Mohon tunggu...
Trie Yas
Trie Yas Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Posisi Perempuan Sebagai dan Pelaku Inspirasi dalam Berkarya

9 Oktober 2015   04:19 Diperbarui: 26 Oktober 2015   03:53 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Happy Salma, Djenar Maesa Ayu, Ine Febriayanti, Olga Lidya setelah pementasan Monolog Tiga Perempuan yang bercerita tentang perempuan pada tenggat waktu yang jauh tetapi tetap berada disatu benang. Kekerasan Perempuan, diambil dari Novel Bumi Manusia (jaman penjajah), Ronggeng Dhukuh Paruh (Jaman gestok (60an), Naylia (Era sekarang)."][/caption]Dalam dunia sastra perempuan adalah sumber inspirasi dengan menjadi olahan petensial lewat kata-kata dari mulai bentuk tubuh, cara berjalan dan segala perilaku hingga cinta diinterpretasikan dalam jagad pikiran lantas diekspresikan lewat sebuah mahakarya. Meski begitu perempuan sebagai obyek tak semata-mata diterjemahkan sebagai seenaknya, banyak sastrawan-sastrawan besar yang mengangkat sosok perempuan kuat dan penuh inspirasi tak kalah dengan kaum lelaki.

Indonesia memiliki sastrawan-sastrawan besar, Pramoedya Ananta Toer yang banyak menyorot perempuan dalam cerita-cerita yang ia tulis, mulai dari sosok ibu hingga perempuan gundik Nyai Ontosoroh di buku buku Teologi Buruh (Bumi Manusia). Ahmad Tohari yang menggambarkan perempuan ronggeng yang bernama Srintil di buku Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Membaca buku karya Pram dan Ahmad Tohari kita dalam merasakan betapa besar kekuatan perempuan dalam ketabahan menghadapi hidup.

Tentu Bumi Manusia karya Pram berlatar tahun penjajah Belanda sedang Ronggeng Dukuh Paruk- nya Ahmad Tohari pada tahun 60an ketika Indonesia merdeka tetapi terjadi konflik perang saudara. Di era sekarang banyak perempuan-perempuan yang menulis, berkarya dengan sebutan sastra wangi. Lantas bagaimana posisi perempuan dimata perempuan itu sendiri sebagai pelaku seni, tentu lebih mampu menggambarkan perempuan, kegelisahannya dalam kehidupan sebagai istri sekaligus ibu di bahtra rumah tangga serta posisi di tengah masyarakat lingkungan sekitar.

Djenar Maesa Ayu

Dalam cerita-cerita yang ia tulis berkisah tentang tentang perempuan kota yang modern seperti pada umumnya tetapi memiliki hubungan yang rumit tentang cinta yang terdistorsi antara manusia dalam setiap wujud relasinya. Antara sesama, antara laki-laki dan perempuan, antara ibu dan anak. Karya  Djenar mewakili perempuan perempuan pemberontak, akan isu kekerasan, Pelecehan.

Seperti buku “Mereka Bilang Saya Monyet” yang sudah diangkat di layar lebar ini menggambarkan perempuan bernama  Adjeng, penulis muda yang harus menghadapi kehidupan kelam bentukan masa lalunya, ketidakharmonisan keluarga dan hubungan buruk dengan sang Ibu hingga tekanan psikologis dari ayah tiri sampai pelecehan seksual pun dirasakan sejak kecil.

Perempuan-perempuan Indonesia sudah jauh lebih berkembang dari yang dicita-citakan R.A. Kartini, pendidikan yang setara dengan kaum pria bahkan menjadi wanita karir, mandiri, pintar. Dalam dunia panggung perempuan juga memiliki gagasan-gagasan kreatif . Strategi gerakan perempuan di Indonesia semakin meluaskan sayap. Jika sebelumnya lebih berkutat pada advokasi lewat lembaga swadaya masyarakat, kini sebagian aktivis semakin memperlebar jangkauan “kampanye” lewat seni teater. Meski Stigma panggung adalah dunia laki-laki dan memiliki moralitas penghibur yang berkesan negatif masih ada dibenak orang-orang yang tentunya berpikiran sempit.

Namun perempuan-perempuan harus bisa memperjuangkan dirinya sendiri sebagai perempuan. Menyuarakan nasibnya dan suara hatinya.  Jangan kalah dengan kaum laki-laki yang menjadikan perempuan sebagai sumber inspirasi dalam berkarya lewat keindahan dan tentu saja tetap mengedepankan kodratnya sebagai perempuan, istri dan seorang ibu. [caption caption="Adegan film Tanah mama karya dari produser Nia Dinata dan yang terlibat dalam ini semua perempuan, mulai dari Sutradara, Penulis cerita sampai kameramen. Film ini bercerita tentang perempuan memiliki perjuangannya sendiri melawan kekerasan dan diskriminasi."]

[/caption]

foto-foto: karya sendiri (Trie yas)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun