[caption caption="Dwi Woro R. Mastuti, Peniliti Wayang Cina-Jawa dan Wayang Potehi juga Pengajar di Program studi Jawa FIB UI."][/caption]Kesenian Indonesia sangat kaya salah satunya kesenian Wayang. Wayang di Indonesia tidak hanya terinspirasi dari India, tetapi Masyarakat peranakan Tionghoa ikut memberi warna dalam budaya nusantara yaitu seni pertunjukan tradisional wayang potehi.
Dwi Woro R. Mastuti, Peniliti Wayang Cina-Jawa dan Wayang Potehi sedang dalam proses pembuat film dukumenter 40-90 menit tentang penulusuran wayang Potehi yang ia lakukan selama sepuluh tahun terakhir atas bantuan dari Darma bakti BCA. Selain membuat film dan mengeluarkan buku, Pengajar di Program studi Jawa FIB UI ini juga sudah berhasil membangung sanggar wayang Potehi di Depok."Saatnya kita bekerja keras menghidupkan kembali wayang potehi karena susah sekali menggali informasi." kata Wora Sapaan akrap Dwi Woro R. Mastuti ketika ditemui beberapa hari lalu dalam acara "Wayang in Town-journey in AThousen Years" pada 17-18 November 2015 di Galeri Indonesia Kaya.
Kesenian wayang potehi telah berkembang selama kurang lebih 3.000 tahun. Bukti-bukti sejarah yang lebih kuat menunjukkan eksistensinya di Tionghoa telah ada sejak Dinasti Jin (265-420 M). Kesenian ini diperkirakan masuk ke nusantara bersama ekspedisi perdagangan sekitar abad ke-16 dan sampai sekarang masyarakat peranakan Tionghoa telah menjadi bagian tak terpisahkan dari bangsa Indonesia.
Wayang Potehi berbentuk kantong dari kain.sebab “Potehi” berasal dari akar kata “pou” (kain), “te” (kantong), dan “hi” (wayang). Wayang ini dimainkan menggunakan kelima jari. Tiga jari tengah mengendalikan kepala, sementara ibu jari dan kelingking mengendalikan tangan sang wayang.
Teciptanya Wayang Potehi menurut cerita adalah sebagai bentuk menghibur diri daripada memikirkan kematian. Pencipta wayang Potehi bermulai dari kreatifitas 5 orang narapidana yang divonis mati oleh dinasti Tsang Tian. Tetapi akhinya mereka dibebeskan dari hukuman mati karena berhasil menghibur raja.
Lakon-lakon wayang Potehi hampir sama dengan lakon kethoprak yang dikenal oleh masyarakat Jawa. Semisal, tokoh Lie Sie Bien adalah Prabu Lisan Puro, Sie Jin Kwie adalah Joko Sudiro, kerajaan Thai Toy Tong merupakan kerajaan Tanjung Anom, pangeran Thia Kauw Kiem adalah Pangeran Dono Wilopo, Jendral Ut Thi Kyong adalah Jendral Utoro.
Wayang Potehi muncul lebih dahulu sebelum adanya wayang kulit Cina-Jawa (wayang thithi). Ceritanya berasal dari mitos-mitos, legenda seperti Sam Kok, San Pek Eng Tay, Li Si Bin. Bahasa yang dipergunakan pada Wayang Potehi adalah bahasa Melayu sedangkan Wayang Kulit Cina-Jawa( wayang thithi) menggunakan bahasa Jawa.
Diantara warisan budaya Cina-Jawa yang dapat dikatakan hampir punah adalah wayang Potehi, padahal pada tahun 1930-1960 wayang ini sering digelar di Klenteng Cina-Jawa. Pertunjukan wayang Potehi tidak hanya sebatas hiburan tetapi berfungsi sebagai sarana ritual untuk memuja roh para leluhur. Ketika wayang ini digelar di Klenteng, sebetulnya mereka bermain untuk para dewa dan roh leluhur. Mereka tidak terlalu memperdulikan ada penonton atau tidak. Mereka akan terus bermain hingga cerita lakon yang telah dipilih selesai.
[caption caption="Salah satu Adegan film dukumenter tentang penulusuran wayang Potehi yang dilakukan Dwi Woro R. Mastuti, Peniliti Wayang Cina-Jawa dan Wayang Potehi selama sepuluh tahun terakhir ."]
Dalang dan asisten dalang Wayang Potehi berbeda dengan dalang wayang jawa pada umumnya yang memakai beskap (pakaian Jawa untuk laki-laki). Dalang dan asisten dalang Wayang Potehi tidak akan ada yang melihat mereka sehingga mereka bisa memakai kaos oblong atau bertelanjang dada. sebab yang penting adalah cara mereka memainkan boneka hingga tampak hidup, dan suara.
Pemain musik juga tak banyak seperti pagelaran wayang jawa klasik. Hanya ada 3 pemain musik yang masing-masing memainkan 2 atau 3 akat musik. Musik wayang Potehi terdiri dari gembreng besar (Toa Loo),rebab (Hian Na), kayu (Piak Ko), suling (Bien).