Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Saya Juga Akan Ngamuk Kalau Dipanggil Oma

6 Februari 2022   07:22 Diperbarui: 6 Februari 2022   08:34 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Suatu kali saya melihat video di Youtube mengenai seorang wanita yang mengamuk karena dipanggil Oma oleh karyawan minimarket.

Bagi saya sendiri, hanya ada empat panggilan untuk orang yang bukan kerabat atau tidak kita kenal, yaitu Mas, Pak, Mbak, Bu. Satu lagi adalah Dik, untuk mereka yang seusia SMP ke bawah. Kalau anak SMA lebih sering juga saya panggil Mas, apalagi anak sekarang posturnya tinggi-tinggi.

Saat mempergunakan panggilan untuk perempuan, kita harus betul-betul berhati-hati. Mungkin saya mempergunakan panggilan Mbak:Bu adalah 90%:10%. Lebih baik kita mempergunakan panggilan Mbak ketimbang Bu, lebih aman. Perempuan lebih senang kalau dianggap lebih muda daripada usia sebenarnya.

Bagaimana kalau seorang wanita sudah terlihat jelas ubannya? Pergunakan panggilan Bu, jangan coba-coba memanggil Nek. Bisa dipentung payung sampeyan ... Lho beneran, di Youtube ada video dua orang bertengkar di KRL gara-gara panggilan nenek. Lebih gawatnya lagi, yang manggil juga perempuan. Nah, makin sensi kan jadinya ...

Kalau di desa bila melihat wanita yang sudah ubanan kita mungkin bisa langsung memanggilnya Mbah. Tapi di kota, berhati-hatilah melakukan itu. Salah-salah bisa disemprot, "Aku dudu Mbahmu ..." Karena pengalaman saya sendiri, nenek saya, tidak suka dipanggil Mbah, hanya mau dipanggil Eyang. Kalau ada yang memanggilnya Mbah, nenek saya langsung cemberut.

Pria menyikapi panggilan dengan cara berbeda. Seorang mahasiswa tahun pertama yang dipanggil Pak, gara-gara brengosnya yang membuatnya tampak kebapakan, mungkin hanya akan senyum-senyum. Temannya kalau dengar pasti akan menggoda, "Ini gara-gara kamu punya tampang bermutu." Alias bermuka tua.

Saya dulu waktu mahasiswa keluar masuk toko di pusat perdagangan elektronik, sudah berganti-ganti dipanggil Pak dan Mas. Dan saya sama sekali tidak memperdulikan hal itu.

Bayangkan saya lagi jalan-jalan, masuk angkringan, "Kang, teh nasgitel ..." "Oya, Mas ..." Keluar angkringan pergi ke Pasar Satwa (PASTY) untuk melihat-lihat burung lovebird. Disapa oleh pemilik kios, "Suka yang warna apa, Om ..." Berpindah melihat-lihat ikan mas koi, disapa, "Bagus kan, coraknya? Limapuluh ribu saja, Boss ..." Keluar dari PASTY manggil ojol, di chat, "Siap di pintu gerbang ya, Kakak ..." Begitu ketemu ojolnya langsung menyapa, "Sarkem, Mas ..." Lho di chat panggil Kakak, ketemu langsung panggil Mas? Padahal sebelumnya saya sudah akan membatin, "Kapan ibuku nikah sama bapakmu ...?" Begitu beragamnya panggilan yang saya terima, dari orang-orang dengan rentang usia yang berdekatan.

Sewaktu mahasiswa saya pernah diajak menemani teman keluar masuk sejumlah toko. Teman saya dengan entengnya menggunakan panggilan Koh dan Ci pada pemilik toko. Saya sendiri tidak pernah menggunakan panggilan Koh dan Ci. Mungkin karena pengalaman interaksi saya yang terbatas. Saya takut salah. Takut dianggap SKSD. Saya tetap akan memanggilnya Mas, Pak, Mbak, atau Bu.

Kalau lihat di drakor, ternyata masalah nebak-nebak umur orang yang kita hadapi ini suatu hal yang rumit. Orang mesti memastikan hal tersebut untuk menentukan cara berbahasa yang dia pergunakan. Apakah lebih tua? Apakah lebih muda? Seberapa jauh selisihnya? Kalau seusia seberapa dekat hubungannya? Apakah mesti memakai bahasa formal? Kita sih nggak begitu ngeh hal tersebut. Wong tinggal baca terjemahannya.

Kembali ke masalah ngamuknya seorang (yang dipanggil) Oma, saya sendiri juga sulit menilainya. Karena saya sendiri juga akan marah kalau dipanggil Oma. Wong jelas-jelas gantengnya mirip George Clooney gini kok dipanggil Oma?

WYATB GBU ASAP.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun