Dari sini kita belajar bahwa merdeka berpikir dan merdeka bertindak, tidak bisa dilepaskan dari tata nilai atau values yang kita anut sebagai individu, maupun tata nilai yang dianut oleh orang-orang dimana kita berada bersama-sama dengan mereka, ini bisa berarti kelompok, masyarakat, atau karyawan dimana kita bekerja bersama-sama dalam sebuah perusahaan.
baca juga: Metafora Kehidupan untuk Hidup Lebih Bermakna
Ada puluhan tata nilai atau values didunia ini, tentu beda bangsa akan berbeda pula tata nilainya. Bahkan di Indonesia saja beda suku bisa beda pula tata nilainya. Namun ada tata nilai yang berlaku universal di muka bumi ini, yang diterima dan dianut sebagian besar masyarakat dunia, misal jujur, cinta kasih, menolong yang lemah, dan menghargai hak hidup orang lain.
Merdeka berpikir dan merdeka bertindak tentu didasari oleh tata nilai pribadi yang kita yakini, namun tidak berarti kemudian itu bebas menabrak tata nilai sosial yang ada dalam masyarakat atau kelompok. Contoh seseorang memiliki tata nilai kebebasan atau freedom, maka ini tercermin dalam gaya bicaranya yang blak-blakan apa adanya, benar dikatakan benar, salah dia katakan salah.
Juga tercermin dari keberaniannya untuk memberikan kritik atas perilaku orang atau kelompok yang tidak benar, juga diimbangi dengan keberanian untuk memberikan solusi atas kritik yang disampaikannya. Gaya bicara memang berbeda-beda namun tata nilai sosial universal tetap dijunjung dalam bentuk kesopanan berbahasa verbal dan gestur yang baik. Â Inilah tata nilai freedom yang benar; kebebasan yang bertanggungjawab.
Apakah seseorang yang berada dalam sebuah sistem, dimana ia harus tunduk kepada otoritas yang lebih atas, dan kerap kali harus berada dalam situasi penuh tekanan masih mampu untuk merdeka berpikir dan merdeka bertindak?
Mari kita menengok sejarah. Founding father Bangsa dan Negara Indonesia yaitu Bung Karno dan Bung Hatta kerap kali berada dalam situasi yang sangat sulit pada masa itu. Secara fisik, mereka kehilangan kebebasan untuk berekspresi, kehilangan kebebasan bergerak karena menjadi tahanan rumah, kehilangan berbagai sumber informasi resmi yang sangat mereka butuhkan dalam perjuangan.
Namun, pikiran mereka tidak pernah terkekang. Pikiran mereka tetap bebas untuk mengembangkan banyak gagasan dan konsep-konsep kehidupan bernegara yang suatu saat pasti akan dipergunakan oleh bangsa ini. Pikiran mereka tertuang dalam karya-karya tulisan yang kelak akan menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya.
Lihatlah Nelson Mandela, aktivis anti apartheid yang harus merasakan hukuman dari pemerintah Afrika Selatan selama 27 tahun namun tidak pernah mematikan kemerdekaannya untuk berpikir, dan bertindak. Semangat itulah yang memampukannya melewati tahun-tahun suram dalam kesengsaraan sampai masa kebebasannya, dan akhirnya berhasil memimpin Afrika Selatan merdeka menjadi bangsa yang besar.
baca juga: Belajar dari Nelson Mandela, Pemimpin yang Digerakkan oleh Tujuan
Viktor E. Frankl seorang Psikiater Yahudi Austria yang selamat dari Holocaust, dimana istrinya serta kedua orangtuanya dibunuh di kamp konsentrasi tersebut tetap berjuang membebaskan pikirannya alih-alih keterkekangan fisiknya, serta penderitaan jiwa raga yang diluar batas-batas perikemanusiaan.