Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mencoba Memahami Kejengkelan Penulis pada Pembajakan Buku

25 Mei 2021   15:39 Diperbarui: 26 Mei 2021   16:30 1065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saking nyamannya kita sering tidak menyadari bila sedang membeli atau menggunakan produk bajakan. Berikut cuitan para pembacanya mengenai buku bajakan:

  • Mungkin Tere Liye gak sadar bahwa pasti byk yg awalnya baca karya dia dari bajakan, terus lama2 karena sudah suka banget sama karyanya dan tumbuh rasa menghargai, jadi selalu beli karya dia yg asli untuk seterusnya
  • Yap betul,aku tidak membenarkan tindakan pembajakan. Tp aku setuju bahwa banyak teman-temanku yg awal mulanya menyukai karya tereliye dari ebook/ buku bajakan. Akhirnya waktu tau aku koleksi bukunya,mereka lambat laun pinjam dan setelah pinjam mereka tertarik membeli ke gramed.
  • Aku baru baca beberapa karya beliau dan beliau emang penulis handal. Banyak yg bisa diambil dari buku-bukunya. Tapi sedih banget baca ini, ngga membernarkan pembajakan buku, tp faktanya ga semua org teredukasi masalah ini
  • Yupp. Dia gak sadar bahwa yg membeli buku bajakan itu banyakan masih polos sama isu ini

Banyak orang yang mencuplik kalimat dari novel Tere Liye menjadi quote. Ini menunjukkan kecerdasannya memilih kata. Sejumlah cuitan menyayangkan pilihan kata yang dipergunakan:

  • Tere liye, you can do better. Find better words.
  • Kalau baca postingan beliau tuh kadang jadi mbatin, ini beneran dia yang nulis buku x ga siih? Di buku x kayaknya tulisannya bijaksana banget, kok ini kasar dan arogan.
  • YaAllah kok aku sakit hati ya bacanyaLoudly crying face
  • Pertama kali beli novel kls 8, itu buku hujan nya tere liye. Gue beli krn harganya murah, dan disitu gue masi ga ngerti tentang buku bajakan. Dengan mengatakan "goblok" kaya gini, saya beneran jd ga respect sama penulis, karya nya bagus tp attitude nya gini
  • 2in. Padahal aku baru menamatian buku Rindu, yg dulu karna aku gatau jadi ya asal beli dengan harga murah tp nganggur di rumah. Akhirnya baru dibaca dan suka, bahkan pengen baca karya yg lain. Tp kayak... Kok penulis yg bahkan tulisannya ngerubah hidupku jd gini
  • jujur ya, aku udah baca hampir semua karya Tere Liye dan aku selalu beli buku itu di Gramed, aslii..! tpi kalo emg bener bg Tere yg nulis itu, jdi kyk yg, mgkn rasa hormatku berkurang sm penulis. Mengedukasi pembelian karya asli itu bs dgn bnyk cara kok, g hrs gini
  • As good writer and poetic person, he can find the better words i guess

Ketika seorang penulis "menggoblok-goblokan" pembacanya mungkin dia sebenarnya tidak sedang bermaksud menyatakan kebencian pada pembaca. 

Tetapi pada kondisi kronis perbukuan Indonesia yang seolah dibiarkan auto-pilot oleh pemerintah. Sebenarnya pembajakan buku ini hanyalah semacam gunung es permasalahan perbukuan.

Tanpa ada pembajakan pun nasib penulis buku sudah susah. Royalti 15%, masih dipotong lagi PPN 10%. Penerbit juga menghadapi kesulitan dalam hal pajak dan harga kertas. 

Di mana keberpihakan pemerintah dalam hal ini? Apakah karena perbukuan bukanlah merupakan isu yang seksi? Adakah anggota dewan yang menyadari pentingnya dunia perbukuan? 

Padahal dulu para pendiri negeri ini adalah para penggila buku. Mungkin negeri ini akan lebih lama meraih kemerdekaan kalau dulunya mereka tak rajin membaca buku.

Tanpa ada pembajakan pun buku sudah menghadapi pesaing kuat. Youtube, TikTok, Netflix. Belum lagi game online. 

Ngenes rasanya melihat bocil-bocil milenial dengan entengnya membelanjakan ratusan ribu untuk voucher game online. Padahal di jaman dulu, kalau kita punya duit lebih, kita kepinginnya melengkapi koleksi Tintin atau Album Cerita Ternama.

Percuma pemerintah membuat iklan layanan masyarakat mengenai manfaat membaca atau mengadakan Duta Baca Indonesia, tanpa insentif nyata terhadap dunia perbukuan. 

Saya pernah mengobrol dengan seorang penerbit yang menceritakan yang paling menguntungkan di dunia perbukuan dewasa ini hanyalah segmen buku sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun