Mohon tunggu...
Irma Tri Handayani
Irma Tri Handayani Mohon Tunggu... Guru - Ibunya Lalaki Langit,Miyuni Kembang, dan Satria Wicaksana

Ibunya Lalaki Langit ,Miyuni Kembang,dan Satria Wicaksana serta Seorang Penulis berdaster

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dompet Tebal untuk Menitipkan Anak di Pesantren Sekarang

28 Oktober 2019   00:40 Diperbarui: 28 Oktober 2019   00:53 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dompet tebal . Dokumen pribadi

Dulu menitipkan anak di pesantren bukan sesuatu pilihan kebanyakan orang tua. Konotasi negatif sering diasumsikan jika anak dititip di pesantren,biasanya anak yang dipesantrenkan adalah anak nakal yang sudah membuat orang tuanya lelah dan angkat tangan saat mengurusnya. Maka mereka berharap pesantren dapat merubah kelakuan puteranya.

Pemikiran itu kini bergeser. Banyak orang tua yang kini memilih untuk memasukkan anak ke pesantren meskipun anaknya baik-baik saja dalam artian tidak nakal. Rata-rata alasannya satu,ingin anaknya lebih mendalami agama dan berharap anaknya terhindar dari dampak negatif pergaulan luar.

Beberapa dari orang tua yang memilih pesantren juga jenis orang tua yang sibuk. Daripada anaknya tak bisa terurus dengan baik,lalu mereka menitipkan saja pada pesantren dengan harapan anaknya tak kesepian seperti di rumah saat mereka sering ditinggal kerja. Ada malah yang berpendapat dengan anak-anaknya berpasantren maka orang tua tenang dalam mencari nafkah. Mereka tinggal menengok anaknya satu bulan sekali sesuai jatah yang diberikan pesantren.

Bukan cuma orang tua ternyata yang memilih pesantren,anak-anakpun kini banyak yang memilih hidup di pesantren. Tidak perlu dipaksa seperti dulu,justru mereka yang merengek duluan. Keponakan saya yang kini masih duduk di kelas 5 jika ditanya mau kemana nanti SMP mau kemana,dia mantap menjawab mau ke pesantren dengan alasan banyak teman-temannya yang mau masuk ke pesantren. Sepertinya pesantren sudah mulai jadi gaya hidup beberapa keluarga.

Usia mulai masuk pesantrenpun sudahbergeser sekarang, dulu mungkin selepas SMA sambil kuliah,kini mulai masuk SMP mereka sudah banyak yang memilih berdiam di pesantren. 7 dari 10 teman-teman saya menyekolahkan anaknya di pesantren.

Jika setahu saya dulu hidup di pesantren itu susah karena makan seadanya karena di jatah , lalu kemandirian juga dibentuk karena anak pesantren harus mencuci baju sendiri,maka tidak berlaku sekarang.

Layanan makan untuk anak-anak pesantren terjaga betul. Katering yang mumpuni melayani makan sehari tiga kali. Jikapun dijatah maka orang tua tak segan membekali anak mereka makanan untu persediaan satu bulan. 

Dan untuk urusan cuci mencuci banyak pesantren sudah menyediakan jasa laundry agar anak-anak tak perlu repot-repot mencuci. Mandiri ternyata tak berpatokan lagi pada mencuci sendiri. 

Untuk semuanya itu biaya yang dikenakan dipesantren relatif mahal. Jika pesantren dulu makah banyak yang gratisan atau murah,maka pesantren masa kini harga untuk masuk si awal saja sudah mahal. Ada tetangga saya yang harud menyediakan 15 juta di awal masuk,lalu bulananpun di atas 1 juta untuk spp ,makan dan jasa laundry. Belum perbekalan makanan dan uang bulanan. Maka menitipkan anak di pesantren sekarang ini jauh dari kata murah.

Jika kita berani menitipkan anak di pesantren maka dompet kita sebagai orang tua haruslah sedikit tebal.

Lepas dari semua itu saya ucapkan selamat hari santri 2019.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun