Seringkali meskipun tak tahu kegunaannya apa dan tak mungkin juga digunakan, dia mengikuti arisan barang seperti panci presto di rumah bu RT. Akhirnya banyak barang yang menumpuk tak jelas di rumah . Lah, bagaimana cara memakainya saja dia tak juga bisa dan tepatnya tak ingin bisa,sepertinya niatnya hanya untuk mengoleksi saja.Aku cuma bisa geleng-geleng kepala. Karena kalau diingatkan dia marah. Akhirnya aku membiarkannya saja.
Hingga selepas pesta pernikahanku,Nenek kembali mengingatkan aku untuk membawa lemari itu segera. Aku yang belum mampu memiliki rumah sendiri tentu saja mengelak saat itu.
"Masa harus bawa lemari ke rumah mertua sih Nek?"
"Tapi jangan lupa loh ya bawa kado pernikahan dari Nenek itu, nih lemari!"
"Iya ,iya!" Aku kembali menenangkannya.
Setelah menikah,aku terpaksa meninggalkan Nenek sendirian.
Suamiku tak mau kalau tetap tinggal bersama Nenek. Alasannya tentu saja tak enak pada anak dan cucu yang lain. Masa sudah menikah masih juga menumpang. Namun sesekali suamiku mengijinkanku untuk menginap dirumah Nenek. Dia tahu ,tak mungkin aku meninggalkan wanita tua yang sudah mengurusku dari kecil itu.
Untuk mengajak Nenek bersamapun aku tak bisa karena aku masih tinggal di rumah mertua. Namun kami berdua bertekad untuk segera membeli rumah yang bisa dicicil.
Alhamdulillah di tahun ketiga pernikahan harapan untuk memiliki rumah cicilan tercapai. Selain aku,yang paling girang ternyata Nenekku. Tentu dia bangga cucu kesayangannya ini akhirnya mampu memiliki rumah.
"Buatkan Nenek kamar satu ya Nak..Nenek boleh ikut kamu kan?"tanya Nenek setelah kabar akad rumah diacc Bank diketahuinya.
"Siap Nek!" Jawabku. Suamiku juga tak keberatan dengan permintaan Nenek.
"Jangan lupa,lemarinya bawa ya!" Kembali Nenek mengingatkan.