Awal semester dua belum lama dimulai, jika saya tidak salah hitung tahun ajaran ini adalah tahun ke 3 pembelajaran di masa pandemi. Tak dapat dipungkiri selain sektor ekonomi, pendidikan merupakan sektor yang juga terdampak secara massif oleh pandemi corona. Menurut UNESCO setidaknya ada 1,5 miliar siswa yang terkena efek pandemi secara langsung. Bukan hanya efek secara personal ke peserta didik namun juga sebagai sebuah lembaga pendidikan, banyak sekolah khususnya sekolah-sekolah swasta yang berguguran diterpa badai corona.
Jikapun bertahan itupun dengan terseok-seok sambil memangkas anggaran operasional disana-sini agar para wali murid tidak protes disebabkan biaya yang tetap harus dibayar sedang anak-anaknya sekolah dari rumah. Sekali lagi sekolah swasta tentunya yang paling banyak terdampak. Sebabnya sederhana yaitu karna sumber pendanaannya sebagian besar berasal dari SPP bulanan siswa, sementara tidak sedikit wali murid yang juga terdampak ekonominya oleh pandemi.
Disinilah pemahaman akan manajemen krisis para pemilik sekolah atau yayasan diuji. Sekolah-sekolah yang enggan atau lambat beradaptasi dengan keadaan akan tergerus dengan cepat. Menurut data Kemendikbud, mengutip dari kantor berita Antara sekitar 56% sekolah swasta terdampak langsung oleh pandemi. Bahkan di Tangerang-Banten saja ada 15 sekolah yang terpaksa tutup.
Manajemen krisis yang perlu dilakukan oleh pihak sekolah bukan semata soal pemangkasan anggaran, pengurangan gaji guru atau diskon SPP. Hal itu meskipun membantu satu pihak tapi sayangnya merugikan pihak yang lain. Harus ada  win-win solution agar sekolah selaku lembaga penyelenggara pendidikan bisa tetap beroperasi dengan baik dan wali murid selaku pengguna bisa tetap yakin bahwa kualitas pembelajaran serta kegiatan-kegiatan sekolah lainnya tetap bagus.
Oleh karena itu sejak diberlakukannya pembelajaran jarak jauh oleh pemerintah, sekolah-sekolah mulai berbenah, baik dalam hal penyesuaian kecakapan SDM maupun pengadaan perangkat-perangkat yang dapat menunjang pembelajaran serta kegiatan sekolah secara online. Kita ketahui bersama bahwa agenda sekolah bukan hanya kegiatan belajar mengajar saja. Selain itu ada kegiatan penunjang kurikulum atau ko-kurikuler yang biasanya berada di bawah bidang kurikulum atau kesiswaan. Kegiatan ko-kurikuler yang biasanya diselenggarakan secara langsung kini harus dikemas secara online atau blended mode (online-offline).
Dulu di awal masa PJJ saya pun gagap dan gugup bagaimana caranya agar program kerja kegiatan kesiswaan yang menjadi tanggung jawab saya bisa tetap terlaksana meski di masa pandemi. Tidak hanya saya, manajemen sekolah pun memutar otak agar guru bisa cepat beradaptasi dengan keadaan. Kami pun segera diikut sertakan dalam pelatihan-pelatihan teknologi digital. Mulai dari pelatihan Google for Education hingga training pengelolaan Zoom meeting untuk kegiatan. Training pengenalan aplikasi OBS juga kami ikuti, agar kegiatan-kegiatan yang kami buat layaknya acara televisi.
Dari hasil yang saya amati selama kurang lebih 2 tahun masa pandemi ini, setidaknya ada beberapa point yang bisa menjadi tips bagaimana agar sekolah bisa mempersembahkan kegiatan-kegiatan online yang berkelas sehingga persepsi sebagian orang tentang buruknya kualitas pendidikan di masa pandemi bisa terbantahkan.
Hal pertama yang harus disiapkan adalah Humanware yang mumpuni, guru tak lagi hanya bisa mengajar secara konvensional saja namun juga harus lihai menggunakan aplikasi atau platform digital seperti Gmeet, Zoom, Quizziz, dan lain-lain. Pada beberapa guru juga sebaiknya memiliki kecakapan dalam membuat Desain Visual baik gambar maupun video. Kesemua hal itu nantinya akan menjadi faktor penentu kualitas sebuah kegiatan sekolah.
Yang kedua adalah hardware, atau lebih tepatnya sarana dan prasarana. Sarana yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan tentunya adalah ruangan/studio. Di tempat itulah nantinya semua kegiatan-kegiatan online ko-kurikuler dilaksanakan. Pengadaan studio bisa memanfaatkan ruangan kelas yang ada tanpa harus membuat ruangan yang baru. Setelah itu, barulah prasarananya yang dilengkapi, antara lain greenscreen yang berfungsi sebagai latar, perangkat komputer, audio, pencahayaan serta infokus. Selain itu kenyamanan studio juga perlu diperhatikan, maka dari itu sebaiknya studio juga dilengkapi dengan AC. Lebih detailnya terkait studio InsyaAllah akan saya jelaskan pada tulisan berikutnya.
Yang ketiga, selanjutnya adalah software atau perangkat lunak yang harus dikuasai. Antara lain Software editing video seperti Filmora, Adobe Premiere, Ken Master atau After Effect. Juga software editing gambar seperti Photoshop, Coreldraw atau Adobe Illustrator. Selanjutnya yang tidak kalah penting yaitu penguasaan terhadap software broadcasting seperti OBS yang terkoneksi dengan Zoom Meeting, atau Gmeet. Pada bagian ini memang tidak mesti semua guru harus bisa menguasainya sampai mendalam. Hanya dibutuhkan beberapa guru saja yang benar-benar ahli dalam hal tersebut. Sisanya cukup mengetahui saja fungsi dari masing-masing tools yang ada di software tersebut.
Yang terakhir yang harus diperhatikan agar kegiatan-kegiatan online sekolah yang dihasilkan lebih berkelas yaitu menciptakan tim yang solid, menentukan panitia sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya. Karna kegiatan yang sukses hanya akan lahir dari tim panitia yang sukses membangun kerjasama. Selain itu juga perlu diperhatikan untuk tidak menaruh ekspektasi yang berlebihan terhadap hasil sebuah kegiatan. Lakukan saja yang terbaik lalu serahkan impact-nya kepada Allah SWT.