Mohon tunggu...
Trie Yas
Trie Yas Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Catatan Tentang Perpisahan

19 Juni 2016   16:58 Diperbarui: 27 Desember 2016   19:25 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Catatan Tetang perpisahan- Dokumentasi pribadi

Terkadang aku benci dengan perasaanku sendiri. Perasaan yang mudah kulakukan daripada pikiran. Seperti senja itu saat kau menatapku dengan mata tajam. Ada getaran yang terasa lembut sekaligus beku. Aku lebih tertarik menatap senja. Namun tak kutemukan ketenangan layaknya kemarin setiap kita datang diperempatan sawah menanti senja.

Ada kata yang ingin kau ucapkan, tetapi bibirmu hanya sanggup sedikit bergetar. Kata yang tak terucap kadang lebih tajam daripada sebuah kata terucap lantang bukan?  

Dan sepertinya kau lupa dan mengingkari seperti halnya kenangan dalam ingatan. Drama perpisahan tetap puitis tanpa perlu mengucapkan apapun. Biarkan senja yang melankolis dengan tarian burung-burung pelan disapu gelap.

Aroma senja ini tetap sama. Seperti ketika ayunan langkahmu semakin karam. Dan aku mulai lelah dan semakin sulit membedakan antara gelap dan terang. Aku hanya perduli dengan senja yang dulu sering meleburkan tubuhmu dan tubuhku dalam satu rasa.

Walau setelahnya kau akan menjadi gelap dalam kesendirian. Kau tutup rapat tanpa satu celah dan akhirnya aku tak mampu menyempil atau sebatas mengitip. Kau membuat batas.

Aku berjalan sebatas meraba cahaya. Hingga akhirnya perjumpan pada senja terakhir kita, tanpa sebuah kata terucap tetap membuat aku membaui aroma tentang Ibu. Kawanku paling dekat, tanpa perlu aku berbicara Ibu sudah tahu apa inginku. 

Awalnya kukira kau juga seperti itu, tetapi kau hanya mampu mengantarkanku pada senja dan membuangku pada gelap. 

Lantas aku akan mencari lilin yang harus terus terbakar tanpa terputus. Dan kau pasti akan menyadarinya jika angin dari rongga paru-parumu mampu memadamkannya. *

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun