Mohon tunggu...
Trie Yas
Trie Yas Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan Harian Ahmad Wahib, Diantara Kasus Ahok dan Habib Rizieq

31 Desember 2016   03:28 Diperbarui: 9 April 2017   18:00 2561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Catatn Harian Ahmad Wahib 'Pergolakan pemikiran Islam' (sumber foto: dokpri)

Aku bukan nasionalis, bukan katolik, bukan sosialis, aku bukan Buddha, bukan protestan, bukan westernis.  Aku bukan komunis. Aku bukan humanis. Aku adalah semuanya. Mudah-mudahan inilah yang disebut muslim. Aku ingin bahwa orang memandang dan menilaiku sebagai sesuatu kemutlakan tanpa menghubung-hubungan dari kelompok mana saya termasuk serta dari aliran apa saya berangkat. Memahami manusia sebagai manusia

Lantas apakah seiring berjalannya waktu dia merasa mencapai garis finis? Yang ditulis masih berlanjut tentang pergolakan, kegelisahan, tentang pertanyaan

Aku bukan Wahib. Aku adalah me Wahib. Aku menacari, dan terus menerus mencari, menuju dan menjadi Wahib. Ya, aku bukan aku. Aku adalah mengaku yang terus menerus berproses menjadi aku. Aku adalah aku, pada saat sakratul maut!

Dalam mencapai kemakmuran rakyat Indonesia, Wahib ingin adanya perubahan, baik perubahan kelembangaan maupun perubahan sikap dan karena itulah dia menggangap HMI hanya tempat singgah sementara, rumah sementara untuk membina diri bagi seseorang muslim dalam perjalan hidupnya. Lebih lanjut dia menganggap sikap spontan yang sering diwujudkan dalam bentuk protes. Hanya sebatas membangunkan kita dari tidur dan lebih sering menjebak diri sendiri.

Kita orang Islam belum mampu menerjemahkan kebenaran ajaran Islam dalam suatu program pencapaian. Antara ultimate values dalam ajaran Islam dengan kondisi sekarang memerlukan penerjemahan-penerjemahan. Dan ini tidak disadari. Di situ mungkin kita akan banyak berjumpa dengan kelompok pragmatism, tapi jelas arahnya lain. Karena seperti itulah kita menjadi orang yang selalu ketinggalan dalam usaha pencapaian dan cenderung eksklusif.

Ahmad Wahib menuntut bahwa pemaknaan Islam harus dinamis dalam interaksi dengan zaman dan dalam menanggapi masalah-masalah zaman yang secara retorik dikatakan

……Biarlah semua ulama-ulama tua dan calon-calon ulama itu berbeda pendapat dari saya…..

 Terus terang, aku kepingin sekali bertemu sendiri dengan Nabi Muhammad dan ingin mengajaknya untuk hidup di abab XX ini dan memberikan jawaban-jawabannya. Aku sudah kurang percaya pada orang-orang yang disebut pewaris-pewarisnya.

Lebih eksplisit tentang tuntutan akan adanya perubahan Ahmad Wahib menuliskan ‘Aku tidak mengerti keadaan di Indonesia ini. Ada orang yang sudah sepuluh tahun jadi tukang becak. Tidak meningkat-ningkat. Seorang tukang cukur bercerita bahwa dia sudah 20 tahun bekerja sebagai tukang cukur. Penghasilannya hampir tetap saja. Bagai mana ini?’

……Alangkah mencekam kebekuan pikirannya. Dia menyerah terhadap keadaannya.

Bagi Ahmad Wahib, bekerja harus menjadi dalam perjuangan dua hal, yakni penghasilan harus meningkat dan pengalaman dan pengetahuan harus bertambah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun