Akhir-akhir ini sutradara Hanung Bramantyo mendapat kritik dari beberapa kalangan karena pernyataan kontroversial yang terkesan seksis. Sutradara yang sudah meraih dua piala citra itu dalam sesi wawancara bersama awak media mengutarakan alasan pemilihan Reza Rahadian sebagai pemeran Benyamin di film terbaru Hanung yang berjudul, 'Benyamin Biang Kerok' dengan pembandingan aktor pria dan perempuan/ aktris.
"Ya, karena memang ada limitasinya. Susah menjadi aktor itu sebetulnya. Apalagi aktor pria ya. Kalau perempuan kan, ya udahlah, ibarat kata 'asal lo cantik aja'. Udahlah, itu menjadi syarat. Tapi, aktor, laki-laki, itu syaratnya banyak banget, enggak cuma sebatas dia harus ganteng, tapi dia harus bisa memainkan banyak cara," beber Hanung.
Pernyataan Hanung  yang sempat menimbulkan kontroversi tersebut sehingga ia merasa perlu mengklarifikasi ucapannya yang dianggap sebagai isu bias gender berkait profesi artis peran di industri perfilman Tanah Air.
Ucapannya itu memang mengundang banyak reaksi baik dari warganet sampai kalangan aktris. Seharusnya kata-kata itu tidak seharusnya keluar dari mulut film Jomblo itu, karena Hanung pasti sadar jika pernyataannya yang awalnya untuk membela pemilihannya terhadap aktor laris dan serba bisa Reza Rahadian dengan kontes membandingkan.
Menurut pernyataan Hanung syarat menjadi aktor itu banyak, tidak hanya sebatas dia harus ganteng. Dengan perbandingan aktris/pemeran perempuan, diibaratkan dengan modal cantik bisa jadi aktris. Mungkin Hanung hanya berbicara tentang film terbarunya 'Benyamin Biang Kerok' dimana lebih banyak menyoroti tokoh laki-laki...mungkin...
Namun pernyataan Hanung ini menggelitik, bagaimana seringnya dia mengangkat film tentang perempuan, misalnya  film Kartini, Perempuan Berkalung Sorban. Apa akting peran utama perempuan dalam film-filmnya kurang bisa membuatnya berkesan dan berpikir asal cantik serta tak harus bisa memainkan banyak cara ?
Karya film-film Hanung sendiri terkenal menghadirkan pro-kontra di kalangan penonton maupun kelompok tertentu.Film Perempuan Berkalung Sorbandianggap melakukan kritikan kontra-produktif atas tradisi Islam konservatif yang masih dipraktikkan dalam banyak pesantren di Indonesia.
Film ? (Tanda Tanya) mendapatkan kecaman dari Banser NU Surabaya karena dianggap salah dalam menggambarkan sosok Banser. Â Sedangkan film Cinta Tapi Beda dimana Hanung menjadi supervisi untuk sutradara Hestu Saputra menuai protes adalah cerita berlatar Padang yang dinilai menyakiti sebagian warga etnis Minang.
*
Tulisan ini juga dimuat di Blog Pribadi www.lananews.id