Mohon tunggu...
Lanny Koroh
Lanny Koroh Mohon Tunggu... -

saya mahasiswa s3 UNUD Denpasar asal Kupang NTT

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Character Education and A Love Of The Environment Through Learning The Local Language As The Reinforcement Of National Identity In Facing The Harmonization Of The AEC In 2015

15 Februari 2015   22:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:08 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Abstract

The momentum of the Asean Community in 2020 which started from the application of the Asean Economic Community in 2015 and became known as the Asean Economic Community in 2015 is an event that should get serious attention of the entire community, especially Indonesia People. Preparing ourselves with all human resources and natural resources are one of important thing, but it doesn’t mean that we will lose our identity as a dignified nation of Indonesia. Through character education and the cultivation of love for the environment and also learning the local language are expected to be the basis of reinforcing national identity in welcoming AEC in 2015

Key words: local language, national identity

I.Pendahuluan

Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang dibentuk pada tahun 1967, lebih ditujukan pada kerjasama yang berorientasi politik untuk mencapai perdamaian dan keamanan di kawasan Asia Tenggara, dalam perjalanannya berubah menjadi kerjasama regional dengan memperkuat semangat stabilitas ekonomi dan sosial di kawasan Asia Tenggara, antara lain melalui percepatan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan budaya dengan tetap memperhatikan kesetaraan dan kemitraan, sehingga menjadi landasan untuk terciptanya masyarakat yang sejahtera dan damai.

Sejak awal didirikan ASEAN bercita-cita mewujudkan Asia Tenggara bersatu sehingga keanggotaan ASEAN terus mengalami perluasan menjadi sepuluh Negara anggota yaitu Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalamtahun 1984, Vietnam tahun 1995, Laos tahun 1997, Myanmar tahun 1997, dan Cambodia tahun 1999. Pada saat yang bersamaan kawasan Asia Tenggara menghadapi persoalan-persoalan baru yang muncul baik secara internal maupun eksternal.

Momentum ASEAN Comunnity 2020 yang dimulai dari penerapan Masyarakat Ekonomi Asean (Asean Economic Community) 2015 yang kemudian lebih dikenal Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 adalah suatu pristiwa yang harus mendapatkan perhatian serius dari seluruh komponen masyarakat, terutama masyarakat Indonesia. Mempersiapkan diri dengan segala sumber daya manusia dan sumber daya alam adalah salah satu hal penting sehingga Indonesia tidak saja menjadi penonton atau tamu dinegaranya senidri. Pendidikan karakter merupakan pintu gerbang menuju pendidikan berstandar internasional. Dalam rangka menyambut MEA 2015, masyarakat Indonesia khususnya pemuda harus memiliki karakter yang kokoh, rasa cinta tanah air dan ditunjukkan dalam bentuk menjaga jati diri bangsa.

Demi mencapai Momentum ASEAN Comunnity 2020 terdapat pula kerjasama ASEAN di bidang pendidikan dan lingkungan hidup yang merupakan satu tantangan globalyang mendapatkan perhatian khusus dari para Pemimpin ASEAN. Kedua hal tersebut merupakan unsur penting dalam rangka mewujutkan cita cita untuk menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang berdaya saing tinggi dengan dukungan SDM yangberkualitas : baik, cerdas dan terampil. Mengingat pentingnya unsur pendidikan bagi kelanjutan proses pembentukan Komunitas ASEAN, maka kerjasama pendidikan yang semula ditangani pada tingkat ASEAN Committee on Education (ASCOE), kemudian ditingkatkan menjadi ASEAN Senior Officials Meeting on Education (SOM-ED) dan ASEANEducation Ministers Meeting (ASED).

Pada bulan Maret 2007 Indonesia telah menjadi tuan rumah penyelenggaraan Pertemuan ke-2 ASEAN Education Ministers Meeting (ASED). Pertemuan tersebut antara lain telah menggarisbawahi tentang komitmen bersama untuk menghidupkan kembali program ASEAN Student Exchange Programme. Kegiatan ini akan dilaksanakan secara berkelajutan mulai pada tahun 2008 hingga 2013, dengan tuan rumah diawali oleh Malaysia, dan seterusnya diikuti oleh Singapura, Thailand, Filipina, Indonesia dan Brunei Darussalam.

