Kegelapan memang hanya hitam seolah memberi perasaan melayang sendirian. Dua orang duduk bersisihan,pandangan mereka gelap tetapi berbeda dengan ingatan yang berseliweran yang tak henti menaruh curiga. Bahasa yang tanpa pernah mendapat terjemahan nalar dalam kepala.
Kegelapan ini semakin pilu dengan rinai hujan. Dua orang itu tetap diam. Seolah melawan waktu untuk bisa terus bertahan. Namun di suatu ruang ada belati bergerigi sedingin es menembus perut mereka.
"Kamu menghilang, ketika aku berniat menantimu..."
"Aku tak tahu kau berniat menantiku, jika aku tahu, aku tak akan pernah.."
"Harusnya kau tahu, bukannya aku memintamu.."
"Bagaimana aku bisa tahu seperti itu..."
"Satu dasawarsa ini aku terus memikirkan bagaimana caranya kita akan bisa keluar. Saat itu tiba, kau membuat penantianku sia"
"Aku tidak tahu, tak pernah tahu, Kau selalu sibuk, sampai aku mengira kamu tak suka dengan kehadiranku...."
Kedua orang itu saling menatap, tetapi hanya gelap yang didapat. Mungkin memang harus seperti ini, jika lilin di pojok itu menyala niscaya mereka akan terbakar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H