Melanjutkan hasil diskursus teriakan seorang pedagang kaki limadi dalam ruang diskusi publik  kantor LBH Yogyakarta di KotaGede. Dengan sudut pandang teman-teman pejuang keadilan dan kesejahteraan. Di mulai dari desas-desus keresahan 700 PKL dari 2.000 PKL yang meresahkan penurunan omset setelah di relokasi.
Di balik itu juga penulis akan menjelaskan secara implisit ketidakadilan untuk para PKL. Penulis juga mengulik lebih dalam lagi dari sumber berita dan literasi media massa. Bahwasannya juga artikel ini tidak jauh dari hasil literasi diskusi publik LBH Yogykarta yang bertemakan "Bahagia di tanah istimewa? Potret kemiskinan dan penyingkiran rakyat di Yogyakarta" (Selasa, 07/Februari/2023).
Desas-desus relokasi sudah lama di inginkan oleh Pemerintahan Kota terkait tatakelolah dan kebudayaan. Namun terdapat timpang jika diilihat dari sektoral pemantik arah diskusi publik oleh Supriyati sebagai pematik diskusi pertama (PKL Malioboro). Pemateri 2 Rakha Ramadhan (LBH Yogyakarta). Pemateri 3 Bhima Udhistira (Dir CELIOS).
Pembahasan
Pemateri 1 mba Supriyati (PKL Malioboro)
Berawal dari desas-desus berita relokasi yang tersebar di awak media hanya sebagai wacana. Namun ada sebuah lembaga koperasi tridharma yang menaungi para pedagang kaki lima mendapatkan voting suara, dan sebelum adanya relokasi meminta pungutan suara kepada seluruh penjual dan pedagang yang ada di sepanjang jalan kaki lima malioboro akan di pindahkan dan di rapihkan.
Dari sekian PKL mengeluh kepada saya jualan tidak laku selama seminggu. Adapun PKL satu hari hanya laku Rp13.000; itupun tidak balik modal (ucapnya Supriyati). Ternyata beberapa suara PKL tidak setuju dengan adanya relokasi yang akan menghambat merosotnya penjualan dan pemberdayaan sekitar. Dari sisi lain banyak korban berjatuhan meninggal dunia karena dampak relokasi karena tidak bisa mengembalikan modal dan kebutuhannya tidak mencukupi.
Survey anlisis pemerintah hanya sebagian besar ada di wilayah strategis. Untuk wilayah belakang survey tidak bergilir dan kebanyakan ruko sudah mulai tutup. Dampak negatif yang di rasakan setelah satu tahun relokasi sekitar 700 (tujuh ratus) PKL mengalami pemerosotan 70% omset. Kebanyakan penjual berasal dari ibu-ibu dan kalangan menengah kebawah.
Mba supriyati berharap kepada pemerintah untuk bisa membuka hati dan pembenaran relokasi untuk kesejahteraan. Dimana banyak PKL yang di rugikan yang secara tidak adil.
Pemateri 2 Â Rakha Ramadhan (LBH Yogyakarta)
Kita adalah rakyat yang tertindas sebuah sistem. Melihat sumber statistik bps kalau melihat data di pulau jawa Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi persentase 11,49% pertama kota miskin di pulau jawa setelah itu pulau Jawa Tengah 10,98%. Jadi pertanyaannya bagaimana proses relokasinya?