Gejolak tersebut membuat pemerintah mengambil kebijakan bahwasanya kegiatan belajar mengajar harus dilaksanakan secara daring (online).Â
Tak ayal semua lembaga pendidikan baik formal maupun non formal pun dituntut untuk segera beradaptasi secara cepat khususnya dalam hal teknologi digital.
2. Uncertainty (Ketidakpastian)
Komponen ini menggambarkan bahwa tidak ada yang dapat dipastikan untuk menjalankan usaha pada hari ini, betapa banyak bisnis yang gulung tikar diterpa badai pandemi corona, bukan karna virusnya tapi karna gerak manusia kini terbatasi. Tidak terkecuali lembaga pendidikan khususnya pendidikan swasta.Â
Ketidakpastian tersebut juga diakibatkan oleh situasi pandemi saat ini yang tidak jelas akan berlangsung sampai kapan. Sudah beberapa kali pemerintah membuka-tutup sekolah akibat fluktuatifnya angka penyebaran virus Corona.
3. Complexity (kekacauan)
Komponen ini menggambarkan strategi pengelolaan lembaga pendidikan yang semakin rumit di tengah laju perkembangan teknologi dan kondisi pandemi saat ini.Â
Jika dahulu lembaga pendidikan cukup berfokus pada stabilitas jumlah siswa yang mendaftar dan kualitas lulusannya saja, kini sekolah harus mencari model pembelajaran yang sesuai dan terukur secara kualitas meskipun dilaksanakan secara online.Â
Tidak hanya terkait kegiatan belajar mengajar, sekolah juga harus bijak menghadapi para wali murid yang juga terdampak secara finansial oleh pandemi.
4. Ambiguity (kebiasan)
Ambiguitas disini dapat diartikan dengan semakin kabur/pudarnya sekat antara lembaga pendidikan formal dan non formal. Dulu masyarakat masih beranggapan bahwa hasil dari pendidikan yaitu harus memiliki ijazah formal, karenanya harus sekolah di sekolah yang formal.Â