Aku menantimu sebelum hujan. Katamu kau mau menjemputku untuk mengajak jalan-jalan. Ada taman bunga cantik yang mau kau tunjukkan.
Aku menunggumu saat hujan turun. Sudah kusiapkan payung jika kau datang. Lalu kita berdua membelah hujan sambil berbagi tawa dan cerita.
Aku mencarimu selepas hujan. Pelangi yang tampak di ujung sana ingin kunikmati bersamamu. Lalu kita berfoto berdua dengan mesra. Akan kusimpan fotonya di kamar memenuhi semua dinding-dindingnya.
Aku mengharapkanmu saat tanah sudah basah oleh air hujan. Kesejukannya ingin kunikmati bersamamu.
Tapi entahlah kamu akan datang tidak. Semalam sih janjinya iya. Sebelum pamit dari percakapan telpon
Setelah rutinitas pertanyaan sudah makan, sudah mandi dan penutup semoga aku mimpi indah, katamu.
Aku sudah berdandan cantik demi kamu. Gaun indah ini sengaja kau beli khusus untuk menyambutmu. Begitupun perhiasan ini hanya digunakan jika ada kamu.
Aku kau beri rumah yang mewah dengan asisten rumah tangga yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhanku agar aku tak perlu bersusah payah untuk apapun.
Namun dengan semua yang kau beri ini aku kesepian.
Masa iya aku hanya bisa ngobrol panjang lebar denganmu? Selalu aku cuma bisa bersenda gurau denganmu.
Aku tak boleh bergaul bersama kawan-kawanku dulu.
Akses komunikasiku dengan mereka kau putus. Aku hanya untukmu begitu pesan darimu. Bahkan dengan Ayah, Ibu dan ke tujuh adik-adikku
Rasanya kini aku menyesal mengapa tergoda olehmu hai lelaki tampan yang kaya penuh harta bergelimpang. Kharisma kekayaanmu membuatku terhipnotis dan menuruti apa saja maumu. Dikunjungi semingu sekali jika kau ada waktu.
Aku mengangguk saja ketika kau tawarkan itu hanya karena aku lelah jadi wanita gembel. Aku langsung mengiyakan tanpa pikir panjang hanya karena capek harus bekerja keras untuk mendapatkan sesuap nasi.
Ketika kau sodorkan perjanjian hitam di atas putih yang berisikan kesanggupanku mengikuti semua yang menjadi keinginanmu aku seperti kerbau dicocok hidung.