Mohon tunggu...
Trie Yas
Trie Yas Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kita Tunggu Bukti Nyatanya, Pak Presiden... (Kasus Bali Nine)

23 Februari 2015   00:10 Diperbarui: 13 Agustus 2015   19:43 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14245995431221210864

[caption id="attachment_398619" align="aligncenter" width="420" caption="Presiden Jokowi di dampingi ketua BNN, Anang Iskandar ketika memberi penyataan di depan para wartawan yang datang ke acara Rakornas"][/caption]

Beberapa hari ini, di media media sedang ramai dengan pemberitaan, Pemerintah Australia yang memboikot Bali. Grup Rock asli Bali, Supermen Is Daed di sosial media menyatakan tak takut dengan ancapan pemerintah Australia yang melarang warganya datang ke Pualu dewata tersebut. Alasan Pemerintah Australia membaikot Bali cukup jelas. Dua warga Australia, Andera Chan dan Myuran Sukmaran terbukti sebagai sindikat jaringan narkoba. Kekecewaan terhadap pemerintah Indonesia yang memperlakukan hukuman mati untuk pengedar narkoba. Untuk itu dengan berbagai cara dilakukan termasuk membaikot dan mengulur ngulur waktu. Bahkan Australia juga menggunakan pengaruh PBB.  Warga Balipun sempat menolak hukuman mati di laksanakan di Bali karena alasan kepercayaan agama yang masih kental dan menjaga tanah leluhur Bali.

Warga Australia juga ramai ramai  berkicau di dunia sosial ramai ramai memprotes hukuman mati sebagai pelanggaran Hak Asasi manusia. Dan sampai sekarang esekusi tersebut belum dilaksanakan. Apakah karena kritik dan desakan dari pemerintah Australia itu yang membuat pererintah kita gamang.

Upaya terakhir pemerintah Australia menyelamatkan warganya dengan mengungkit ungkit bantuan Australia ke Indonesia ketika terjadi bencana stunami. Bahkan Australia mengacap akan menyetop segala bentuk bantuan untuk Indonesia. Melobi Presiden Jokowi juga sudah dilakukan.

Bebarapa hari lalu saat rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Presiden Jokowi juga bercerita dapat tekanan dari negara negara sahabat atas keputusannya menghukum mati pengedar narkoba. tetapi dengan tegas Jokowi menolak permohonan pengampuan “Banyak tekatan dari kanan kiri, atas bawah dalam kepeutusan eksekusi mati pengedar narkoba. Tetapi saya tetap dengan keputusan. Hukaman Mati."

Keputusan Jokowi tersebut patut diapresiasikan sebab sekarang Indonesia merupakan surga pagi para pengedar narkoba. Tidak hanya kalangan artis kita yang terjerat narkoba tetapi bahayanya juga merambat ke dunia anak. Menurut laporan BNN banyak bahan bahan narkotin yang di selundupkan dan disamarkan menjadi makanan anak anak, permen atau dalam bentuk potongan gambar lucu lucu atau suplemen yang menjadi daya tahan tubuh. Bayangkan bagaimana nasib bangsa ini jika bahaya narkoba sudah mengancap anak anak generasi bangsa sejak usia dini.

Lantas apa kita tetap takut dengan ancaman dan tekanan dari negara negara tetangga yang warganya dengan jelas terbukti menyelundupkan narkoba. Pemerintah Australia bisa saja membandingkan hukuman pengedar narkoba dengan hukuman teroris. Tetapi bukannya sudah jelas. Semua kejahatan teroris dan Narkoba sama kejamnya. Teroris langsung membunuh tetapi narkoba pembunuh dingin, perlahan-lahan.

Andre Chan dan Myuran Sukmaran sampai sekarang ( 22/02/2015) belum juga di esekusi mati, apakah itu karena alasan tekanan tekanan dari Pemerintah Australia dan sekutu sekutunya. Apa Presiden Jokowi sedang merenung bagaimana hubungan Indonesia dengan Australia dan sekutunya yang menolak hukuman mati pengedar narkoba. Jikapun ancaman Australia itu benar nantinya, kita harus siap. Seperti halnya yang diungkap Presiden Jokowi. " Apapun resikonya saya siap dengan keputusan hukuman mati untuk para pengedar narkoba".

Kita tunggu bukti nyatanya, Pak Presiden....

 

***

 

Foto : Trie yas

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun