mereka yang kawin dini antara 15-18 tahun bagi mereka yang perempuan, sesungguhnya masih belum siap secara mental. Usia yang demikian seharusnya, mereka masih dalam tahap continue learning, melanjutkan pendidikan.
Ketidaksiapan usia perkawinan nantinya menyebabkab beberapa permasalahan baru. Seperti yang sudah disebutkan, seperti pendidikan, kesenjangan sosial dan ekonomi.
Ia menjelaskan, Indonesia sendiri berada pada posisi yang hampir setara dengan negara miskin lainya untuk kualitas remajanya. "Ini miris, sebab kita bukan negara miskin, tapi kita kan negara developing country. Masak sama dengan Ethiopia. Kita kalah dengan Vietnam," selorohnya.
Jika ini dibiarkan terus. Artinya, remaja atau kaum mudanya lebih mengejar usia pernikahan dini daripada mengejar pendidikan dan berkarya. Bisa-bisa apa yang disitilahkan dengan 'Bonus Demografi' sudah tidak relevan.