Institut Agama Islam Negeri (IAIN) telah tumbuh dan berkembang sejak beberapa dasawarsa yang lalu dan telah menunjukkan keberadaannya sebagai lembaga pendidikan tinggi. Hasilnya telah banyak alumninya yang berkiprah di tengah-tengah kehidupan bangsa dan negara.Pelayanan kehidupan seperti da’I, guru /dosen, pegawai negeri, pemikir, Hakim/Panitera Pengadilan Agama, Pengacara dan jabatan Menteri (misalnya Muhaiman Iskandar, Menteri Tenaga Kerja). IAIN/Universitas Islam Negeri sudah berbuat banyak untuk kepentingan bangsa dan negara serta pengembangan agama Islam di Indonesia.
Sesuai dengan tuntutan zaman dalam era globalisasi dalam majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka IAIN/UIN harus lebih membuka diri untuk mengikuti tuntutan masa depan. Dalam rangka untuk mengikuti perkembangan zaman ada 3 hal pokok yang harus menjadi perhatian :
1.Masalah kurikulum yang senantiasa di evaluasi agar sesuai dengan kebutuhan masa kini.
2.Kualitas dari produk-produk yang dihasilkan
3.Pembaruan kelembagaan dan gelar kesarjanaan. Hal ini penting dilaksanakan sebab IAIN/UIN sebagai lembaga pendidikan tinggi merupakan pusat pengkajian dan pemikiran Islam yang paling advance di negara ini.
Tentu saja secara ilmiah pada tataran praktis pemikiran Islam itu harus dipahami dalam konteks yang lebih luas, yaitu setiap pemikiran, gagasan-gagasan, gerakan, ijtihad untuk menemukan hukum baru dan usaha untuk memajukan Islam agar sesuai dengan perkembangan zaman yang digerakkan oleh ilmu pengetahuan dan
dan teknologi.
Munculnya berbagai mazhab fikih, juga dalam teologi dan filsafat Islam menunjukan bahwa ajaran-ajaran Islam itu multi interpretative. Watak multi interpretative ini telah berperan sebagai dasar dari kelenturan Islam dalam sejarah. Selebihnya, hal yang demikian itu juga mengisyaratkan keharusan pluralism dalam tradisi Islam. Karena itu, sebagaimana dikatakan oleh banyak pihak, Islam tidak bisa dan tidak seharusnya dilihat secara monolitik.
Politik Islam tidak bisa dilepaskan dari sejarah Islam yang multi interpratatif semacam ini. Pada sisi lain, hampir setiap orang Islam percaya akan pentingnya prinsip-prinsip Islam dalam kehidupan politik. Pada saat yang sama, karena sifat Islam multi interpretative itu , tidak pernah ada pandangan tunggal mengenai bagaimana seharusnya Islam dan politik dikaitkan secara pas. Bahkan, sejauh anggapan yang dapat ditangkap dari perjalanan diskursus intelektual dan historis pemikiran dan praktek politik Islam, ada banyak pendapat yang berbeda mengenai hubungan Islam dan politik.
Ada sementara kalangan yang menilai bahwa di Indonesia ada beberapa mainstream (arus utama) pemikiran politik Islam. Arus utama ini dimaksudkan sebagai kategori analitik, karena itu tidak terlalu menunjukkan perbedaan absolute antara ide-ide dan orientasi-orientasi dalam kerangkanya.
Gagasan bagi penekanan Islamisasi budaya telah diperjuangkan oleh mereka yang dikenal sebagai pemikir-pemikir yang menekankan pentingnya memperhatikan unsur-unsur pribumi atau lokal dalam memahami Islam, yang telah berupaya memerhatikan cita-cita Islam bagi budaya nasional Indonesia, yang membedakan secara jelas antara Islam dan Negara.Salah satu pencetus adalah Abdurrahman Wahid.Ketika pada tahun 1980 an terkenal karena gagasannya “pribumisasi Islam” dalam menghadapi kultur Indonesia.Ide ini didasarkan pada postulat pluralism masyarakat Indonesia, dimana Islam hanya berfungsi sebagai salah satu factor komplementer bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Arus utama lainnya adalah Islam Liberal. Maraknya gagasan Islam Liberal di Indonesia yang menurut Fauzan al Anshari merupakan kelanjutan petualangan pemikiran Nurchalis Madjid sebagai alternatif wacana Islam, merupakan konsekuensi penolakan politisasi agama, seiring berkembangnya gerakan Islam “militant” dan politisasi agama.Misalnya : kasus penerapan hukum rajam pada anggota Laskar Jihad yang dilakukan oleh kelompok itu sendiri merupakan indikasi menguatnya gerakan Islam militant (Gatra, No. 24, April 2001).Dan adanya keinginan untuk memasukkan Syariat Islam ke dalam proses UUD dalam proses amandemen UUD 1945. Kehadiran Islam liberal juga merupakan protes dan perlawanan terhadap dominasi Islam ortodok.
Tipologi pembaruan hukum Islam di Indonesia ada 5 macam :
1.Melalui proyeksi penyusunan ensiklopedi Fiqih
2.Melalui proyeksi pembentukan Undang-undang. Misalnya melahirkan : UU Zakat, UU Perkawinan, UU Wakaf dan lain-lain.
3.Melalui proyeksi fatwa. Hal ini dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
4.Melalui Kajian Ilmiah dan Penelitian (melalui : IAIN dan Universitas Islam Negeri dan Ilmuwan Islam)
5.Melalui proyeksi putusan Pengadilan Agama
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia Tinjauan Aspek Metodologis, Legalisasi dan Yurisprudensi, PT. Raja Grafindo, Jakarta : 2006
Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Masyarakat Madani, Jurnal Mimbar Hukum dan Peradilan, Edisi No. 74, Jakarta : 2011
Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Masyarakat Madani, Jurnal Mimbar Hukum dan Peradilan, Edisi No. 72, Jakarta : 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H