Penggunaan gadget atau perangkat digital lainnya oleh anak setiap hari jelas menimbulkan efek negatif yang tidak bisa dianggap remeh oleh para orangtua. Apalagi jika akses anak terhadap perangkat tersebut sangat longgar tanpa pengawasan.Â
Selain mempengaruhi kohesivitas (kelekatan) antar anggota keluarga, kecanduan gadget juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan mental antara lain mental illness, depresi, anti sosial, suiciede will, dan masih banyak lagi. Akibatnya anak yang sudah kecanduan gadget memiliki hambatan dalam mengelola emosi mereka.
Mengingat kondisi yang sudah demikian mengkhawatirkan, ditambah lagi proses pendidikan yang mengharuskan anak-anak menggunakan perangkat digital di tiap harinya maka harus ada upaya maksimal dari orangtua agar pemberian fasilitas gadget tidak menjadi "toxic" bagi buah hati mereka. Dan hal yang pertama harus dibangun dalam keluarga yaitu adalah kesadaran akan pentingnya literasi digital.Â
Selama ini literasi digital baru sampai pada tataran wacana dan diskusi pada lingkup tertentu. Belum tersosialisasi secara masif di masyarakat umum, padahal gerakan literasi nasional telah pemerintah galakkan sejak tahun 2016.Â
Tahun 2017 di bawah kementerian pendidikan dan kebudayaan pun dibentuk tim khusus untuk mensukseskan GLS tersebut hingga ke lingkup terkecip yaitu keluarga. (Baca; Peta Jalan Gerakan Literasi Nasional).
Akibatnya ketika dihadapkan pada kondisi pandemi yang menuntut semua orang beraktivitas secara online sebagian besar masyarakat belum paham bagaimana memanfaatkan teknologi digital secara bijak. Sehingga tidak sedikit masyarakat yang terjebak dalam toxic digital.Â
Termasuk diantaranya para toxic parent yang gelagapan menghadapi perkembangan teknologi, akibatnya anak-anaknya pun menjadi korban ketidaktahuan mereka akan sisi negatif dari perangkat digital yang mereka fasilitasi untuk buah hati.Â
Sementara itu, keluarga yang aware terhadap literasi digital mengedepankan cara-cara yang dialogis dalam memberikan pemahaman kepada buah hati tentang bagaimana memanfaatkan perangkat digital sebagaimana mestinya.
_Metode Dialogis dan Mediasi Parental_
Menjadi orangtua di era digital seperti saat ini memang bukanlah hal yang mudah. Secara fitrah, seorang anak pasti memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap sesuatu yang baru ia kenal.Â
Tak terkecuali yang berkaitan dengan gadget, rasa ingin tahu (curiousity) anak terhadap gadget terkadang membuat mereka terjebak dalam kondisi adiksi jika orangtua memberikan kebebasan yang over terhadap mereka.Â