Mohon tunggu...
Lantip Titis Pranandito
Lantip Titis Pranandito Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi UAJY Angkatan 2020

Belajar komunikasi, suka main game, suka nonton anime, tidak takut mencoba hal baru. Salam kenal !

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengkaji #KAMIBUKANMONYET Menggunakan New Media dan Social Support

10 Desember 2021   10:46 Diperbarui: 10 Desember 2021   10:52 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa itu New Media ?

New media jika dilihat dari arti bahasa inggrisnya berarti “Media Baru”, yang terdiri dari aplikasi-aplikasi seperti twitter, Instagram, Telegram, Whatsapp, Signal, hingga Youtube. Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita telaah dulu apa itu New Media. New media adalah sebuah media yang memfasilitasi interaksi antara pengirim dan penerima. New media ini memiliki keunggulan, yaitu sifatnya yang realtime, dimana masyarakat dapat mengakses informasi dan layanan yang cepat, kapan dan dimana saja selama mereka terkoneksi dengan perangkat terkomputerisasi dan jaringan internet (Puspita, 2015, h. 206).

Rasisme dan Gerakan Sosial

Ilustrasi rasisme. Sumber: Bola.com
Ilustrasi rasisme. Sumber: Bola.com
Rasisme adalah hierarki global superioritas dan inferioritas sepanjang garis manusia yang secara politik, budaya, dan ekonomi diproduksi dan direproduksi selama berabad-abad oleh institusi sistem dunia modern/kolonial kapitalis/patriarkal barat-sentris/Kristen-sentris”. Rasisme ini dapat kita tandai dengan dasar-dasar seperti warna kulit, suku, bahasa, budaya dan/atau agama (Grosfoguel, 2016, h. 10).

Rasisme masih sering ditemui khususnya di negara kita, Indonesia. Beberapa kasus rasisme yang terjadi seringkali memunculkan sebuah gerakan sosial, baik itu dalam kehidupan nyata maupun media sosial atau new media. Dalam Martin (2021, h.432) dijelaskan bahwa pengertian dari gerakan sosial itu sendiri merupakan sebuah kegiatan dimana seseorang bekerja sama untuk membawa perubahan sosial. Dalam gerakan sosial ini konfrontasi seringkali digunakan sebagai sebuah strategi untuk menyoroti ketidakadilan dari sistem pada saat itu.

Gerakan sosial ini dilakukan tanpa menggunakan kekerasan, dan harus dilakukan secara konsisten, seperti yang diungkapkan Martin Luther King dalam Martin (2021, h. 433), bahwa penentang non-kekerasan dimana dalam hal ini adalah pelaku gerakan sosial harus sering mengungkapkan protesnya melalui non-kooperasi atau boikot untuk membangkitkan rasa malu moral pada lawan. New Media juga memiliki peranan terhadap gerakan sosial tersebut, seperti yang dinyatakan oleh Marlowe,et.al dalam Guido (2021, h.513) yaitu untuk membuat, memelihara dan mengintensifkan jaringan dan hubungan, hingga menormalkan interaksi sehari-hari sebagai 'sarana penting untuk terlibat secara sosial'. 

Kasus Peristiwa Rasisme Terhadap Mahasiswa Papua di Surabaya

Massa mengepung AMP. Sumber: Cnnindonesia.com
Massa mengepung AMP. Sumber: Cnnindonesia.com
Dilansir dari Suarapapua.com, terdapat beberapa peristiwa rasisme atau diskriminasi kepada masyarakat Papua. Salah satu peristiwa rasisme atau diskriminasi tersebut terjadi pada 16 Agustus 2019 silam terjadi peristiwa pengepungan mahasiswa Papua di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) Surabaya. Salah satu mahasiswi Papua yang juga merupakan pengurus AMP, Dolly Illau mengatakan bahwa massa yang mengepung Asrama melontarkan berbagai kata kasar, dan salah satunya adalah menyebut mereka mirip seperti monyet. Kemudian dilansir dari cnn.com, peristiwa tersebut memicu pecahnya aksi unjuk rasa yang besar di berbagai kota dan kabupaten di Provinsi Papua dan Papua Barat. Unjuk rasa dilakukan oleh masyarakat dengan membawa spanduk atau kertas bertuliskan “Kami Bukan Monyet”, sebagai respons mereka terhadap peristiwa rasisme yang terjadi.

Dampak Peristiwa Tersebut di New Media

Selain di dunia nyata, peristiwa tersebut juga menghebohkan new media, salah satunya adalah media sosial twitter. Di twitter, banyak masyarakat baik itu masyarakat Papua atau masyarakat luar Papua menyuarakan tagar #KAMIBUKANMONYET sebagai tanda kepedulian mereka terhadap peristiwa rasisme dan diskriminasi tersebut. Tagar ini ramai hingga sempat menjadi top hashtag secara konsisten selama beberapa hari.

Selain menunjukkan rasa peduli, tujuan dari ramainya tagar ini tentu saja untuk memperjuangkan keadilan bagi masyarakat Papua yang disebut mirip monyet oleh pelaku rasisme dan diskriminasi. Pengguna tagar ini membuat cuitan, foto, hingga ilustrasi untuk memperkuat penekanan tagar ini dan membangunkan jiwa sosial dan hati nurani orang lain agar menghilangkan perbuatan rasisme terhadap mereka, utamanya menghilangkan penyebutan mirip monyet lagi kepada mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun