Seorang perempuan mengunjungi toko hewan dan membeli seekor burung beo. Dengan riang ia pulang dan ingin segera memamerkan burung beo tersebut kepada tetangga-tetangganya.Â
Namun besoknya ia kembali ke toko dan mengeluh kepada pemilik toko tersebut bahwa burung beo tersebut belum bisa mengucapkan sepatah kata pun yang ia ajarkan.
"Burung beo itu suka cermin, dengan melihat cermin ia akan mengira memiliki teman. Apakah Anda sudah membelikannya cermin?", tanya pemilik toko. Maka perempuan itu segera membeli cermin dan pulang.
Hari berikutnya ia datang lagi ke toko dan berkata bahwa burung beo itu belum bisa bicara. "Coba belikan kurungan yang berbentuk kotak berukuran besar, burung beo suka terbang leluasa", kata pemilik toko. Perempuan itupun segera membeli sangkar kotak besar dan mengangkutnya pulang dengan menggunakan truk.
Tentu saja besoknya ia datang lagi ke toko dan mengatakan keluhan yang sama, "Burung beo itu masih belum bisa mengucapkan sepatah katapun yang aku ajarkan".Â
Lalu pemilik toko mengernyitkan dahi sambil berkata, "Anda tahu kan, bahwa burung-burung suka bersantai di ayunan. Apakah Anda sudah membelikannya ayunan?". Perempuan itu bersegera untuk membeli ayunan dan membawanya pulang pula.
Hari berikutnya dengan tergopoh-gopoh ia kembali ke toko dan melaporkan bahwa burung beo yang ia beli telah mati. Pemilik toko dengan wajah serius berkata, "Saya turut berduka cita, Nyonya. Sebelum mati apakah burung itu sempat mengatakan sesuatu?"
Terjebak
Seringkali banyak pemimpin terjebak seperti kisah perempuan di atas. Mereka ingin agar anak buahnya memberikan hasil yang memuaskan.Â
Dan manakala hasil itu belum sesuai yang diharapkan, pemimpin menyediakan ini dan itu yang menurutnya disukai oleh anak buahnya.Â
Namun pemimpin tersebut sejatinya tidak pernah memperhatikan anak buahnya secara serius, sehingga tidak tahu persis apa yang sebenarnya dibutuhkan anak buahnya untuk bisa berkembang dan memberikan hasil memuaskan seperti yang ia harapkan.
Pemimpin harus mengembangkan anak buahnya agar menjadi pemimpin pula. Semakin banyak pribadi yang bisa dikembangkan, maka semakin lincah organisasi kerja menghadapi berbagai tantangan yang diberikan.Â
Namun apabila pemimpin ingin tampil sebagai pahlawan tunggal, sejujurnya ia sedang menumpuk beban sedikit-demi sedikit, sampai akhirnya menjadi sangat berat dan membuat organisasinya mengalami disfungsi lalu mati suri.
Tujuan Kepemimpinan
Salah satu tugas sakral seorang pemimpin adalah menciptakan pemimpin baru, bukan melanggengkan status, posisi, dan jabatan diri sendiri.Â
Ketika seorang pemimpin mampu mengembangkan pemimpin baru, maka pemimpin baru tersebut akan dengan mudah menggantikan dan meneruskan apa yang dicita-citakan pemimpin lama.
Pemimpin lama tidak perlu kuatir akan kehilangan jabatannya karena eksistensi dan kapabilitasnya sudah terbukti, maka dengan alamiah ia akan mendapatkan tanggung jawab lebih besar pada organisasi yang lebih besar pula, inilah cara berpikir besar seorang pemimpin yang berjiwa besar.
"Siapa mampu menyelesaikan tugas kecil, ia sedang menyiapkan kapabilitas dirinya untuk menerima tugas yang lebih besar, itulah siklus kepercayaan yang benar dan abadi".
Memberdayakan sumber-sumber internal adalah sebuah keuntungan bagi pemimpin dalam mempersiapkan pemimpin yang baru. Sebab mereka para calon pemimpin ini sudah mengenal budaya organisasi kerjanya, mengenal orang-orang yang bekerja dalam lingkup kecil sampai lingkup besar, memiliki relasi yang luas di dalam organisasi, mengalami pasang-surut hubungan dengan pemimpin maupun sesama anggota organisasi, mengetahui kelemahan-kelemahan yang harus diperbaiki, dan tentu saja memiliki keterikatan dengan organisasi lebih baik dari pada dibandingkan orang luar.Â
Keterikatan terhadap organisasi bisa saja karena masalah menggantungkan nafkah, bisa juga karena aktualisasi diri, namun setidaknya semua itu sudah terbukti dalam masa kerja yang sekian lama.
Awas Hallo Effect dan Devil Effect
Kunci untuk melihat dan menciptakan pemimpin baru ada dua:
- Kemampuan Anda untuk melihat gambaran besar arah organisasi di mana Anda berada.
- Kemampuan Anda menilai calon pemimpin baru secara fair.
Fair dapat dipahami sebagai obyektif, yaitu penilaian pada diri calon pemimpin yang apa adanya. Mampu melihat kelebihannya, dan mampu mendefinisikan kelemahannya.Â
Ketika Anda mampu mendefinisikan kelebihannya maka dengan mengasah sedikit saja melalui tantangan pencapaian target kerja maka ia akan melesat bak anak panah yang tajam menembus sasaran.
Dan ketika Anda bisa mendefinisikan kelemahannya maka Anda sudah menyelesaikan 50% permasalahan yang ada, sedangkan yang 50% lagi diselesaikan dengan proses pengembangan diri melalui training, coaching, atau mentoring, terserah mana yang Anda pilih.
Sayangnya sebagian pemimpin terjebak lagi, kali ini terjebak dalam hallo effect dan devil effect. Kesan pertama terhadap seseorang akan mempengaruhi penilaian terhadap orang tersebut secara keseluruhan.Â
Jadi kita memakai standar umum seperti penampilan yang rapi dan menarik untuk menentukan sifat yang lebih spesifik seperti mudah bergaul, disenangi banyak orang, dan pribadi yang baik. Bila kita langsung memberikan penilaian positif dengan spontan tanpa penggalian lebih dalam, maka disebut hallo effect.
Demikian halnya terhadap orang yang berpenampilan biasa, terlihat sederhana, postur kurang menarik, lalu dengan spontan tanpa penggalian lebih dalam memberikan penilaian negatif dengan menyimpulkan bahwa ia seorang yang tidak percaya diri, tidak mampu bergaul dengan orang lain, dan pribadi yang tidak tangguh, hal ini disebut devil effect.
Ini juga bisa terjadi pada anak buah yang dinilai selalu membantah, padahal ia sedang menyampaikan argumentasi rasional, bahkan pada anak buah yang banyak diam karena memang seorang introvert yang berciri khas sedikit bicara dan banyak bekerja.Â
Devil effect bisa juga terjadi pada anak buah yang tidak mudah menyerah mempertahankan opininya karena ia seorang yang menyukai challenge daripada sekedar menjadi penurut Anda.
Apabila seorang atasan mengalami hallo effect terhadap bawahannya, maka seluruh perilaku bawahannya tersebut akan cenderung dinilai positif oleh atasannya. Toleransi atas kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya tersebut juga akan tinggi. Anak buah tersebut akan seperti anak emas di mata atasannya.
Akan tetapi, apabila seorang atasan mengalami devil effect terhadap bawahannya, maka meski bawahannya tersebut mencapai target yang diberikan, sang atasan akan bersikap skeptis, menilai bahwa prestasi tersebut dicapai bawahannya karena kebetulan saja bukan akibat dari kerja kerasnya. Anak buah tersebut diperlakukan bak anak tiri.
Anda harus mampu menentukan Jobdes, Jobspec, sampai dengan menjabarkan target kerja anak buah yang akan Anda kembangkan sebagai pemimpin baru, agar Anda tidak terjebak dalam hallo effect, devil effect, kemiripan diri, dan asumsi-asumsi pribadi lain yang subyektif. Sehingga benar-benar bisa menemukan potensi dan kompetensi yang sesuai dengan rencana pengembangan yang akan Anda lakukan. Jika Anda kesulitan, diskusikanlah dengan HR yang memiliki keahlian ini.
Menyiapkan Roadmap
Anda akan disebut "halu" jika menyatakan siap mencetak pemimpin baru namun tidak menyiapkan peta jalan atau roadmap bagi calon pemimpin yang Anda siapkan. Dari mana roadmap dimulai, tentu saja dari tujuan akhir yang ditarik maju ke langkah pertama perjalanan yang akan dimulai.
Roadmap pasti berkaitan dengan timeine, setiap tahapan yang Anda rancangkan harus dijalankan dalam periode waktu tertentu sehingga Anda mudah dalam mengevaluasi setiap pencapaiannya.
Ambillah contoh dalam satu tahun ke depan Anda ingin mencetak pemimpin baru yang akan menduduki posisi supervisor, maka Anda bisa memecah time line setahun yaitu 12 bulan dalam 4 tahapan, di mana setiap tahapan berlangsung dalam 3 bulan, sebutlah sebagai Q1, Q2, Q3, dan Q4 (quarter atau seperempat).
Di setiap quarter tetapkan pencapaian yang harus dikuasai, misal mampu menganalisa data dan menyajikan laporan yang berkualitas, mampu mengoperasikan aplikasi atau software yang dipakai misalnya SAP atau lainnya, mampu membagikan pengetahuan dan keterampilan sales skill kepada rekan kerja, mampu memimpin meeting mingguan didalam seksi kerjanya, dan sebagainya. Evaluasi dan temukan mana yang harus ditingkatkan, sampai calon pemimpin Anda siap naik kelas dengan skills baru pada quarter berikutnya.
Ciptakan dan Pelihara Kultur Kepemimpinan
Kultur atau budaya dibangun dari serangkaian nilai-nilai yang diyakini pemimpin, dan seluruh anggotanya. Bukan nilai-nilai pribadi Anda, tetapi nilai-nilai organisasi yang sudah ditetapkan baik oleh pendiri atau sebagai konsensus bersama. Semua pemimpin dan semua anggota harus menyelaraskan nilai-nilai pribadinya kepada nilai-nilai organisasi.
Mengajak anggota tim tidak datang terlambat adalah perwujudan nilai kedisiplinan, Anda harus mengkampayekan terus menerus dengan memberikan contoh nyata sebagai pemimpin yang disiplin.
Mengerjakan apa yang diucapkan, sebagaimana menceritakan apa yang telah dikerjakan adalah bentuk perwujudan nilai integritas. Anda harus menjadi pribadi yang berintegritas dihadapan anak buah Anda, bukan sebaliknya sebagai pribadi yang tidak konsisten bila dihadapkan antara perkataan dan perbuatan.
Meminta setiap anggota atau anak buah untuk berani berbicara dan menyampaikan pendapat adalah usaha menanamkan nilai keterbukaan. Anda harus memulainya sebagai pribadi yang terbuka terhadap kritik dan saran anak buah Anda.
Menyajikan data secara apa adanya tanpa manipulasi adalah bentuk penanaman nilai kejujuran, kejujuran menjadi sangat penting untuk menjaga hubungan tetap langgeng. Maka Anda harus menjadi teladan yang pertama bagi anak buah Anda, mengenai kejujuran.
Tidak mudah menyerah dalam mengerjakan pekerjaan yang sulit, dan membutuhkan waktu yang ekstra adalah penanaman nilai tangguh, Anda harus menjadi pribadi yang tangguh terlebih dahulu agar mereka memiliki role model untuk dicontoh.
Akhirnya..
Tidak ada yang instan dalam proses menciptakan pemimpin baru, tidak ada magic dalam proses ini. Semua harus dijalani setahap demi setahap, sampai akhirnya anda mendapatkan pemimpin baru yang siap melanjutkan estafet kepemimpinan Anda, karena Anda harus mendedikasikan diri Anda untuk kapasitas kepemimpinan yang lebih besar lagi. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang mampu menyiapkan successor-nya dengan terencana.
***
Referensi:
- Developing the leaders around you, by John C. Maxwell
- Manager as leader, by Saptadi Bagaskara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H