Bapak mertua saya resah. Pergi ke mesjid yang semula begitu mudah. Sekarang jadi susah. Meskipun karpet mesjid sudah dibuka, seluruh sudut mesjid sudah disemprot desinfektan,ternyata tetap tak simpel kalau mau ke mesjid.
Pertama tiap jamaah disarankan untuk membawa sajadah sendiri. Kalau yang inimah gampang lah. Sajadah di rumah cukup banyak. Dari mulai souvenir yang nikahan hingga bingkisan lebaran.
Kedua, tiap jamaah harus menjaga jarak sat berdiri di barisan sholat. Yang inipun bisalah dipatuhi oleh beliau.
Yang ketiga alias beberapa hari ini sudah mulai diberlakukan kewajiban menggunakan masker. Nah,yang ini rada merepotkan katanya. Lah beliau kan rada pikun.Â
Peci yang menjadi perlengkapan tiap ke mesjid sering lupa. Tapi beliau patuh kok. Kalau lupa enggak pakai masker,meskipun sudah di depan mesjid dia akan balik kanan dan balik lagi.
Kepatuhan Bapak mertua saya baru sebatas enggak enak sama orang lain, dan belum sadar sepenuhnya bahwa masker bisa melindungi dirinya dari virus yang mungkin di keluarkan oleh orang yamg terinfeksi disekitarnya. Pokoknya kalau staf RW dan para petinggi mesjid pakai masker beliau juga harus bermasker.
Bapak mertua saya sempet curhat bahwa penyakit dari dulu juga banyak yang parah,tapi kok baru sekarang kondisi sampai segenting ini katanya.
Nah,  beliaupun  tahu kalau salah satu ciri penyakit Corona adalah batuk-batuk. Masalahnya yang namanya batuk itu nyaris sering beliau rasa. Maklum beliau rada alergi pada debu dan cuaca
 Batuk di masa ini tidaklah mudah. Karena jika batuk maka semua mata jamaah akan mencari sumber batuk dan kemudian menatap curiga.Â
Itulah yang membuatnya resah. Akhirnya kalau batuknya sedang kumat,beliau memilih sholat di rumah saja tak perlu ke mesjid,dari pada dipelototi orang.
Dia pun berkata