Isu lingkungan hidup merupakan satu tantangan globalyang mendapatkan perhatian khusus dari para Pemimpin ASEAN. Sebagaimana diketahui, ASEAN merupakan salah satu kawasan yang cukup rentan terhadap berbagai dampak perubahan iklim dan pemanasan global. Disamping itu, seiring dengan pesatnya pembangunan ekonomi di kawasan, masalah degradasi lingkungan dan pengalihan fungsi lahan, juga telah menimbulkan keprihatinan di hampir semua negara ASEAN, termasuk Indonesia.

II.Pembahasan

Kunci pembangunan masa depan bangsa Indonesia adalah pendidikan, sebab dengan pendidikan diharapkan setiap individu dapat meningkatkan kualitas keberadaannya dan mampu berpartisipasi dalam gerak pembangunan. Dengan pesatnya perkembangan dunia di era globalisasi ini, pendidikan nasional juga harus berkembang terus­-menerus seirama dengan perkembangan zaman. Semua orang pasti mempunyai harapan dan cita-cita bagaimana memiliki kehidupan yang baik.

Dengan demikian, lewat pendidikanlah dapat membuat masyarakat untuk mandiri memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 tertulis bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Untuk mencapai prestasi belajar yang baik dan turut menyatakan keberhasilan dalam berlangsungnya proses pembelajaran adalah guru, siswa, orang tua, masyarakat, sarana dan prasarana sebagai pendukung dalam proses pembelajaran. Tidak cukup sampai pada pendidikan dalam hal ini materi ilmu yang diajarkan kepada siswa, tetapi bagaimana membentuk atau bagaiman pendidikan karakter diterapkan sehingga lewat pendidikan karakter, sifat, etika, khlak seorang manusia yang berpendidikan dapat mengaplikasikan segala apa yang diperolehnya baik di bangku pendidikan formal maupun non formal (keluarga) dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam menyongsong MEA 2015.

Pendidikan berbasis karakter adalah salah satu cara yang dilakukan untuk membangun manusia-manusia yang berkarakter sehingga hal-hal buruk / negatif bisa diminimalisasi, diantisipasi, dan dihilangkan. Perlu kerjasama dan kekompakan dari berbagai pihak yaitu pemerintah, masyarakat, guru, atau orang tua dalam menyukseskan pendidikan berbasis karakter.

Istilah “karakter ” dihubungkan dengan istilah etika, ahlak dan atau nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Sedangkan Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik, baik yang tersimpan dalam diri dan terwujudkan dalam perilaku. Karakter secara keseluruhan memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang. Karakter juga sering diasosiasikan dengan istilah apa yang disebut dengan temperamen yang lebih memberi penekanan pada definisi psikososial yang dihubungkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan.

Sedangkan karakter dilihat dari sudut pandang behaviorial lebih menekankan pada unsur somatopsikis yang dimiliki seseorang sejak lahir. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses perkembangan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor yang khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang  juga disebut faktor bawaan (nature) dan lingkungan (nurture) dimana orang yang bersangkutan tumbuh dan berkembang. Faktor bawaan boleh dikatakan  berada di luar jangkauan masyarakat dan individu untuk mempengaruhinya. Sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada jangkauan masyarakat dan individu. Jadi usaha pengembangan atau pendidikan karakter seseorang dapat dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari lingkungan melalui rekayasa faktor lingkungan.

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan mempunyai arti penting bagi manusia, dengan lingkungan fisik manusia dapat memenuhi kebutuhan materilnya, dengan lingkungan biologi manusia dapat memenuhi kebutuhan jasmaninya, dan dengan lingkungan sosialnya manusia dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya. Lingkungan juga dapat disebut sebagai tempat manusia melakukan rutinitas kesehariannya.

Persoalan lingkungan hidup mulai menjadi permasalahan dunia karena manusia mulai merasakan dampak rusaknya lingkungan hidup seperti banyaknya terjadi bencana alam seperti banjir, tanah longsor, pencemaran lingkungan dan lain sebagainya dimana hampir semua bencana alam tersebut disebabkan oleh manusia-manusia yang tidak bertangggung jawab terhadap lingkungan yang mereka tempati. Contoh kecil yang dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari adalah masih banyaknya siswa-siswi yang membuang sampah sembarangan yang mungkin diakibatkan oleh kurangnya rasa cinta mereka terhadap lingkungan sekitar mereka.

Pembelajaran bahasa lokal adalah salah satu cara yang dapat dilakukan dalam menumbuhkan karakter dan rasa cinta lingkungan. Lewat pembelajaran bahasa lokal yang dapat dimulai dari tingkat keluarga merupakan satu corong atau pintu gerbang menuju pembentukan karakter yang kokoh dan dapat menumbuhkan rasa cinta lingkungan sebagai wujud penguat jati diri bangsa.

Terdapat semboyan yang mengatakan bahasa menunjukkan bangsa, ada juga bahasaku adalah budayaku, dari kedua semboyan diatas dapat dijelaskan menggunakan teori semantik sebagai alat pembedah makna. Lyons (1989: 1-2) menyatakan bahwa semantics is generally defined as the study of meaning. Selain pendapat Lyons,semantik dapat dikatan juga sebagaisatu bidang studi dalam linguistik atau bidang ilmu yang mempelajari tentang makna.

Oleh karena itu dari dua kalimat yang dapat dimaknai sebagai ciri atau karakter masyarakat Indonesia yang dapat ditunjukkan lewat bahasa, dalam hal ini bahasa Indonesia, yang juga diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Bahasa daerah atau bahasa lokal mempunyai kedudukan dan fungsi yang tidak kalah pentingnya dengan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. Alwi dalam Prasaja (2009:3,4) untuk mengetahui dan melihat kedudukan bahasa daerah digunakan dua sudut pandang. Pertama, bahasa daerah sebagai komunikasi bagi para penutur yang berasal dari kelompok etnik yang sama. Kedua, bahasa daerah dalam kaitannya dengan bahasa Indonesia.

Dari point pertama bahasa daerah memiliki lima fungsi, yaitu :

1)bahasa daerah sebagai lambang kebanggaan daerah;

2)bahasa daerah sebagai lambang identitas daerah;

3) bahasa daerah sebagai alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah;

4)bahasa daerah sebagai sarana pendukung kebudayaan daerah; dan

5)bahasa daerah sebagai pendukung bahasa dan sastra daerah.

Dari sudut pandang kedua, yaitu hubungan antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia, ada empat fungsi yang diemban oleh bahasa daerah, yaitu

1)bahasa daerah sebagai pendukung bahasa nasional;

2)bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pada tingkat permulaan sekolah dasar;

3)bahasa daerah sebagai sumber kebahasaan untuk memperkaya bahasa Indonesia;

4)bahasa daerah sebagai pelengkap bahasa Indonesia di dalam penyelenggaraan

pemerintah daerah.

Bahasa lokal atau bahasa ibu (mother tongue) yang merupakan kunci atau dasar segala pembelajaran karakter dan cinta lingkungan. Bahasa ibu atau bahasa pertama, adalah bahasa yang paling dekat dengan pribadi seseorang. Lewat bahasa ibu seorang ibu atau orang tua dapat menanamkan hal-hal yang bernilai positif dan mudah dipahami oleh anak. Oleh karena itu bahasa ibu merupakan media pertama yang digunakan sebagai penanaman pendidikan karakter dan cinta lingkungan.

Dalam kehidupan masyarakat, kita dapat menemukan nasihat-nasihat atau wejengan yang diberikan oleh tokoh-tokoh agama akan lebih cepat dimakanai dan di mengerti apabila wejengan atau nasihat tersebut disampaikan dalam bahasa lokal sebagai bahasa masyarakat tersebut. Oleh karena itu pentingnya pendidikan bahasa lokal yang dapat dimulai dari dalam keluarga sebagai dasar pendidikan karakter harus dilakukan oleh seluruh maasyarakat. Hal ini juga memberi nilai tambah sebagai cara pemeliharaan atau wujud pelestarian bahasa lokal yang kian hari makin terjepit oleh bahasa international.

Lewat bahasa lokal atau bahasa ibu pula kita dapat melakukan pelestarian lingkungan hidup sebagai wujud cinta lingkungan. Pendokumentasian bahasa-bahasa lokal yang berhubungan dengan lingkungan hidup yang mulai tercemar, termakan polusi dan bahkan rusak ditangan manusia sendiri sebagai pengguna hasil dari lingkungan, perlu dilakukan sehingga bahasa-bahasa lingkungan tersebut tidak mati atau hilang ditelan kemajuan modern. Pendokumentasian bahasa-bahasa lokal yang berkaitan dengan lingkungan dalam kajian linguistic dikenal dengan istilah ilmu ekolinguistik. Lewat kajian ekolinguistik pendataan, pendokumentasian bahasa lingkungan dan lingkungan bahasa (tempat dimana bahasa tersebut hidup) dapat dilakukan.

Lingkup kajian ekolinguistik dinyatakan bahwa bahasa merekam kondisi lingkungan ragawi dan sosial; perangkat leksikon misalnya menunjukkan adanya hubungan simbolik verbal antara guyub tutur dengan lingkungannya, dengan flora dan fauna, termasuk anasir-anasir alamiah lainnya Sapir dalam Fill dan Muhlhauster(2001:14). Hal tersebut diatas dapat diartikan bahwa dalam kajian ekolinguistik bahasa mengemban fungsi sebagai perekam. Fungsi bahasa sebagai perekam dalam kajian ekolinguistik ini bahasa harus mampu merekam semua kehidupan bahasa-bahasa lokal yang mulai hidup berhimpitan dengan bahasa-bahasa nasional maupun bahasa internasional. Generasi muda saat ini lebih memilih meninggalkan budaya-budaya lokal yang merupakan warisan leluhur dan menggantinya dengan budaya-budaya asing, ketercerabutan akar budaya-budaya lokal inilah yang menjadi ruang (space) kajian ekolingusitik.

Bahasa lingkungan (ecologycal language) adalah bentuk verbal yang mengandung makna tentang lingkungan. Tanpa disadari banyak sekali bahasa-bahasa yang mengandung makna tentang lingkungan yang kita gunakan, atau metafora-metafora bahasa lingkungan, antara lain dalam beberapa peribahasa; bagaikan air diatas daun talas, seekor cancing menelan naga, dan masih banyak metafora-metafora yang berhubungan dengan lingkungan alam. Lingkungan bahasa (language ecology) adalah produk dan kondisi alam juga ruang (space) dan bersifat alamiah, sedangkan bahasa lingkungan (ecological language) adalah produk budaya, produk manusia dan masyarkat (Mbete, 2013: 2).

Tanpa melepaskan diri dari perkembangan jaman dan kemajuan teknologi di berbagai aspek kehidupan manusia, masyarakat Indonesia khususnya para pemuda diharapkan mampu menyiapkan diri dalam menyambut MEA 2015. Dalam tujuan mempersiapkan diri tersebut masyarakat Indonesia umumnya, dan pemuda khususnya diharapkan mampu menjaga karakter, jati diri sebagai bangsa Indonesia yang benar-benar berakhlak dan bermartabat. Rasa cinta lingkungan, terlebih lagi rasa cinta tanah air adalah inti dari segala wujud karakter berbangsa dan bernegara.

Lewat pembelajaran bahasa lokal yang dimulai dari tingkat dasar yaitu dalam keluarga diharapkan dapat meningkatkan persiapan masyarakat Indonesia menyambut era globalisasi, era pasar bebas, Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, tanpa meninggalkan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Sehingaa keharmonisasian dapat tercipta. Lingkungan MEA 2015 dan lingkuan bahasa lokal dapat hidup harmonis. Bahasa lokal diharapkan tidak semakin terjepit oleh kehadiran MEA 2015.

III.Simpulan

Sebagai bangsa yang besar dan memiliki jumlah penduduk yang pesat, bangsa Indonesia diaharpakan mampu menyiapkan diri menyambut MEA 2015. Dalam rangka menyambut MEA 2015 tersebut bangsa Indonesia diaharapkan memiliki dasar karakter yang kokoh dan rasa cinta tanah air, khususnya cinta lingkungan. Karakter dan cinta lingkungan tersebut dapat diperoleh lewat pembelajaran bahasa lokal yang dimulai dari tingkat dasar yaitu keluarga.Karakter dan rasa cinta lingkungan yang begitu tinggi sehingga dapat memperkuat jati diri bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Amri, S dkk. (2011). Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran strategi Analisis dan Pengembangan Karakter Siswa dalam Proses Pembelajaran. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.

Fill, A. 2001. The Ecolinguistics Reader: Language, Ecology, and Environment. London and New York :Continum.

Mbete, A.M.2008. ”Ekolinguistik: Perspektif Kelinguistikan yang Prospektif. Bahan Matrikulasi Program Magister Linguistik PPs Universitas Udayana 2008.

Moleong, L. J. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Prasaja, Setya Amrih.2009.Proses Pembelajaran Bahasa Daerah disamping Bahasa Indonesia. http://files.setyawara.webnode.com/200000013-3b8de3c883/BAHASA%20DAERAH.pdf, diakses 26 Desember 2009.

http://asean.gunklaten.com/2013/06/Pengertian-Komunitas-ASEAN-2015.html

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/UU_2009_24.pdf

http://www.academia.edu/6968226/MAKALAH_-_Dampak_Pendidikan_Karakter

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun